Pada tahun 2017 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan pihak terkait mencanangkan dan menyelenggarakan program imunisasi serempak yang direncanakan dilakukan pada bulan agustus sampai september 2017 untuk pulau Jawa dan agustus hingga september tahun 2018 untuk wilayah di luar pulau jawa. Program imunisasi serempak ini adalah untuk penyakit measles (campak) dan rubella.
Di Indonesia, program imunisasi secara serempak bukanlah hal yang baru. Melalui kampanye kesehatan serupa, Indonesia bahkan dinyatakan telah berhasil menekan terjangkitnya jumlah penyakit cacar dan polio. Pada tahun 2020 mendatang, Indonesia diharapkan untuk terbebas dari penyakit campak dan rubella ini.
Di bawah ini merupakan rangkuman petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan program imunisasi tersebut, baik dari tahap persiapan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi beserta lampirannya, file PDF lengkapnya dapat diunduh di sini.
Panduan petunjuk teknis ini dibuat dan disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia beserta pihak yang terkait. Rangkuman juknis ini adalah niatan baik kami untuk turut mensosialisasikan dan mensukseskan program tersebut, dan turut serta dalam menyehatkan generasi muda Indonesia sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang produktif, sejahtera demi kemajuan bangsa secara umum. Artikel ini hanyalah rangkuman apabila terdapat perbedaan maka yang benar adalah pada file PDF yang terdapat di tautan di atas.
Di Indonesia, program imunisasi secara serempak bukanlah hal yang baru. Melalui kampanye kesehatan serupa, Indonesia bahkan dinyatakan telah berhasil menekan terjangkitnya jumlah penyakit cacar dan polio. Pada tahun 2020 mendatang, Indonesia diharapkan untuk terbebas dari penyakit campak dan rubella ini.
Di bawah ini merupakan rangkuman petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan program imunisasi tersebut, baik dari tahap persiapan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi beserta lampirannya, file PDF lengkapnya dapat diunduh di sini.
Panduan petunjuk teknis ini dibuat dan disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia beserta pihak yang terkait. Rangkuman juknis ini adalah niatan baik kami untuk turut mensosialisasikan dan mensukseskan program tersebut, dan turut serta dalam menyehatkan generasi muda Indonesia sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang produktif, sejahtera demi kemajuan bangsa secara umum. Artikel ini hanyalah rangkuman apabila terdapat perbedaan maka yang benar adalah pada file PDF yang terdapat di tautan di atas.
Ilustrasi imunisasi pemberian vaksin pada bayi |
Kampanye imunisasi Measles Rubella (MR) adalah suatu kegiatan imunisasi secara masal sebagai upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella pada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Imunisasi ini sifatnya wajib dan tidak memerlukan individual informed consent.
Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis akan tetapi sangat berbahaya apabila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini sangat berpotensi menjadi wabah apabila cakupan imunisasi rendah dan kekebalan imunitas/herd immunity tidak terbentuk. Ketika seseorang terkena campak, 90% orang yang berinteraksi erat dengan penderita dapat tertular jika mereka belum kebal terhadap campak. Seseorang dapat kebal jika telah diimunisasi atau terinfeksi virus campak.
Pada tahun 2000, lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh dunia karena komplikasi penyakit campak. Dengan pemberian imunisasi campak dan berbagai upaya yang telah dilakukan, maka pada tahun 2014 kematian akibat campak menurun menjadi 115.000 per tahun, dengan perkiraan 314 anak per hari atau 13 kematian setiap jamnya.
Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan. Akan tetapi yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik apabila rubella ini menyerang pada wanita hamil pada trimester pertama. Infeksi rubella yang terjadi sebelum konsepsi dan selama awal kehamilan dapat menyebabkan abortus, kematian janin atau sindrom rubella kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi yang dilahirkan.
Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS bervariasi antara 0,1-0,2/1000 kelahiran hidup pada periode endemik dan antara 0,8-4/1000 kelahiran hidup selama periode epidemi rubella. Angka kejadian CRS pada negara yang belum mengintroduksi vaksin rubella diperkirakan cukup tinggi. Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 22.000 anak lahir dengan CRS di regio Afrika, sekitar 46.000 di regio Asia Tenggara dan 12.634 di regio Pasifik Barat. Insiden CRS pada regio yang telah mengintroduksi vaksin rubella selama tahun 1996-2008 telah menurun.
Di Indonesia, rubella merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan 70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia <15 tahun. Selain itu, berdasarkan studi tentang estimasi beban penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu 15-19 tahun dan menurun menjadi 47/100.000 pada ibu usia 40-44 tahun. Sedangkan perhitungan modelling di Jawa Timur diperkirakan 700 bayi dilahirkan dengan CRS setiap tahunnya.
Dalam Global Vaccine Action Plan (GVAP), campak dan rubella ditargetkan untuk dapat dieliminasi di 5 regional WHO pada tahun 2020. Sejalan dengan GVAP, The Global Measles & Rubella Strategic Plan 2012-2020 memetakan strategi yang diperlukan untuk mencapai target dunia tanpa campak, rubella atau CRS. Satu diantara lima strategi adalah mencapai dan mempertahankan tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi dengan memberikan dua dosis vaksin yang mengandung campak dan rubella melalui imunisasi rutin dan tambahan dengan cakupan yang tinggi (>95%) dan merata.
Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020. Strategi yang dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah:
- Penguatan imunisasi rutin untuk mencapai cakupan imunisasi campak ≥95% merata di semua tingkatan
- Pelaksanaan Crash program Campak pada anak usia 9 - 59 bulan di 185 kabupaten/ kota pada bulan Agustus-September 2016
- Pelaksanaan Kampanye vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun secara bertahap dalam 2 fase sebagai berikut : -Fase 1 bulan Agustus-September 2017 di seluruh Pulau Jawa -Fase 2 bulan Agustus-September 2018 di seluruh Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua
- Pengenalan vaksin MR ke dalam program imunisasi rutin pada bulan Oktober 2017 dan 2018
- Surveilans Campak Rubella berbasis kasus individu/Case Based Measles Surveillance (CBMS)
- Surveilance sentinel CRS di 13 RS
- KLB campak diinvestigasi secara penuh (fully investigated)
Berdasarkan data surveilans dan cakupan imunisasi, maka imunisasi campak rutin saja belum cukup untuk mencapai target eliminasi campak. Sedangkan untuk akselerasi pengendalian rubella/CRS maka perlu dilakukan kampanye imunisasi tambahan sebelum introduksi vaksin MR ke dalam imunisasi rutin. Untuk itu diperlukan kampanye pemberian imunisasi imunisasi MR pada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Pemberian imunisasi MR pada usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun dengan cakupan tinggi (minimal 95%) dan merata diharapkan akan membentuk imunitas kelompok (herd immunity), sehingga dapat mengurangi transmisi virus ke usia yang lebih dewasa dan melindungi kelompok tersebut ketika memasuki usia reproduksi.
TUJUAN
Petunjuk teknis ini dibuat sebagai pedoman bagi petugas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam melaksanakan Kampanye Imunisasi MR
SASARAN
Petugas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI MR
Pelaksanaan atau implementasi kampanye imunisasi MR merujuk pada mekanisme kerja atau alur pelayanan, persiapan vaksin dan logistik, peran petugas kesehatan, guru dan kader, penyuntikan yang aman, pengelolaan limbah dan pencatatan serta pelaporan.
MEKANISME KERJA
Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit, di sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), SD/sederajat dan SLTP/sederajat.
Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja pelayanan imunisasi di posyandu atau pos pelayanan imunisasi:
Waktu pelaksanaan
- Pelaksanaan di posyandu/pos pelayanan dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
- Waktu pelaksanaan di sekolah disesuaikan dengan jumlah sasaran dan petugas kesehatan.
- Sasaran dan orang tua/pengasuh diminta untuk tetap di pos pelayanan imunisasi/sekolah selama 30 menit sesudah imunisasi dilaksanakan dan petugas juga harus tetap berada di pos atau sekolah minimal 30 menit setelah sasaran terakhir diimunisasi, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kasus KIPI yang serius seperti anafilaksis.
PERSIAPAN VAKSIN DAN LOGISTIK
DISTRIBUSI VAKSIN DAN LOGISTIK
Vaksin dan logistik didistribusikan secara berjenjang dari pusat ke dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan kabupaten/kota ke puskesmas kemudian ke pos-pos pelayanan imunisasi lainnya. Tenaga kesehatan atau tim imunisasi akan menerima vaksin MR dan pelarutnya dari puskesmas terdekat yang memiliki vaksin refrigerator.
ADS (Auto Destruct Scheering/ auto disable syringe/ auto disposable syringe / alat suntik steril) 0,5 ml, ADS 5 ml, safety box, kapas, formulir pencatatan, anafilatik kit, pen marker, kantong plastik untuk limbah tidak tajam dan logistik lainnya yang tidak memerlukan cold chain dapat didistribusikan ke petugas sebelum pelaksanaan kampanye berdasarkan mikroplanning yang telah dibuat. Vaksin MR dan pelarut didistribusikan ke pos pelayanan pada hari yang sama dengan pelayanan menggunakan vaksin carrier standar. Sehari sebelum pelayanan, pelarut harus disimpan dalam lemari es pada suhu 2 sd 8 oC. Pelarut juga harus dimasukan ke dalam vaksin carrier agar memiliki suhu yang sama dengan vaksin yaitu berkisar 2 sd 8 derajat celsius pada saat pelarutan.
Petugas kesehatan atau vaksinator bertanggung jawab membawa vaksin carrier ke tempat pelayanan. Saat sesi pelayanan sudah selesai setiap harinya, petugas bertanggung jawab mengembalikan vaksin carrier dan safety box yang telah terisi ke puskesmas.
Selama pelaksanaan kampanye imunisasi MR, Puskesmas atau pos pelayanan imunisasi lainnya akan menerima logistik sebagai berikut:
- Vaksin MR dan pelarut sejumlah sasaran.
- ADS 0,5 ml dan ADS 5 ml
- Safety Box
- Satu set kapas
- Formulir pencatatan dan pelaporan cakupan dan logistik
- Formulir laporan KIPI (Kejadian ikutan Pasca Imunisasi)5 lembar
- Formulir investigasi KIPI 1 paket
- KIPI kit
- Kantong limbah medis untuk vial vaksin kosong
- Pen marker
- Kantong atau tempat sampah untuk limbah non medis lainnya
PELARUTAN VAKSIN
Dalam melarutkan vaksin harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Pelarutan vaksin hanya boleh dilakukan ketika sasaran sudah datang untuk imunisasi.
- Pelarut harus berasal dari produsen yang sama dengan vaksin yang digunakan.
- Pastikan vaksin dan pelarutnya belum kadaluarsa dan VVM masih dalam kondisi A atau B.
- Vaksin dan pelarut harus mempunyai suhu yang sama (2 sampai dengan 8 derajat celcius) dan tidak pernah beku.
- Melarutkan vaksin dengan dengan menggunakan ADS 5 ml. Satu ADS 5 ml digunakan untuk melarutkan satu vial vaksin. Jangan menyentuh jarum ADS dengan jari.
- Memastikan 5 ml cairan pelarut vaksin terhisap dalam ADS kemudian baru melakukan pencampuran dengan vaksin kering campak.
- Masukan pelarut secara perlahan ke dalam botol vaksin agar tidak terjadi gelembung/ busa.
- Kocok campuran vaksin dengan pelarut secara perlahan sampai tercampur rata, hal ini untuk mencegah terjadinya abses dengin.
- Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan dalam waktu 6 jam. Oleh karena itu hanya boleh melarutkan satu vial vaksin dan baru boleh melarutkan vaksin lagi bila vaksin pada vial sebelumnya sudah habis serta masih ada sasaran. Catat jam pelarutan vaksin pada label vaksin.
- Memperhatikan prosedur aseptik.
INGAT
JANGAN
MELARUTKAN VAKSIN DENGAN SELAIN PELARUT YANG BERASAL DARI PRODUSEN YANG SAMA.
|
Vaksin yang sudah dilarutkan harus segera dibuang jika:
- Ada kecurigaan vial vaksin yang terbuka telah terkontaminasi seperti ada sesuatu yang kotor dalam vial, vial jatuh ke tanah, rubber cap tidak sengaja tersentuh, dan kontak dengan air.
- VVM (Vaccine Vial Monitor) C dan D
- Waktu pelarutan sudah melebihi 6 jam
PEMELIHARAAN COLD CHAIN
- Vaksin MR adalah vaksin sensitif panas. Vaksin yang sudah dilarutkan akan menjadi lebih sensitif. Oleh karena itu di lapangan vaksin harus tetap disimpan pada suhu 2- 8 derajat celcius, dengan menggunakan vaccine carrier yang berisi cool pack.
- Vaccine carrier ditempatkan terlindung dari sinar matahari langsung.
- Vaksin yang sudah dipakai ditempatkan pada spons / busa penutup vaccine carrier, sedangkan yang belum dipakai tetap disimpan didalam vaccine carrier.
- Selalu perhatikan kondisi VVM setiap akan menggunakan vaksin. Vaksin yang bisa digunakan adalah kondisi VVM A atau B.
INGAT
JANGAN MENYIMPAN
BARANG SELAIN VAKSIN DI DALAM VACCINE CARRIER
|
PENGEMBALIAN VAKSIN SISA
Logistik yang masih tersisa pada akhir sesi pelayanan yaitu vaksin dan pelarut yang belum dibuka serta vaksin yang sisa yang telah dibuka harus dikembalikan ke puskesmas. Hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Vaksin dan pelarut yang masih dalam keadaan tertutup (belum digunakan) harus dikembalikan dan diberi tanda “K” (Kembali) kemudian segera dimasukkan ke dalam refrigerator. Pada hari pelayanan berikutnya, vaksin tersebut harus digunakan segera dengan tetap memperhatikan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa.
- Semua sisa vial vaksin MR yang telah dilarutkan lebih dari 6 jam/akhir sesi pelayanan di luar gedung harus dimasukkan dalam box/plastik tersendiri di luar vaccine refrigerator untuk dimusnahkan pada akhir kegiatan kampanye.
- Jangan pernah menyimpan sisa vaksin MR yang dilarutkan di dalam vaccine refrigerator untuk digunakan pada hari pelayanan berikutnya.
CARA PEMBERIAN VAKSIN MR
Berikan imunisasi MR untuk anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun tanpa melihat status imunisasi dan riwayat penyakit campak atau rubella sebelumnya. Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan penyuntikan vaksin MR:
- Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodisable syringe/ADS) 0,5 ml. Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari pemakaian berulang jarum sehingga dapat mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan C.
- Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke dalam vial vaksin dan pastikan ujung jarum selalu berada di bawah permukaan larutan vaksin sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalam spuit.
- Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke dalam spuit dan keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0,5 cc, kemudian cabut jarum dari vial.
- Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas kering sekali pakai atau kapas yang dibasahi dengan air matang, tunggu hingga kering. Apabila lengan anak tampak kotor diminta untuk dibersihkan terlebih dahulu.
- Penyuntikan dilakukan pada otot deltoid di lengan kiri atas.
- Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara subkutan (sudut kemiringan penyuntikan 45 derajat).
- Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar, kemudian ambil kapas kering baru lalu ditekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas tetap ditekan pada lokasi suntikan hingga darah berhenti.
Gambar sudut kemiringan penyuntikan
PERAN PETUGAS KESEHATAN, GURU DAN KADER
1. Peran Tenaga Kesehatan
- Memastikan sasaran anak 9 bulan sampai dengan <15 tahun menerima imunisasi MR
- Memastikan kondisi rantai vaksin terpelihara dengan baik dalam suhu 2 - 8 derajat celcius
- Memastikan vaksin dan pelarut berasal dari pabrik yang sama dan memeriksa tanggal kadaluarsanya
- Memeriksa kondisi VVM vaksin MR (pastikan dalam kondisi A dan B)
- Melarutkan vaksin dan mencatat waktu pelarutan tiap vial
- Memberikan penyuntikan vaksin MR dengan benar (sub kutan)
- Melakukan pengolahan limbah imunisasi (tajam dan tidak tajam) secara aman
- Memantau dan menangani kasus KIPI
- Memeriksa register pelaksanaan imunisasi dan melengkapinya pada akhir kegiatan.
- Mengawasi dan membina guru dan kader dalam melaksanakan tugasnya
- Berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat
- Menunggu di tempat pelayanan minimal 30 menit untuk merespon jika ada kasus KIPI
2. Peran Guru
- Memberikan informasi pada orangtua/wali murid melalui Pertemuan Orangtua Murid atau surat edaran yang berisi pemberitahuan manfaat imunisasi MR dan tanggal pelaksanaannya. Contoh Surat Edaran dapat dilihat pada lampiran 2.
- Membantu memberikan penyuluhan kepada orangtua/ wali / murid
- Memberikan data murid yang akan diberikan imunisasi termasuk data anak yang putus sekolah
- Menyeleksi anak yang berumur <15 tahun dan anak yang sedang sakit atau tidak masuk sekolah karena alasan lainnya
- Membantu menyiapkan ruangan untuk penyuntikan dan ruang tunggu setelah penyuntikan
- Membantu mengatur alur pelayanan imunisasi
- Membantu pencatatan hasil imunisasi dan memberi tanda pada ujung bawah jari kelingking kiri dengan pen marker
- Melaporkan pada petugas bila ditemukan kasus diduga KIPI
3. Peran Kader
- Membantu pendataan sasaran yang belum sekolah termasuk anak yang putus sekolah
- Menggerakkan orang tua dan sasaran untuk datang ke pos pelayanan imunisasi/posyandu
- Membantu menyiapkan tempat pelaksanaan untuk penyuntikan dan ruang tunggu setelah penyuntikan
- Mengendalikan massa atau keramaian sasaran yang datang
- Mengatur jalannya pelayanan imunisasi
- Mencatat sasaran dan memberi tanda pada ujung bawah jari kelingking kiri dengan pen marker Gambar Pen marker
- Melaporkan pada petugas bila ditemukan kasus diduga KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi)
- Mengingatkan orang tua untuk melengkapi imunisasi rutin
PENYUNTIKAN AMAN
Pelaksanaan imunisasi harus bisa menjamin bahwa sasaran mendapatkan kekebalan, serta menghindarkan penyebaran penyakit terhadap petugas dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus diperhatikan beberapa hal dibawah ini:
- Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan imunisasi.
- Jangan menggunakan ADS dengan kemasan yang telah rusak atau telah melewati tanggal kadaluarsa.
- Jarum suntik habis pakai harus langsung dibuang ke safety box dengan tanpa menutup kembali jarum. Jangan meletakkan jarum suntik di atas meja atau di nampan setelah injeksi.
- Jangan mengisi safety box sampai terlalu penuh (hanya boleh diisi ¾)
- Safety box dibawa kembali ke Puskesmas untuk dimusnahkan.
- Pemusnahan safety box yang berisi jarum bekas dengan dikubur sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah atau menggunakan incinerator yang berizin atau melalui pihak ketiga.
- Vial vaksin terbuka dan sampah lain (kapas, plastic) dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus limbah medis atau kantong plastik biasa yang diberi tanda/ditulis “limbah medis” untuk selanjutnya dimusnahkan sesuai prosedur yang berlaku.
- Tenaga kesehatan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan penyuntikan.
MANAJEMEN LIMBAH
Setiap tempat pelayanan imunisasi harus disediakan safety box dengan jumlah yang cukup berdasarkan jumlah sasaran. Safety box harus diberi label dengan nama petugas, nama tempat pelayanan dan tanggal pelayanan. Semua ADS yang telah digunakan harus dimasukan ke dalam safety box. Jangan membuang sampah lainnya ke dalam safety box. Setelah safety box terisi penuh (3/4), safety box harus ditempatkan di tempat yang aman dengan kondisi tertutup. Limbah lainnya seperti vial vaksin, ampul pelarut, kapas dibuang ke dalam kantong plastik khusus limbah medis atau kantong plastik biasa yang diberi tanda/ditulis “limbah medis”. Limbah yang telah terkumpul tersebut kemudian diolah atau dimusnahkan.
1. Limbah Medis Infeksius Tajam
Ada beberapa alternatif dalam melakukan pengelolaan limbah infeksius tajam, yaitu :
• Bak beton
- Safety box beserta jarum bekas dimasukkan ke dalam bak beton.
- Model bak beton dengan ukuran lebar 2 x 2 meter minimal kedalaman mulai 1,5 meter, bak beton ini harus mempunyai penutup kuat dan aman
• Insinerator
- Safety box beserta jarum bekas dimasukkan ke dalam incinerator
- Model pembakaran dengan menggunakan Incinerator double Chamber dengan tujuan untuk menghindari asap yang keluar dari proses pembakaran insinerator
• Alternatif pengelolaan jarum
- Setelah melakukan penyuntikan, dilakukan pemisahan jarum dengan plastik syringe dengan menggunakan needle cutter atau needle burner. Jarum yang telah terpisah dari syringe dimasukan ke dalam encapsulation atau sharp pit.
- Alat pemisah antara jarum dengan plastik syringe dapat menggunakan alat
needle cutter atau needle destroyer
• Alternatif pengelolaan syringe
- Setelah dilakukan pemisahan antara jarum dengan plastik syringe, plastik syringe ditampung terlebih dahulu melalui bak penampung, selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan alat shredding. Plastik syringe yang telah hancur dimasukan ke dalam pit.
- Selain dimasukkan ke dalam pit, plastik syringe dapat juga didaur ulang (recycling).
- Syringe plastik yang sudah terpisah dari jarum, dicampur dan direndam dalam cairan Chlorine solution 0,5 % selama + 30 menit atau disterilisasi dengan sterilisator selama 20 menit, kemudian syringe plastik dicacah/dihancurkan sehingga menjadi bijih (butiran) plastik dan dapat didaur ulang.
2. Limbah Medis Infeksius Non Tajam
• Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) dapat dilakukan dengan mengeluarkan cairan vaksin dari dalam botol atau ampul, kemudian cairan vaksin tersebut didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank (tangki desinfeksi) untuk membunuh mikroorganisme yang terlibat dalam produksi. Limbah yang telah didesinfeksi dikirim atau dialirkan ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
• Sedangkan botol atau ampul yang telah kosong dikumpulkan ke dalam tempat sampah (kantong plastik) berwarna kuning selanjutnya diinsenerasi (dibakar dalam incinerator) atau menggunakan metode non insenerasi (al. autoclaving, microwave) dan dihancurkan.
Apabila sumber daya dan sarana tersedia maka pengolahan limbah ini dapat diserahkan pada pihak ketiga dengan perjanjian kerjasama (MoU).
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan kampanye imunisasi MR harus akurat, lengkap dan tepat waktu. Pencatatan kegiatan dilakukan terpisah dari kegiatan rutin, dan dilaporkan setiap hari. Pelaporan dilakukan berjenjang dan bertahap dari pos pelayanan hingga ke Pusat. Pencatatan dan pelaporan pada kegiatan ini adalah hasil cakupan dihitung berdasarkan data pusdatin maupun data pendataan sasaran, dan pemakaian logistik menggunakan formulir terlampir (Lampiran 7 – 10)
Alur pelaporan dapat dilihat pada skema di bawah ini::
PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI
PENGERTIAN
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi nasional termasuk vaksin MR untuk kampanye imunisasi MR sangat aman dan efektif, namun demikian seiring dengan meningkatnya jumlah vaksin yang diberikan, menurut Chen dkk (1994) akan muncul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
KIPI merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Pada saat imunisasi massal (kampanye) di mana dilakukan pemberian imunisasi dalam jumlah banyak pada kurun waktu tertentu, akan muncul jumlah laporan KIPI yang meningkat. Untuk itu persiapan kegiatan yang sistematik dan terencana baik harus dilakukan.
Kejadian ikutan pasca imunisasi diklasifikasikan serius menurut Uppsala Monitoring Centre (UMC) apabila kejadian medis akibat setiap dosis imunisasi yang diberikan, menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat inap dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa. Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI PADA KAMPANYE MR YANG MUNGKIN TERJADI DAN ANTISIPASINYA
1) Vaksin MR adalah vaksin yang sangat amat aman, namun seperti sifat setiap obat memiliki reaksi simpang. Reaksi simpang yang mungkin terjadi adalah reaksi lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan di lokasi suntikan dan reaksi sistemik berupa ruam atau rash, demam, dan malaise dan reaksi simpang tersebut akan sembuh dengan sendirinya. Reaksi alergi berat seperti reaksi anafilaksis dapat terjadi pada setiap orang terhadap setiap obat, kemungkinan tersebut dapat juga terjadi pada pemberian vaksin MR.
Berikut ini reaksi yang sering terjadi pada saat kampanye imunisasi MR:
Reaksi
|
Onset interval
|
Frekuensi kejadian (per jumlah
dosis)
|
Persentase reaksi
|
Nyeri ringan di lokasi suntikan
|
~ 24 jam
|
~1 per10
|
(~10%)
|
Demam ringan dan adenofati lokal
|
~ 24 jam
|
~1 per10
|
(~10%)
|
Demam > 39.4 C
|
7-12 hari
|
1 per 20
|
(5%)
|
Ruam atau rash
|
6-12 hari
|
~1 per 50
|
(~2%)
|
Kejang demam
|
7-10 hari
|
1 per 3,000
|
(~0.033%)
|
15-35 hari
|
1 per 30,000
|
(~0.0033%)
|
|
Reaksi anafilaksis
|
0-2 jam
|
~1 per 100,000
|
(~0.0001%)
|
Atralgia pada anak
|
7-21 hari
|
~1 per 33
|
0-3%
|
2) KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi, untuk itu persiapan sistem pelaksana imunisasi yang terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki pengetahuan cukup, trampil dalam melaksanakan imunisasi dan memiliki sikap profesional cukup sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksinal. Kepada semua jajaran yang masuk dalam sistem ini harus memahami petunjuk teknis yang diberikan.
3) KIPI terkait reaksi kecemasan mungkin terjadi. Reaksi kecemasan sering terjadi pada anak, dan kejadian dapat timbul karena target usia pada kampanye MR sampai dengan usia 15 tahun. Reaksi kecemasan yang mungkin timbul adalah pingsan yang gejalanya mirip reaksi anafilaksis, perbedaan yang harus diketahui petugas adalah tanda vital yang normal pada pingsan akibat reaksi kecemasan terhadap tindakan imunisasi/ suntikan.
4) KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Untuk itu penapisan status kesehatan anak yang akan diimunisasi harus dilakukan seoptimal mungkin. Apabila diperlukan catat data anak yang status kesehatannya meragukan, untuk digunakan sebagai kelengkapan data apabila kemungkinan terjadi KIPI.
MEKANISME PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI
Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah imunisasi. Selanjutnya Puskesmas menerima laporan KIPI dari masyarakat/orangtua/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk dilakukan pelacakan. Hasil pelacakan dilaporkan ke Pokja/Komda PP-KIPI dilakukan analisis kejadian, tindak lanjut kasus, seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 42/Menkes/SK//2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan imunisasi.
Diagram skema Penemuan Kasus KIPI sampai Pelaporan
Kejadian ikutan pasca imunisasi yang meresahkan dan menimbulkan perhatian berlebihan masyarakat, harus segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera dikirim langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI atau melalui WA grup Komda KIPI – Focal Point, email: komnasppkipi@gmail.com dan data_imunisasi@yahoo.com ; website: www.keamananvaksin.com.
Skema alur kegiatan pelaporan dan pelacakan KIPI, mulai dari penemuan KIPI di masyarakat kemudian dilaporkan dan dilacak hingga akhirnya dilaporkan pada Menteri Kesehatan seperti skema berikut:
Gambar diagram alur pelaporan dan pelacakan KIPI Serius
Dari gambar di atas masyarakat akan melaporkan adanya KIPI ke Puskesmas, UPS atau RS. Selanjutnya UPS akan melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan RS akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk kasus diduga KIPI serius maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran kasus diduga KIPI serius tersebut berkoordinasi dengan Pokja KIPI/Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau dengan Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian bila perlu dilakukan investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan Balai POM Provinsi serta melaporkan kedalam website keamanan vaksin untuk dilakukan kajian oleh Komite independen (Komnas dan/atau Komda PP-KIPI).
KURUN WAKTU PELAPORAN KIPI
Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan dengan keterangan rinci semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi yang merupakan kegiatan dari surveilans KIPI. Data yang diperoleh dipergunakan untuk menganalisis kasus dan mengambil kesimpulan. Pelaporan KIPI dilaksanakan secara bertahap dan bertingkat.
Pada keadaan KIPI yang menimbulkan perhatian berlebihan/meresahkan masyarakat atau laporan kasus yang masih membutuhkan kelengkapan data, maka laporan satu kasus KIPI dapat dilaporkan beberapa kali pada masing-masing tingkat pelaporan sampai laporan memenuhi kelengkapan tersebut.
Pelaporan dibuat secepatnya sehingga keputusan dapat dipakai untuk tindakan penanggulangan. Kurun waktu pelaporan dapat mengacu pada tabel di bawah ini.
Tabel kurun waktu pelaporan berdasarkan jenjang administrasi penerima laporan :
Jenjang Administrasi
|
Kurun waktu diterimanya laporan
|
Dinas Kesehatan Kabupaten
/Kota/Pokja KIPI
|
24 jam dari saat penemuan kasus
|
Dinas Kesehatan Provinsi/Komda
PP-KIPI
|
24 - 72 jam dari saat penemuan kasus
|
Sub Direktorat Imunisasi/Komnas
PP-KIPI
|
24
jam – 7 hari dari saat
penemuan kasus
|
Perbaikan mutu pelayanan diharapkan sebagai tindak lanjut dan umpan balik setelah didapatkan kesimpulan penyebab berdasarkan hasil investigasi kasus KIPI.
PELACAKAN KIPI
Pelacakan kasus diduga KIPI mengikuti standar prinsip pelacakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan kaidah pelacakan kasus, vaksin, teknik dan prosedur imunisasi serta melakukan perbaikan berdasarkan temuan yang didapat.
Tabel langkah-Langkah dalam Pelacakan KIPI :
Langkah
|
Tindakan
|
1) Pastikan informasi pada laporan
|
|
2) Lacak dan Kumpulkan data
|
Tentang pasien
Tentang kejadian
Tentang vaksin yang diduga menimbulkan KIPI:
Tentang kondisi anak lainnya yang mendapat vaksin
yang sama :
|
PENGENALAN DAN PENANGANAN ANAFILAKSIS
Reaksi anafilaksis adalah KIPI paling serius yang juga menjadi risiko pada setiap pemberian obat. Tatalaksananya harus cepat dan tepat mulai dari penegakkan diagnosis sampai pada terapinya di tempat kejadian, dan setelah stabil baru dipertimbangkan untuk dirujuk ke RS terdekat. Setiap petugas pelaksana imunisasi harus sudah kompeten dalam menangani reaksi anafilaksis.
Reaksi kecemasan karena suntikan berbeda dengan reaksi anafilaksis. Reaksi kecemasan dapat ringan sampai berat. Reaksi kecemasan ringan ditandai oleh ekspresi wajah yang penuh kecemasan dan pucat disertai gejala-gejala hiperventilasi, sakit kepala ringan, pusing, kesemutan di tangan dan sekitar mulut. Reaksi kecemasan lebih berat terjadi karena pasien menahan nafas, terutama terjadi pada anak lebih kecil, terlihat muka yang kemerahan dan sianosis. Keadaan ini dapat berakhir dengan penurunan kesadaran, bersamaan dengan dimulainya lagi usaha bernafas. Reaksi kecemasan lebih berat dapat sampai pingsan. Selama pingsan, seseorang tiba-tiba akan menjadi pucat, hilang kesadaran dan jatuh lemas ke bawah. Pingsan kadang-kadang diikuti oleh gerakan seperti kejang klonik singkat (gerak sentakan ritmik/ berirama dari anggota badan), apabila anggota badan yang bergerak ditahan gerakan akan berhenti dan keadaan ini tidak membutuhkan penanganan yang spesifik. Pingsan relatif sering terjadi setelah imunisasi pada remaja dan dewasa, tetapi jarang pada anak kecil. Bisa ditangani secara sederhana dengan membaringkan penderita secara terlentang. Pemulihan kesadaran terjadi dalam satu atau dua menit, tetapi penderita mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk pemulihan penuh. Tanda utama pada keadaan pingsan karena reaksi kecemasan adalah tanda vital seperti frekuensi jantung, kuat nadi, isi kapiler dan frekuensi napas normal.
Reaksi anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas generalisata atau sistemik yang terjadi dengan cepat (umumnya 5-30 menit sesudah suntikan) serius dan mengancam jiwa. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat.
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaktik berbeda-beda sesuai dengan berat-ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.
Reaksi anafilaksis biasanya melibatkan beberapa sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit) juga dapat terjadi.
Tanda awal anafilaksis adalah kemerahan (eritema) menyeluruh dan gatal (urtikaria) dengan obstruksi jalan nafas atas dan/atau bawah. Pada kasus berat dapat terjadi keadaan lemas, pucat, hilang kesadaran dan hipotensi. Petugas sebaiknya dapat mengenali tanda dan gejala anafilaksis. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul, makin berat keadaan penderita.
Penurunan kesadaran jarang sebagai manifestasi tunggal anafilaksis, ini hanya terjadi sebagai suatu kejadian lambat pada kasus berat. Denyut nadi sentral yang kuat (contoh: karotis) tetap ada pada keadaan pingsan, tetapi tidak pada keadaan anafilaksis.
Gejala anafilaksis dapat terjadi segera setelah pemberian imunisasi (reaksi cepat) atau lambat seperti diuraikan dalam tabel berikut ini:
Tabel tanda dan gejala Anafilaktik :
Perjalanan Klinis
|
Tanda dan gejala anafilaksis
|
Cepat,
tanda peringatan awal
|
|
Lambat, gejala mengancam jiwa
|
|
Sekali diagnosis ditegakkan, maka harus diingat bahwa pasien berpotensi untuk menjadi fatal tanpa menghiraukan berat ringannya gejala yang muncul. Mulai tangani pasien dengan cepat dan pada saat yang sama buat rencana untuk merujuk pasien ke rumah sakit dengan cepat. Pemberian adrenalin (ephinephrin) akan merangsang jantung dan melonggarkan spasme pada saluran nafas serta mengurangi edema dan urtikaria. Tetapi adrenalin dapat menyebabkan denyut jantung tidak teratur, gagal jantung (heart failure), hipertensi berat dan nekrosis jaringan jika dosis yang dipergunakan tidak tepat.
Petugas harus terlatih dalam penanganan anafilaksis, memiliki kesiapan kit anafilaktik yang lengkap untuk tatalaksana reaksi anafilaktik dan memiliki akses yang cepat untuk merujuk pasien.
Langkah-langkah awal penanganan:
a. Airway: membebaskan jalan nafas. Jika pasien tidak sadar, tempatkan pasien pada posisi tidur terlentang atau berbaring dengan leher hiperekstensi dan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi). Yakinkan jalan nafas lancar dengan menghisap lendir (suction), tahan lidah agar tidak jatuh ke belakang.
b. Breathing: berikan oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal kanul
c. Circulation: Nilai frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan. Kemudian mulai lakukan resusitasi kardiopulmonal sesuai keadaan.
d. Drug:
- Berikan adrenalin 1:1000 (0,2 ml untuk anak usia < 6 tahun) secara intramuskular pada paha yang berlawanan dengan lokasi penyuntikan. Adrenalin dapat diulangi 5-15 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan karena lama kerja adrenalin cukup singkat.
- Beri setengah dosis tambahan di sekitar lokasi suntikan (untuk memperlambat absorsi antigen)
e. Jika pasien sadar sesudah pemberian adrenalin, letakkan kepalanya lebih rendah dari pada kaki dan jaga pasien dengan suhu tetap hangat
f. Kemudian pasang infus dengan menggunakan cairan NaCl 0,9 % berikan dosis pemeliharaan (maintenance) sebanyak 80 - 100 ml/kg BB/24 jam, maksimal cairan yang diberikan 1.500 ml/24 jam. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
g. Jangan meninggalkan pasien sendirian. Setelah suntikan pertama adrenalin atau sesegera mungkin panggil tenaga kesehatan lain yang ada kemudian panggil ambulan atau alat angkutan untuk transportasi ke RS rujukan terdekat.
h. Lihat respon bayi atau anak. Jika ada perbaikan maka bayi atau anak akan kembali sadar, aktif, menangis dan denyut nadi teraba kuat. Jika kondisi pasien tidak ada perbaikan dalam 5-15 menit setelah suntikan pertama, ulangi pemberian dosis adrenalin, sampai maksimum total tiga dosis. Penyembuhan syok anafilaksis umumnya cepat sesudah pemberian adrenalin.
i. Catat tanda-tanda vital (kesadaran, frekuensi denyut jantung, frekuensi pernafasan, denyut nadi) setiap waktu dan catat dosis setiap pengobatan yang diberikan. Yakinkan catatan detail tersebut juga dibawa bersama pasien ketika dirujuk.
j. Tandai catatan imunisasi dengan jelas, sehingga anak tersebut tidak boleh lagi mendapatkan jenis vaksin tersebut
Isi dari Kit emergency anafilaksis
terdiri dari :
|
Algoritme penanganan syok anafilaktik pasca imunisasi terdapat pada bagan di bawah ini:
Keterangan algoritme:
*1 : Keadaan yang mengancam
jiwa:
|
*2 : Epinefrin (berikan secara IM)
Dosis epinefrin 1:1000 adalah 0,01 mg/kg BB secara
IM (diulang setiap 5 - 15 menit apabila tidak ada perbaikan)
Maksimal dosis 0,3 ml per kali pemberian
|
*3 : Cairan
infus IV:Anak: NaCl 0,9% atau RL 20 ml/kgBB
|
Rencana Tindak Lanjut
- Mencatat penyebab reaksi anafilaktik di rekam medis serta memberitahukan kepada pasien dan keluarga
- Jangan memberikan vaksin yang sama pada imunisasi berikutnya
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program imunisasi merupakan komponen yang sangat penting, yang dilakukan untuk menilai apakah kegiatan yang dilakukan dilaksanakan dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Monitoring dan evaluasi ditujukan pada setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan (termasuk di dalamnya adalah hasil cakupan) dan dampak.
Dalam kegiatan kampanye imunisasi MR, monitoring dan evaluasi ditujukan pada pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui hasil dibandingkan dengan target atau standar yang ditetapkan. Kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan saat atau setelah pelaksanaan kampanye imunisasi MR, dengan menggunakan format RCA (Rapid Convenience Assessment) atau format penilaian cepat dan format laporan hasil.
Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan seperti cakupan di masing-masing wilayah, pemakaian logistik dan masalah- masalah yang dihadapi saat pelaksanaan, termasuk identifikasi kasus KIPI yang terjadi serta aspek-aspek penyebabnya. Semakin cepat monitoring dan evaluasi dilakukan, maka semakin cepat tindak lanjut perbaikan dapat dilakukan.
Evaluasi dampak dilakukan dalam rangka mengetahui dampak kegiatan kampanye terhadap penurunan kasus campak dan rubella. Evaluasi dapat dilakukan melalui laporan mingguan surveilans (W1), laporan bulanan penyakit (LB) atau kajian kasus KLB campak- rubella dengan konfirmasi laboratorium.
Dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kampanye MR, harus memperhatikan pengelompokkan sasaran. Hal ini perlu dilakukan mengingat rentang usia sasaran yang sangat besar yaitu usia 9 bulan sampai dengan < 15 tahun. Oleh karena itu, formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan yaitu: 9 bulan-6 tahun (termasuk PAUD dan TK), 7-12 tahun (SD/MI/sederajat) dan 13 -<15 tahun (SMP/MTs/sederajat). Pembagian kelompok umur ini dilakukan berdasarkan karakteristik sasaran.
Pelaksanaan RCA ditujukan pada 20 rumah yang memiliki sasaran usia 9 bulan -
<15 tahun.
PERTEMUAN EVALUASI
Pertemuan evaluasi pasca pelaksanaan kampanye MR bertujuan untuk mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan, seperti cakupan masing-masing wilayah, pemanfaatan logistik dan masalah-masalah yang dijumpai saat pelaksanaan. Pada pertemuan evaluasi pasca kampanye imunisasi MR juga diidentifikasi kasus-kasus KIPI yang terjadi serta aspek-aspek yang menyebabkan terjadinya KIPI tersebut. Hasil pertemuan evaluasi dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak lanjut dalam penguatan imunisasi rutin.
EVALUASI DAMPAK
Evaluasi dampak bertujuan untuk mengetahui dampak kampanye imunisasi MR terhadap penurunan kasus penyakit campak dan rubella.
Evaluasi dapat dilakukan melalui:
- Pengkajian kasus campak dan rubella mingguan dengan memanfaatkan laporan mingguan sistim pelaporan surveilans (W2)
- Laporan bulanan penyakit tertentu (LB)
- Kajian KLB campak dan rubella yang terjadi di wilayah kerja. Kasus campak dan rubella memerlukan konfirmasi laboratorium untuk memastikan KLB yang terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI CAMPAK DAN RUBELLA
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Manusia diperkirakan satu- satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penularan.
Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih 20 juta orang di dunia terkena campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang sebagian besar adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi, sehingga pada tahun 2012 kematian akibat campak telah mengalami penurunan sebesar 78% secara global.
Gambar negara dengan kasus campak terbesar di dunia |
Penyebab rubella adalah togavirus jenis rubivirus dan termasuk golongan virus RNA. Virus rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Virus tersebut dapat melalui sawar plasenta sehingga menginfeksi janin dan dapat mengakibatkan abortus atau Congenital Rubella Syndrome (CRS).
Penyakit rubella ditularkan melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Virus dapat berkembang biak di nasofaring dan kelenjar getah bening regional, dan viremia terjadi pada 4 – 7 hari setelah virus masuk tubuh. Masa penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 7 hari setelah rash.
Masa inkubasi rubella berkisar antara 14 – 21 hari. Gejala dan tanda rubella ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak merah/rash makulopapuler disertai pembesaran kelenjar limfe di belakang telinga, leher belakang dan sub occipital.
Konfirmasi laboratorium dilakukan untuk diagnosis pasti rubella dengan melakukan pemeriksaan serologis atau virologis. IgM rubella biasanya mulai muncul pada 4 hari setelah rash dan setelah 8 minggu akan menurun dan tidak terdeteksi lagi, dan IgG mulai muncul dalam 14-18 hari setelah infeksi dan puncaknya pada 4 minggu kemudian dan umumnya menetap seumur hidup. Virus rubella dapat diisolasi dari sampel darah, mukosa hidung, swab tenggorok, urin atau cairan serebrospinal. Virus di faring dapat diisolasi mulai 1 minggu sebelum hingga 2 minggu setelah rash.
Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan. Sedangkan rubella pada wanita dewasa sering menimbulkan arthritis atau arthralgia. Rubella pada wanita hamil terutama pada kehamilan trimester 1 dapat mengakibatkan abortus atau bayi lahir dengan CRS.
Bentuk kelainan pada CRS :
1. Kelainan jantung :
- Patent ductus arteriosus
- Defek septum atrial
- Defek septum ventrikel
- Stenosis katup pulmonal
2. Kelainan pada mata :
- Katarak kongenital
- Glaukoma kongenital
- Pigmentary Retinopati
3. Kelainan pendengaran
4. Kelainan pada sistim saraf pusat :
- Retardasi mental
- Mikrocephalia
- Meningoensefalitis
5. Kelainan lain :
- Purpura
- Splenomegali
- Ikterik yang muncul dalam 24 jam setelah lahir
- Radioluscent bone
GAMBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN RUBELLA SERTA CRS DI INDONESIA
Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect campak dan dari hasil konfirmasi laboratorium, 12 – 39% diantaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangkan 16 – 43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan Surveilans yang masih rendah.
Pada tahun 2015-2016, 13 RS sentinel CRS melaporkan 226 kasus CRS yang terdiri dari 83 kasus pasti dan 143 kasus klinis. Dari 83 kasus pasti (lab confirmed) yang dilaporkan, 77% menderita kelainan jantung, 67,5% menderita katarak dan dan 47 % menderita ketulian.
HASIL COST BENEFIT ANALYSIS STUDI RUBELLA DI INDONESIA
Hasil study cost benefit analysis yang dilakukan oleh Prof.Soewarta Koesen, Badan Litbangkes tahun 2015, tentang estimasi cost-effectiveness introduksi vaksin Rubella (Measles-Rubella/MR vaccine) ke dalam program imunisasi rutin nasional sebagai berikut:
- Diperkirakan insiden CRS per tahun 0,2 / 1000 bayi lahir hidup. Tahun 2015 : 979 kasus CRS baru (dari 4.89 juta bayi lahir hidup)
- Kerugian makroekonomi diperkirakan Rp1.09 triliun.
- Cost per DALY imunisasi Measles-Rubella dibandingkan dengan tidak imunisasi sebesar Rp 26.598.238,-
- Vaksinasi MR sangat cost effective (kurang dari 1 GDP per capita).
GAMBARAN IMUNISASI CAMPAK DI INDONESIA
Dari gambaran tabel diatas menunjukkan adanya penurunan cakupan imunisasi campak tahun 2014 dan 2015 dan angka insiden campak cenderung meningkat. Selain itu persentase kabupaten yang mempunyai cakupan campak dosis pertama >95% cenderung menurun dari 45% tahun 2013 menjadi 28% tahun 2015. Kegiatan kampanye imunisasi MR adalah kesempatan yang sangat penting untuk menutupi kesenjangan diatas sehingga tidak ada daerah kantong yang akan menjadi sumber penularan. Dengan cakupan yang tinggi dan merata minimal 95% akan terbentuk herd immunity dan memutus rantai penularan campak dan rubella.
REKOMENDASI INTRODUKSI VAKSIN RUBELLA
WHO position paper on rubella vaccines tahun 2011 merekomendasikan bahwa semua negara yang belum mengintroduksikan vaksin rubella dan telah menggunakan 2 dosis vaksin campak dalam program imunisasi rutin seharusnya memasukkan vaksin rubella dalam program imunisasi rutin.
Vaksin rubella tersedia dalam bentuk monovalent maupun kombinasi dengan vaksin virus yang lain misalnya dengan campak (Measles Rubella/MR) atau dengan campak dan parotitis (Measles Mumps Rubella/MMR). Semua vaksin rubella dapat menimbulkan serokonversi sebesar 95% atau lebih setelah pemberian satu dosis vaksin dan efikasi vaksin diperkirakan sekitar 90% - 100%.
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga telah mengeluarkan rekomendasi pada tanggal 11 Januari 2016 untuk mengintegrasikan vaksin rubella ke dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan angka kejadian rubella dan Congenital Rubella Syndrome.
PENGENALAN VAKSIN MR
Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial.
Setiap dosis vaksin MR mengandung:
- 1000 CCID50 virus campak
- 1000 CCID50 virus rubella
Gambar Manfaat Vaksin MR (gangguan kesehatan yang dapat dicegah) |
Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan.
Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan.
Pada tutup vial vaksin terdapat indikator paparan suhu panas berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin dengan VVM kondisi A atau B.
Kontraindikasi:
- Individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan radioterapi
- Wanita hamil
- Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya
- Kelainan fungsi ginjal berat
- Decompensatio cordis
- Setelah pemberian gamma globulin atau transfusi darah
- Riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn)
Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut:
- Demam
- Batuk pilek
- Diare
PERSIAPAN KAMPANYE IMUNISASI MR
TUJUAN KAMPANYE IMUNISASI MR
Tujuan pelaksanaan kampanye imunisasi MR ini adalah untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/CRS (Congenital Rubella Syndrom) tahun 2020.
Tujuan khusus :
- Meningkatkan kekebalan masyarakat terhadap campak dan rubella secara cepat
- Memutuskan transmisi virus campak dan rubella
- Menurunkan angka kesakitan campak dan rubella
- Menurunkan angka kejadian CRS
SASARAN KEGIATAN
Sasaran pelaksanaan kegiatan kampanye imunisasi MR adalah seluruh anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun yang totalnya berjumlah sekitar 66.859.112 anak di seluruh Indonesia. Imunisasi MR diberikan tanpa melihat status imunisasi maupun riwayat penyakit campak dan rubella sebelumnya.
TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
TEMPAT PELAKSANAAN
Kampanye imunisasi MR dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia (34 provinsi). Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat, Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
WAKTU DAN PERIODE PELAKSANAAN KAMPANYE
Pelaksanaan kampanye imunisasi MR dibagi ke dalam 2 fase. Fase pertama dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2017 di seluruh Jawa, fase kedua dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2018 di seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Kampanye imunisasi MR dilaksanakan dalam waktu dua bulan penuh di masing- masing daerah termasuk sweeping. Kegiatan sweeping dilakukan untuk menjangkau sasaran yang belum diberikan imunisasi karena sakit, sedang bepergian, orang tua sibuk, tidak mengetahui mengenai adanya kampanye imunisasi MR maupun alasan lainnya.
STRATEGI PELAKSANAAN
Target cakupan kampanye imunisasi MR adalah minimal 95%. Untuk itu diperlukan strategi agar berhasil mencapai target yang diharapkan.
Pelaksanaan kampanye imunisasi MR dibagi menjadi 2 tahap :
- Tahap pertama pemberian imunisasi MR di seluruh sekolah yang terdiri dari sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, SD/MI/sederajat, SDLB dan SMP/MTs/sederajat dan SMPLB. Sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi MR dilaksanakan, perlu melibatkan Tim Pembina UKS (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kanwil Kemenag, Pemda) untuk koordinasi pelaksanaan kegiatan imunisasi MR di sekolah.
- Tahap kedua pemberian imunisasi untuk anak-anak di luar sekolah usia 9 bulan – <15 tahun di pos-pos pelayanan imunisasi seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Alasan utama pemberian imunisasi di sekolah lebih dahulu yaitu lebih mudah dilakukan karena sasaran sudah terkumpul dan anak yang belum mendapatkan imunisasi lebih mudah diidentifikasi dan ditindaklanjuti. Setelah pemberian imunisasi di sekolah- sekolah selesai, maka dilanjutkan dengan pemberian imunisasi di pos-pos pelayanan imunisasi lainnya.
Kegiatan ini harus dilaksanakan berdasarkan pada mikroplaning yang telah disusun sebelumnya. Daftar anak-anak yang menjadi sasaran harus sudah tersedia sebelum dilaksanakan pelayanan imunisasi, namun setiap petugas kesehatan maupun kader yang bertugas harus memahami bahwa setiap anak (usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun) yang datang ke pos pelayanan imunisasi untuk mendapatkan imunisasi MR harus diberikan imunisasi MR, meskipun anak tersebut tidak masuk ke dalam daftar sasaran yang telah disiapkan.
Kampanye MR harus dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan Imunisasi baik cakupan maupun kualitas dan meningkatkan pemerataan pelayanan. Kegiatan kampanye MR dapat digunakan sebagai kesempatan untuk:
- Meningkatkan kesadaran masyarakat dan kerjasama dengan sektor swasta tentang pentingnya Imunisasi rutin dan lanjutan.
- Meningkatkan kerjasama dengan swasta dan partner dalam kegiatan persiapan, pelaksanaan dan evaluasi (NGO, program berbasis masyarakat, media, institusi budaya, pimpinan masyarakat dan agama, sekolah, humanitarian dan sukarelawan) serta kerjasama dengan mereka untuk membantu program rutin setelah selesai kegiatan Imunisasi tambahan.
- Melakukan skrining anak yang belum lengkap imunisasinya untuk segera dilengkapi saat kegiatan Imunisasi tambahan MR.
- Pada saat pendataan sasaran kampanye MR, juga dimanfaatkan untuk mendata anak yang belum mendapat Imunisasi lengkap, untuk dilengkapi pada saat yang sama atau pada kunjungan berikutnya.
- Kegiatan Imunisasi tambahan MR tidak boleh mengganggu pelaksanaan Imunisasi rutin.
Jika cakupan imunisasi rubella baik pada saat kampanye maupun rutin tidak mencapai target minimal 95% maka dapat menyebabkan peningkatan kerentanan wanita usia subur, yang dapat meningkatkan risiko CRS (efek paradoks). Dengan cakupan yang tinggi dan merata dapat menurunkan atau memutuskan transmisi rubella sehingga menurunkan risiko paparan rubella pada wanita hamil.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan kegiatan kampanye imunisasi MR ini bersumber dari APBN (Dekonsentrasi, DAK non fisik/BOK), APBD dan sumber lain yang sah.
MIKROPLANING
Dalam penyusunan mikroplaning dibutuhkan data-data sebagai berikut:
- Jumlah sasaran, yaitu anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun yang ada di wilayah kerja masing-masing.
- Peta wilayah kerja, yang memuat informasi mengenai batas-batas wilayah, kondisi geografis (wilayah yang mudah dijangkau dan sulit dijangkau), dan lokasi pos atau fasilitas pelayanan imunisasi yang sudah ada seperti sekolah, Posyandu, Rumah Sakit, Klinik Dokter Praktik Swasta, Klinik Bidan Praktik Swasta, serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
- Buatlah prioritas wilayah dengan mempertimbangakan hal hal sebagai berikut :(a) Wilayah dengan populasi besar. (b) Wilayah dengan cakupan yang rendah. (c)Wilayah kumuh dan padat. (d) Wilayah dengan KLB campak pada tahun sebelumnya. (e) Wilayah sulit dijangkau baik geografis maupun budaya.
- Inventarisasi peralatan rantai dingin, jumlah dan kondisi cold chain (untuk penyimpanan dan distribusi vaksin) yang ada saat ini, serta kekurangannya di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas, serta upaya mengatasi jika terjadi kekurangan.
- Daftar sekolah berdasarkan nama, yang terdiri dari sekolah PAUD, Taman Kanak- kanak, serta SD/MI/sederajat, SDLB dan SMP/MTs/sederajat dan SMPLB, baik negeri/pemerintah maupun swasta.
- Jumlah pos pelayanan imunisasi, yaitu Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit, sekolah-sekolah, serta pos pelayanan imunisasi tambahan termasuk fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh LSM dan fasilitas pelayanan kesehatan swasta lainnya.
- Jumlah tenaga vaksinator yang tersedia, yang terdiri dari dokter,bidan, dan perawat.
- Jumlah tenaga pengawas/supervisor
- Jumlah tenaga guru yang dibutuhkan
- Jumlah tenaga kader yang tersedia
- Jumlah tenaga medis yang tersedia untuk melakukan penanganan apabila terjadi kasus KIPI, baik dokter pemerintah (PNS) maupun swasta.
- Jumlah Rumah Sakit rujukan untuk menangani kasus KIPI.
Mikroplaning disusun bersama oleh pengelola program imunisasi, penanggung jawab kegiatan kampanye imunisasi MR beserta pengelola program lain yang terkait. Hal- hal yang perlu didiskusikan dan disepakati bersama yaitu:
- Penetapan jumlah pos pelayanan imunisasi yang akan dibuka dan dimana saja lokasinya.
- Jumlah tenaga pelaksana imunisasi dan supervisor yang tersedia, berapa jumlah tenaga vaksinator dan supervisor yang masih dibutuhkan dan solusi apa yang akan diambil apabila jumlah yang tersedia masih kurang.
- Jumlah guru yang dibutuhkan (guru UKS dan wali kelas)
- Jumlah tenaga kader yang tersedia, berapa jumlah tenaga kader yang dibutuhkan dan solusi apa yang akan diambil apabila jumlah yang tersedia masih kurang.
- Rencana waktu pelaksanaan pelayanan imunisasi, terutama di daerah perkotaan, termasuk membuka pos pelayanan imunisasi pada sore hari untuk menjangkau anak- anak yang ibu/orang tua nya bekerja yang tidak dapat membawa anaknya ke pos pelayanan imunisasi pada siang hari.
- Rencana khusus untuk menjangkau anak-anak yang tidak datang ke pelayanan imunisasi karena sedang sakit, bepergian, anak usia sekolah yang termasuk dalam sasaran yang tidak bersekolah maupun sudah menikah ataupun alasan lainnya.
- Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan pelatihan bagi petugas kesehatan, kader dan guru, sosialisasi kepada lintas program dan lintas sektor, komite sekolah serta pertemuan koordinasi lainnya.
- Estimasi kebutuhan vaksin dan logistik lainnya serta rencana pendistribusiannya
- Rencana pengolahan limbah medis
- Rencana penanganan dan penatalaksanaan kasus KIPI
PERHITUNGAN DAN PENDATAAN SASARAN
a. Perhitungan Estimasi Sasaran
Jumlah estimasi sasaran dihitung berdasarkan data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan tahun 2015-2019 (Kepmenkes Nomor HK.02.02/Menkes/117/2015) kelompok umur 0-14 tahun dikurangi 75% dari Surviving Infant tahun pelaksanaan kampanye. Estimasi sasaran ini dibutuhkan untuk menghitung kebutuhan logistik.
Contoh penghitungan : Wilayah A
X = jumlah anak kelompok 0-14 tahun
Y = jumlah surviving infant
b. Pendataan Sasaran
Tiga atau empat minggu sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi MR dimulai, pengelola imunisasi provinsi/kabupaten/kota meminta data anak sekolah melalui Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama sebagai data sasaran. Data ini kemudian dikonfirmasi oleh petugas Puskesmas dengan mendatangi sekolah untuk mendapat daftar murid dan tanggal lahir dari Kepala Sekolah/guru.
Petugas puskesmas dibantu oleh kader melakukan kunjungan rumah ke rumah untuk mendata seluruh sasaran (usia 9 bulan s.d <15 tahun) khususnya anak-anak balita yang belum masuk usia sekolah dan/atau anak-anak usia sekolah namun tidak bersekolah.
Selagi mendata, minta orang tua agar membawa anaknya untuk diberikan imunisasi MR di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan. Bagi orang tua dari anak usia sekolah, diingatkan agar anaknya datang ke sekolah pada hari dimana akan dilaksanakan pemberian imunisasi MR. Kepada orang tua dari anak usia sekolah namun tidak bersekolah agar dapat membawa anaknya ke pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yang terdekat dari tempat tinggalnya.
PERHITUNGAN KEBUTUHAN VAKSIN DAN LOGISTIK
Cara perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik dalam rangka pelaksanaan kampanye imunisasi MR :
Atau : Kebutuhan vaksin MR (10 dosis per vial) = (Jumlah sasaran x jumlah pemberian x target cakupan) dibagi IP vaksin campak tahun lalu
Keterangan : Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota kebutuhan vaksin ditambahkan 5% sebagai cadangan
Keterangan : Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota kebutuhan vaksin ditambahkan 5% sebagai cadangan
Kebutuhan ADS 5 ml = Jumlah total vaksin MR
Kebutuhan ADS 0,5 ml = Jumlah total sasaran kampanye imunisasi MR + 5 % sebagai cadangan
Keterangan : safety box isi 100 syringe
Keberhasilan pelaksanaan kampanye imunisasi MR sangat bergantung pada perencanaan ketersediaan vaksin dan logistik yang baik, yaitu:
Keberhasilan pelaksanaan kampanye imunisasi MR sangat bergantung pada perencanaan ketersediaan vaksin dan logistik yang baik, yaitu:
- Penyusunan rencana distribusi yang detail yang menjelaskan kapan dan bagaimana vaksin dan logistik didistribusikan ke setiap tingkatan administrasi : dari provinsi ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke puskesmas dan dari puskesmas ke pos pelayanan imunisasi
- Penyusunan rencana khusus untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau
- Pastikan vial vaksin sisa pelayanan yang belum dibuka diberi tanda dan dikembalikan ke puskesmas untuk kemudian didahulukan penggunaannya pada esok harinya di pos pelayanan imunisasi.
Dalam menghitung kebutuhan vaksin perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Menghitung kebutuhan vaksin campak harus mempertimbangkan sisa stok sampai pelaksanaan kampanye imunisasi MR, dengan tetap memperhatikan masa kadaluarsa dan VVM.
- Optimalkan penggunaan vaksin campak untuk pelayanan imunisasi rutin sebelum dilaksanakannya kampanye imunisasi MR. Vaksin dengan VVM B harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa kadaluarsanya masih panjang.
PERHITUNGAN TENAGA PELAKSANA
Kebutuhan tenaga pelaksana bervariasi pada setiap pos pelayanan, dapat dihitung dengan pendekatan jumlah pos pelayanan imunisasi dibagi dengan jumlah sasaran:
- Satu orang tenaga kesehatan diperkirakan mampu memberikan pelayanan suntikan imunisasi MR pada maksimal 100 - 125 sasaran per hari.
- Setiap pos pelayanan dibantu oleh kurang lebih 3 orang kader/guru yang bertugas untuk: (1) menggerakkan sasaran/orangtua untuk datang ke pos pelayanan imunisasi, (2) mengatur alur pelayanan imunisasi di pos pelayanan (3) mencatat hasil imunisasi, dan (4) memberi tanda/marker pada kuku jari kelingking kiri anak yang sudah mendapat imunisasi.
- Setiap 3-5 pos pelayanan imunisasi dikoordinir oleh satu orang supervisor untuk memastikan pelaksanaan kampanye imunisasi MR berjalan dengan baik. Supervisor juga bertugas memantau kecukupan logistik dan KIPI.
Perlu diinventarisasi juga tenaga yang dapat membantu pelaksanaan di pos pelayanan seperti:
- Tenaga kesehatan (Perawat, Bidan dan Dokter ) yang ada di unit pelayanan swasta dan RS untuk melakukan penyuntikan.
- Tenaga kesehatan yang sedang tugas belajar di sekolah-sekolah (Akper, akademi keperawatan, Akbid, akademi kebidanan dan Fakultas Kedokteran) untuk membantu pelayanan selain penyuntikan.
PEMETAAN DAN PENYUSUNAN JADWAL KEGIATAN
Sebelum menyusun jadwal kegiatan, petugas perlu mengetahui wilayah kerjanya dengan baik. Kabupaten/Kota harus menginventarisasi daerah (kecamatan, puskesmas, dan desa termasuk sekolah) di wilayahnya berdasarkan tingkat kesulitannya. Hal ini akan membantu dalam menentukan strategi pelaksanaan sehingga semua sasaran dapat dijangkau. Setelah dilakukan pemetaan, tentukan tanggal dan lamanya pelaksanaan tiap puskesmas serta petugas kabupaten yang bertanggung jawab sebagai supervisor dan nama-nama tim per pos pelayanan imunisasi.
PELATIHAN
Sasaran kegiatan pelatihan di tingkat :
- Provinsi yaitu TP UKS, petugas pengelola program imunisasi, petugas pengelola program kesehatan keluarga dan petugas pengelola vaksin tingkat kabupaten/kota
- Kabupaten/kota adalah TP UKS, petugas pengelola program imunisasi, petugas pengelola program kesehatan keluarga dan petugas pengelola vaksin tingkat puskesmas
- Puskesmas yaitu para petugas kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat yang ditunjuk sebagai vaksinator pada pelaksanaan kampanye imunisasi MR, kader, kepala sekolah dan guru serta petugas pendukung lainnya.
Materi pelatihan meliputi:
- Tujuan dan strategi pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Waktu pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Kelompok usia sasaran
- Penyusunan mikroplaning, meliputi perhitungan dan pendataan sasaran, perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik, perhitungan tenaga pelaksana, serta pemetaan dan penyusunan jadwal kegiatan
- Pengelolaan vaksin dan rantai dingin vaksin
- Penyelenggaraan pelayanan di pos pelayanan imunisasi, termasuk cara melarutkan vaksin MR
- Teknik penyuntikan yang aman
- Pengelolaan limbah medis imunisasi
- Keamanan vaksin MR
- Pencatatan dan pelaporan hasil pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Pencatatan dan pelaporan KIPI
- Monitoring dan supervisi pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Penggerakan masyarakat dalam rangka kampanye imunisasi MR
PEMBENTUKAN PANITIA/KOMITE/KELOMPOK KERJA
PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI MR TINGKAT PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
Pelaksanaan kampanye imunisasi MR membutuhkan upaya total dari seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga perlu dibentuk suatu Panitia/Komite/Kelompok Kerja yang akan bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses pelaksanaan kampanye imunisasi MR di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
Panitia/Komite/Kelompok Kerja ini bertugas untuk merencanakan, mengelola, dan memantau seluruh kegiatan dalam rangka pelaksanaan kampanye imunisasi MR. Tim ini beranggotakan perwakilan dari lintas program dan lintas sektor terkait serta organisasi profesi dan organisasi masyarakat yang dibagi ke dalam lima bidang yaitu bidang perencanaan, logistik, pelaksanaan, komunikasi serta monitoring dan evaluasi.
POKJA ini dapat dibentuk dari POKJA terkait imunisasi yang sudah ada sebelumnya dengan memperluas tugas-tugas sesuai dengan tujuan kampanye imunisasi MR.
Tugas dan tanggung jawab Panitia/Komite/Kelompok Kerja per bidang yaitu sebagai berikut:
1. Bidang Perencanaan
- Melakukan analisis situasi meliputi sasaran, tenaga, sarana-prasarana yang dibutuhkan dan kondisi geografis
- Menyusun rencana anggaran pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Menyusun rencana dan jadwal kegiatan pelaksanaan kampanye imunisasi MR
2. Bidang Logistik
- Menyusun perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik
- Melakukan koordinasi dan pemantauan dalam rangka distribusi (pengambilan atau pengiriman) vaksin MR
3. Bidang Pelaksanaan
- Melaksanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Melaksanakan kegiatan pelatihan pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lintas program dan lintas sektor
4. Bidang Komunikasi
- Menyusun dan mengkaji materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kampanye imunisasi MR
- Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan media dalam rangka publikasi kegiatan kampanye imunisasi MR
- Melakukan dokumentasi kegiatan
5. Bidang Monitoring dan Evaluasi
- Melakukan pemantauan pra-pelaksanaan dan proses pelaksanaan kampanye imunisasi MR
- Mengumpulkan data, melakukan analisa hasil kegiatan kampanye imunisasi MR dan membuat umpan balik.
PROMOSI KESEHATAN
ADVOKASI
Upaya advokasi dilakukan dalam rangka menggalang komitmen, dukungan yang konkrit serta partisipasi aktif dari pemimpin daerah tingkat provinsi (gubernur), pemimpin daerah tingkat kabupaten/kota (bupati/walikota) dan pimpinan serta anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota, para pembuat keputusan dari lintas sektor terkait (seperti Dinas Pendidikan, Kanwil Kementerian Agama, dll), tokoh masyarakat, tokoh agama, para ketua organisasi profesi, organisasi masyarakat, para pimpinan media cetak dan elektronik lokal, serta pihak lainnya seperti LSM kesehatan.
Pertemuan-pertemuan advokasi dalam rangka menggalang komitmen, dukungan yang konkrit serta partisipasi aktif dari seluruh pihak terkait (pimpinan daerah, sekolah, tokoh agama, tokoh masyarakat, ketua TP PKK, organisasi masyarakat seperti Aisyiyah, Muslimat NU, Perdhaki dan organisasi keagamaan lainnya) dilaksanakan baik di provinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas. Pada saat pertemuan dijelaskan mengenai tujuan dilaksanakannya kampanye imunisasi MR dan materi/informasi terkait pelaksanaannya pun diberikan kepada seluruh peserta yang hadir. Kegiatan pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan sebelum dilakukan penyusunan mikroplaning.
PENGGERAKAN/MOBILISASI MASYARAKAT
Upaya penggerakan masyarakat dilakukan melalui strategi komunikasi interpersonal yang baik, didukung oleh media massa dan kegiatan lainnya yang bertujuan mensosialisasikan kampanye imunisasi MR kepada masyarakat. Tujuan kegiatan mobilisasi masyarakat ini adalah agar masyarakat sadar dan mau membawa anaknya yang berusia 9 bulan sampai <15 tahun ke pos pelayanan imunisasi selama masa kampanye untuk mendapatkan imunisasi MR.
Dalam rangka melakukan upaya mobilisasi masyarakat yang efektif, maka harus ditentukan secara rinci saluran komunikasi apa saja yang akan dipergunakan (contoh: TV spot, banner, poster, radio spot, dll) serta apa saja pesan komunikasi yang akan disampaikan dan bagaimana cara atau metode untuk mengkomunikasikan pesan-pesan tersebut.
Sasaran mobilisasi masyarakat dalam rangka kampanye imunisasi MR adalah para orang tua, sekolah-sekolah, kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM-LSM setempat. Petugas kesehatan di setiap tingkatan administrasi bertanggung jawab dalam memantau proses mobilisasi ini berjalan sesuai yang diharapkan.
a. Media cetak dan elektronik
Tentukan media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi mengenai kegiatan kampanye imunisasi MR. Contoh : TV spot, radio spot, layanan SMS gateway, koran, buletin, dll.
b. Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) cetak
Media KIE cetak seperti leaflet, brosur, banner, poster, spanduk, dan lainnya digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi mengenai kegiatan kampanye imunisasi MR kepada masyarakat/orang tua dan sekolah-sekolah. Untuk penyampaian pesan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama dapat dipilih media KIE yang berisi informasi yang lebih mendetail, berisi tentang latar belakang, alasan, serta tujuan dari pelaksanaan kampanye imunisasi MR ini.
c. Penggunaan megaphone/loudspeaker
Megaphone atau loudspeaker dapat digunakan untuk mensosialisasikan kampanye imunisasi MR dan mengajak masyarakat untuk membawa anak-anak yang menjadi kelompok sasaran agar datang ke pos pelayanan imunisasi dan mendapatkan imunisasi MR. Sosialisasi menggunakan megaphone/loudspeaker ini juga dapat dilakukan pada siang atau sore hari setelah pelayanan di pos pelayanan imunisasi untuk menjaring sasaran yang tidak datang ke pos pelayanan imunisasi pada pagi harinya.
d. Pertemuan Komite Sekolah
Sosialisasi tentang kampanye imunisasi MR dapat disampaikan pada saat pertemuan komite sekolah dan penerimaan rapor atau pertemuan penerimaan peserta didik baru.
e. Kegiatan Pencanangan
Kegiatan pencanangan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai kegiatan Kampanye imunisasi MR kepada masyarakat luas dengan melibatkan pimpinan daerah, para pembuat keputusan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pihak lintas sektor terkait lainnya. Kegiatan pencanangan dapat dilaksanakan di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun tingkat kecamatan.
MONITORING PRA-PELAKSANAAN
Monitoring pra-pelaksanaan kampanye imunisasi MR dilaksanakan sekitar mulai 8 minggu sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi MR dimulai dan dapat diulang 1 minggu sebelum pelaksanaan. Kegiatan ini meliputi penilaian terhadap:
- Perencanaan, koordinasi dan pendanaan
- Monitoring dan supervisi,
- Vaksin, rantai dingin dan logistik,
- Sosialisasi, mobilisasi dan komunikasi
Penilaian ini dilakukan menggunakan checklist terlampir (lampiran 1). Monitoring ini idealnya dilaksanakan pada minimal 60% Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (bagi tingkat Provinsi) dan 60% Puskesmas (bagi tingkat Kabupaten/Kota)
LAMPIRAN
Lampiran 1
Ceklist Kesiapan Kampanye Imunisasi MR (Pra- Pelaksanaan) Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota:
Lampiran 2
Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye Imunisasi MR kepada Sekolah:
DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA ............
Puskesmas ...........................
Nomor Lampiran
Perihal : Kampanye Imunisasi Campak Rubella (MR)
Yth. Kepala Sekolah ............... di
Sehubungan dengan pelaksanaan kampanye imunisasi Campak Rubella (MR) yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus, kami akan memberikan imunisasi kepada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Imunisasi berfungsi untuk mencegah penyakit campak dan rubella/Sindroma Rubella Kongenital. Imunisasi MR ini sifatnya wajib dan tidak memandang status imunisasi sebelumnya
Kami mohon Saudara menyampaikan informasi kegiatan ini kepada guru dan orang tua/wali murid.
Terlampir adalah :
- Jadwal pelaksanaan imunisasi.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Kepala Puskesmas,
(..................................)
Tembusan:
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.......................... Dinas Pendidikan Kab/Kota.........................................
Ketua TP UKS Kecamatan .......................
Lampiran 3
Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye Imunisasi MR kepada Orangtua:
Nomor Lampiran
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA ............
Sekolah ...........................
Perihal : Kampanye Imunisasi Campak Rubella (MR)
Yth. Orangtua/Wali ............... di
Berdasarkan Surat dari Dinas Kesehatan nomor......tanggal..... tentang pelaksanaan kampanye imunisasi Campak Rubella (MR) yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus ......, kami akan memberikan imunisasi kepada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Imunisasi berfungsi untuk mencegah penyakit campak dan rubella/Sindroma Rubella Kongenital. Imunisasi MR ini sifatnya wajib dan tidak memandang status imunisasi sebelumnya
Terlampir adalah :
- Jadwal pelaksanaan imunisasi.
Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Kepala Sekolah,
(..................................)
Tembusan:
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.......................... Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota.........................................
Ketua TP UKS Kecamatan .......................
Lampiran 5 data kebutuhan logistik kampanye imunisasi Measles-Rubella (MR):
Lampiran 6 Formulir data ketenagaan untuk kampanye imunisasi MR:
Lampiran 8 Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan kampanye imunisasi measles-Rubella (MR) tingkat Puskesmas:
Lampiran 9 Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan kampanye imunisasi measles-Rubella (MR) tingkat kabupaten-kota:
Lampiran 10 Laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan kampanye imunisasi measles-Rubella (MR) tingkat provinsi:
Lampiran 11 Format Supervisi Monitoring Pelaksanaan:
Lampiran 12 Rapid Convenience Assessment (RCA)
Apabila terdapat perbedaan atau ketidaklengkapan lampiran maupun isi, maka versi yang benar adalah yang terdapat dalam tautan file pdf pada awal artikel ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca, petugas lapangan maupun generasi muda dalam memberantas penyakit measles maupun rubella.
0 comments:
Posting Komentar