Definisi
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat terhadap jantung akibat adanya akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau gas di ruang perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung (Spodick, 2003). Hal ini akan mengakibatkan gangguan dalam pengisian ventrikular dan selanjutnya akan mempunyai efek merugikan secara hemodinamik. Kondisi ini merupakan kedaruratan medis, komplikasi yang dapat terjadi diantaranya edema pulmonal, syok, dan kematian. Risiko mortalitas secara keseluruhan bergantung pada kecepatan diagnosis, penanganan yang diberikan, dan penyebab terjadinya tamponade. Jika tidak diberikan penanganan, secara umum akan memburuk dengan cepat dan bersifat fatal.
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 100 cc apabila pengumpulan cairan tersebut berlangsung dengan cepat, dan dapat mencapai 1000 cc atau lebih apabila pengumpulan cairan tersebut berlangsung secara lambat (seperti pada hipotiroidisme), karena perikardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut.
Ilustrasi salah satu jenis tamponade jantung yaitu hemoperikardium ketika ruang perikardium terisi oleh darah. Gambar dikutip dari wikipedia.org |
Salah satu saat dimana dibutuhkan kewaspadaan
akan terjadinya suatu tamponade jantung adalah 24 sampai dengan 48 jam setelah
suatu pembedahan jantung. Setelah tindakan bedah jantung, pipa suction dada diletakkan untuk menguras
darah, pipa atau tube ini rentan didalamnya terjadi penggumpalan darah. Ketika
pipa suction menjadi tersumbat atau terhambat, darah yang
seharusnya dikuras dapat terakumulasi disekitar jantung, hingga dapat
menyebabkan suatu tamponade. Paramedis atau perawat biasanya secara berkala
membersihkan gumpalan ini, namun meskipun dengan upaya tersebut pipa tersebut
terkadang tetap mengalami sumbatan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tamponade jantung adalah kompresi pada
jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat
pengumpulan darah atau cairan lainnya dalam perikardium (150 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 1000 cc bila pengumpulan
cairan tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel
disertai gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang
paling fatal dan memerlukan tindakan darurat.
Anatomi dan fisiologi perikardium Jantung
Jantung adalah organ yang memiliki 4 ruang : atrium dekstra dan atrium sinistra, serta ventrikulus dekstra dan ventrikulus sinistra. Dinding masing-masing ventrikulus
jantung terdiri dari 3 lapisan :
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan pangkal pembuluh besar jantung (Moore, 2002).
- Endokardium. Merupakan lapisan dalam yang melapisi sentrikulus jantung dan katupnya.
- Miokardium. Merupakan lapisan tengah yang dibentuk oleh serabut otot jantung.
- Epikardium. Merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lamina (lapisan) visceralis perikardium serosum.
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan pangkal pembuluh besar jantung (Moore, 2002).
Perikardium merupakan kantung
elastis membran yang dilapisi oleh membran serosa skuamosa sederhana dan diisi
dengan cairan serosa yang membungkus jantung dan aorta serta pembuluh darah
besar lainnya dan menjadi jangkar jantung di mediastinum; kantung sendiri
terdiri dari lapisan fibrosa (dengan melekat ke diafragma, sternum, dan
kartilago kosta) dan lapisan parietalis dalam serosa sedangkan lapisan serosa
viseral meluas ke permukaan eksternal dari miokardium, berfungsi sebagai
penghalang dan pelindung dari penyebaran infeksi atau peradangan dari struktur
yang berdekatan, ke dalam ruang perikardial dan juga berfungsi sebagai bungkus jantung
dan batas overfilling dari bilik jantung; lapisan membran serosa mengeluarkan
cairan perikardial yang melumasi permukaan jantung seperti cekungan dan
tonjolan dalam ruang perikardial. Dibagi menjadi dua lapisan yaitu :
1.
Perikardium Visceral (Epikardium)
Lapisan
yang mengelilingi jantung, dan melekat padanya, adalah perikardium visceral,
atau epikardium. Jantung dapat meluncur dengan mudah pada perikardium viseral,
sehingga memungkinkan untuk berkontraksi dengan bebas. Perikardium viseral
memiliki lapisan luar dari sel mesothelial datar, yang terletak di stroma
jaringan penunjang fibrocollagenous. Jaringan penunjang ini mengandung serat
elastis, serta arteri besar yang memasok darah ke dinding jantung, dan cabang
vena besar yang membawa darah dari dinding jantung (Darling, 2012)
2.
Perikardium Parietalis
Lapisan
luar dari perikardium, yang disebut perikardium parietalis, terdiri dari
lapisan luar yang kuat, jaringan ikat tebal (disebut perikardium fibrosa) dan
lapisan serosa dalam (perikardium serosa). Lapisan fibrosa perikardium
parietalis melekat pada diafragma dan berdifusi dengan dinding luar dari
pembuluh darah besar yang memasuki dan meninggalkan jantung. Dengan demikian,
perikardium parietalis membentuk kantung pelindung yang kuat untuk jantung dan
berfungsi juga untuk jangkar dalam mediastinum. Lapisan serosa dari perikardium
parietalis, sebagian besar terdiri dari mesothelium bersama-sama dengan
jaringan ikat kecil, membentuk epitel skuamosa sederhana dan mengeluarkan
sejumlah kecil cairan (biasanya sekitar 25 sampai 35 ml), yang membuat dua
lapisan perikardium dari bergesekan sama lain dan menyebabkan gesekan selama
kontraksi otot jantung. Di bagian atas jantung, lapisan viseral lipatan atas
bergabung dengan lapisan parietalis. Flip ini disebut refleksi perikardium
(Darling, 2012).
Pada keadaan normal ruang perikardium
menampung cairan sebanyak 20-50 ml.
Epidemiologi
Insidensi
tamponade jantung adalah 2 kasus per sepuluh ribu populasi di amerika serikat.
Sekitar 2% dari kasus trauma tembus
dilaporkan mengakibatkan tamponade jantung.
Demografi
jenis kelamin dan umur
Pada anak-anak,
tamponade jantung lebih umum pada laki-laki dibanding perempuan , dengan rasio
laki : perempuan adalah 7:3. Pada dewasa, tamponade jantung tampak sedikit
lebih banyak pada pria dibanding wanita, beberapa pusat pelayanan kesehatan
terkemuka mencatat rasio 1,25:1 dan 1,7:1 . Tamponade Jantung yang berkaitan
dengan HIV lebih umum ditemukan pada dewasa muda, sedangkan tamponade yang
berhubungan dengan keganasan dan/atau kegagalan ginjal lebih sering ditemukan
pada individu usia lanjut.
Etiologi
Secara
keseluruhan, penyakit keganasan merupakan penyebab terbanyak dari tamponade
perikardial. Diantara berbagai penyebab dari tamponade, Merce et al melaporkan
angka insidensi sebagai berikut :
- Penyakit keganasan (Malignansi) : 30-60% dari kasus
- Uremia : 10-15% (dari kasus)
- Perikarditis idiopatik : 5-15%
- Penyakit infeksi : 5-10%
- Antikoagulasi
: 5-10%
- Penyakit jaringan ikat (Connective tissue diseases) : 2-6%
- Sindrom postperikardiotomi atau Dressler : 1-2%
Tamponade dapat terjadi sebagai
akibat dari perikarditis jenis apapun. Penyebab perikarditis diantaranya adalah
:
- Infeksi Human
immunodeficiency virus (HIV)
- Infeksi - Viral, bakterial (tuberkulosis), fungal
- Obat-obatan - Hydralazine, procainamide,
isoniazid, minoxidil
- Postcoronary
intervention – Diseksi dan perforasi koroner
- Akupunktur
- Pasca tindakan operasi jantung perkutaneus (Postcardiac
percutaneous procedures) – Diantaranya valvuloplasti mitral, penutupan atrial
septal defect (ASD), oklusi left
atrial appendage
- Trauma pada dada
- Pembedahan kardiovaskular – Perikarditis
pascaoperasi
- Infark postmiokardial – Ruptur inding bebas
ventrikular, sindrom Dressler
- Penyakit jaringan ikat (Connective tissue diseases) - Systemic lupus erythematosus (SLE), artritis rheumatoid,
dermatomiositis
- Terapi radiasi pada dada
- Iatrogenik contohnya setelah biopsi sternal,
implantasi lead pacemeker transvena, atau perikardiosentesis
- Uremia
- Penanganan dengan antikoagulan
- Pericarditis idiopatik
- Komplikasi pembedahan pada pertemuan
esofagogastrik (pembedahan antirefluks)
- Pneumoperikardium – yang disebabkan ventilasi
mekanik atau fistula gastroperikardial
- Hipotiroidisme
- Penyakit Still
- Distrofi muskular Duchenne
- Disseksi Aorta Tipe A
Munthe et al (2011) mengklasifikasikan tamponade
jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas menjadi 3 pembagian:
- Acute surgical tamponade (tamponade pembedahan akut) : antegrade aortic dissection, iatrogenic dan trauma tembus kardiak.
- Medical tamponade (tamponade medis) : efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena keganasan atau gagal ginjal.
- Low-pressure tamponade (tamponade tekanan rendah) : terdapat pada dehidrasi berat.
Tamponade
jantung sebagian besar disebabkan oleh efusi perikardial yang tidak terkendali,
yaitu pengumpulan cairan di dalam perikardium. Ini umumnya terjadi sebagai
akibat dari hasil trauma pada dada (baik tumpul maupun menembus), namun dapat
juga disebabkan oleh ruptur miokardial, keganasan, uremia, perikarditis, atau
pembedahan jantung, dan (secara jarang) oleh diseksi aorta retrogade, atau
selama pasien menjalani terapi antikoagulan. Efusi dapat berlangsung cepat
(seperti pada kasus trauma atau ruptur miokardial), atau terjadi setelah waktu
beberapa lama (seperti pada kanker). Cairan yang terkumpul seringkali berupa
darah, namun pus juga dapat ditemukan pada beberapa keadaan.
Penyebab
dari peningkatan efusi perikardial diantaranya hipotiroidisme, trauma fisik
(baik trauma tembus yang melibatkan perikardium maupun trauma tumpul dada),
perikarditis (inflamasi perikardium), trauma iatrogenik (terjadi pada prosedur
yang invasif), dan ruptur miokardial. Salah satu penyebab yang umum terjadi adalah
pembedahan jantung, ketika pasca operasi perdarahan tidak berhasil dibersihkan
dengan baik pada pipa tuba dada yang tersumbat.
Patofisiologi
Tamponade
jantung terjadi bila jumlah efusi perikardium menyebabkan hambatan serius
aliran darah ke jantung (gangguan diastolik ventrikel) penyebab tersering adalah neoplasma dan uremi.
(Panggabean 2006:364). Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara
abnormal pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak
terkontrol, yang menyebabkan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat
mengakibatkan ruang pada kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling
luar jantung (epikardium). Uremia juga mengakibatkan tamponade jantung(price,
2005 :945). Dimana orang yang mengalami uremia di dalam darahnya terdapat
toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi ( dalam hal ini inflamasi
terjadi pada perikardium). Selain itu, tamponade jantung juga dapat di sebabkan
akibat trauma tumpul / tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan
terjadi perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal
ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi ciran tersebut
Perikardium,
yang merupakan membran pelapis jantung, terdiri dari dua lapisan. Lapisan
parietal perikardium yang tebal adalah lapisan fibrous yang terletak lebih
luar, lapisan perikardium visceral adalah lapisan serous tipis yang
menyelubungi jantung. Ruang perikardial secara normal menampung 20-50 ml
cairan.
Reddy et al mengemukakan 3 fase
perubahan hemodinamik pada tamponade jantung, yaitu sebagai berikut :
- Fase I – Akumulasi cairan perikardial menyebabkan
peningkatan kekakuan dari ventrikel, sehingga membutuhkan tekanan
pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan pengisian
ventrikuler kanan dan kiri lebih tinggi dari tekanan intraperikardial.
- Fase II – Dengan akumulasi cairan yang semakin
besar, tekanan perikardial meningkat lebih besar daripada tekanan
pengisian ventrikular sehingga menyebabkan cardiac output yang menurun.
- Fase III – Penurunan cardiac output yang semakin besar yang dikarenakan
penyamaan tekanan pengisian
ventrikel kiri dan tekanan perikardial.
Efusi
perikardial yang menyebabkan tamponade jantung, dapat bersifat serous,
serosanguineous, hemoragik, atau chylous.
Proses
yang mendasari perkembangan tamponade adalah suatu pengurangan signifikan dalam
pengisian diastolik, yang menyebabkan tekanan transmural disaat mengembang
menjadi kurang cukup untuk mengatasi tekanan intraperikardial yang meningkat.
Takikardia adalah respons awal jantung terhadap perubahan ini untuk
mempertahankan cardiac output.
Arus
balik vena sistemik juga dipengaruhi oleh tamponade. Karena jantung tertekan
selama keseluruhan siklus jantung yang disebabkan kenaikan tekanan
intraperikardial, arus balik vena sistemik menjadi terganggu dan kolaps
ventrikel kanan dan atrium kanan dapat terjadi. Dikarenakan dasar vaskular
pulmonal yang luas dan lokasi yang mendukung, darah lebih cenderung
terakumulasi pada sirkulasi vena, dengan akibat kerugian pada pengisian
ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan penurunan cardiac output dan venous
return.
Lapisan
terluar dari jantung terbuat dari jaringan fibrous yang tidak mudah meregang,
sehingga jika cairan mulai memasuki ruang perikardial, tekanan akan mulai
meningkat.
Jika
cairan mulai terakumulasi, setiap periode diastolik selanjutnya akan semakin
berkurang jumlah darah yang memasuki ventrikel. Yang pada akhirnya, tekanan
yang meningkat pada jantung memaksa septum menekuk atau condong ke arah
ventrikel kiri, yang mengakibatkan stroke volume yang berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkembangnya suatu
syok obstruktif, yang apabila tidak tertangani dapat mengarah ke cardiac arrest
(sering memberikan tanda aktivitas kelistrikan tanpa denyut).
Jumlah
cairan perikardial yang dibutuhkan untuk menganggu pengisian diastolik
bergantung pada kecepatan akumulasi cairan dan kemampuan menampung perikardium.
Akumulasi cepat dengan cairan sesedikit 150 ml pun dapat menyebabkan
peningkatan signifikan dari tekanan perikardial
dan dapat mengganggu secara serius cardiac
output , namun cairan sebanyak 1000 ml dapat terakumulasi dalam jangka
waktu yang lama tanpa menimbulkan efek signifikan pada pengisian diastolik
jantung. Hal ini dkarenakan kemampuan meregang adaptif perikardium apabila
berlangsung dalam waktu lama. Namun perikardium dengan kemampuan menampung
besar dapat menimbulkan akumulasi cairan yang cukup besar selama periode waktu
yang lama tanpa gangguan hemodinamik yang berarti.
Manifestasi
Klinis
Gejala
dapat beragam tergantung dari onset atau seberapa akut dan penyebab dasar dari
terjadinya tamponade. Pasien dengan tamponade akut dapat menampilkan gejala
dispneu, takikardia, dan takipneu. Lengan dan kaki (ekstremitas) dingin dan
basah dari hipoperfusi juga dapat ditemukan pada beberapa pasien.
- Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal.
- Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, dan bunyi jantung yang melemah.
- Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, takikardi, dan pulsus paradoksus (gambaran lain yang menandai perubahan yang tidak terduga tekanan vena).
Keluhan
dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan tumpul di
daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah, pucat, keringat
dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara jantung redup
dan pulsus paradoksus. Trias classic beck
berupa distensi vena leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada
sepertiga penderita dengan tamponade. (Mansjoer, dkk. 2000)
Sebuah
ulasan komprehensif dari riwayat
pasien biasanya membantu dalam
mengidentifikasi etiologi yang mungkin menjadi penyebab efusi perikardial.
Beberapa hal yang perlu menjadi catatan :
- Pasien tamponade dengan penyakit sistemik atau
keganasan dapat menunjukkan penurunan berat badan, fatigue, atau
anoreksia.
- Nyeri dada dapat menjadi gejala yang ditunjukkan
pada pasien dengan perikarditis atau infark miokard.
- Riwayat adanya kegagalan ginjal dapat mengarah ke
suatu pertimbangan adanya uremia sebagai penyebab efusi perikardial
- Nyeri muskuloskeletal atau febris dapat terjadi
pada pasien dengan kelainan jaringan ikat yang mendasari sebelumnya
- Ulasan yang seksama dan teliti dari pengobatan
yang pernah dilakukan pasien dapat mengindikasikan kemungkinan lupus yang
terkait obat-obatan sebagai penyebab
efusi perikardial
- Pembedahan kardiovaskular yang baru dilakukan,
intervensi koroner, atau trauma dapat mengarah ke akumulasi cepat cairan
perikardial dan tamponade
- Pemasangan implant pacemaker atau insersi kateter
vena sentral dapat mengarah ke akumulasi cepat cairan perikardial dan
tamponade
- Pertimbangan adanya efusi perikardial yang
terkait HIV dan tamponade jika
pasien memiliki riwayat penyalahgunaan obat intravena atau infeksi
oppertunistik
- Penelusuran mengenai radiasi dinding dada –
misalnya paru, mediastinum atau kanker esofageal
- Penelusuran mengenai gejala keringat malam ,
demam, kehilangan berat badan , yang dapat menjadi indikasi tuberkulosis
Pemeriksaan
Fisik
Dalam
suatu penelitian retrospektif pasien dengan tamponade jantung, gejala yang
paling umum ditemukan oleh Roy et al adalah dispneu, takikardia dan peningkatan
tekanan vena jugularis. Bukti adanya cedera dinding dada dapat ditemukan pada
pasien trauma.
Takikardia,
takipneu dan hepatomegali diobservasi pada lebih dari 50% pasien dengan
tamponade jantung, dan bunyi jantung melemah (diminished) dan suatu bunyi gesekan friksi (friction rub) ditemukan pada sekitar sepertiga pasien. Beberapa
pasien dapat menunjukkan gejala pusing, sering mengantuk dan palpitasi, Kulit
dingin, basah dan nadi lemah yang dikarenakan hipotensi juga teramati pada
pasien dengan tamponade.
Beck triad
Diteliti,
dijabarkan, dan dikemukakan pada tahun 1935, kompleks kumpulan temuan fisik
ini, dinamakan juga acute compression
triad, merujuk pada 3 temuan peningkatan tekanan vena jugularis, hipotensi
dan suara jantung melemah (diminished). Temuan ini merupakan akibat dari
akumulasi cepat dari cairan perikardial. Tritunggal (triad) klasik ini biasanya
teramati pada pasien dengan tamponade jantung akut.
Pulsus
paradoxus
Pulsus
paradoxus (atau denyut paradoksikal) adalah suatu peningkatan selisih yang
berlebihan (>12 mm Hg atau 9%) dari
penurunan inspirasi normal pada tekanan darah sistemik.
Untuk mengukur pulsus paradoxus,
pasien sering diposisikan pada posisi semi rekumben (semirecumbent), respirasi
seharusnya normal. Manset tekanan darah dipompa sampai setidaknya 20 mmHg di
atas tekanan sistolik dan secara perlahan dideflasi (kempeskan) sampai suara
Korortkoff pertama didengar hanya pada saat ekspirasi (pengukuran pertama).
Pada
pembacaan tekanan ini, jika manset tidak lebih jauh dikempeskan (dideflasi)
pada saat sebuah pulsus paradoxus ditemukan, bunyi Krorotkoff pertama tidak
terdengar selama inspirasi. Jika manset terus dikempeskan, titik dimana bunyi
Korotkoff terdengar baik pada saat
inspirasi maupun ekspirasi dapat terdengar/tercatat (pengukuran kedua).
Jika
perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua lebih besar daripada 12 mmHg,
berarti sebuah pulsus paradoxus abnormal ditemukan.
Paradoksnya
adalah ketika mendengar bunyi jantung selama inspirasi, denyut melemah atau
mungkin tidak dapat teraba (terpalpasi) dengan dengan detak jantung tertentu,
sementara S1 dapat terdengar pada semua detak jantung.
Sebuah
pulsus paradoxus dapat diobservasi pada pasien dengan beberapa kondisi lainnya
seperti perikarditis restriktif, asma, penyakit pulmonal obstriktif parah,
kardiomiopati restriktif, emboli paru, pernafasan cepat dan kuat, dan infark
ventrikular kanan tanpa syok.
Sebuah
pulsus paradoksus dapat absen pada pasien dengan tekanan diastolik ventrikel
kiri yang meningkat signifikan, defek septum atrium, hipertensi pulmonal,
regurgitasi aorta, tamponade tekanan rendah, atau tamponade jantung sisi kanan.
Tanda
Kussmaul
Tanda
ini dikemukakan oleh Adolph Kussmaul sebagai peningkatan paradoksikal pada
distensi vena dan tekanan selama inspirasi. Tanda Kussmaul biasanya
terobservasi pada pasien dengan perikarditis restriktif, tetapi terkadang
ditemukan pada pasien dengan perikarditis efusif-konstriktif dan tamponade
jantung.
Tanda Ewart
Juga
dikenal sebagai tanda Pins, tanda ini terobservasi pada pasien dengan efusi
perikardial luas/besar. Ia dideskripsikan sebagai area dullness (redup bila
diperkusi), dengan bunyi pernafasan bronkial dan bronkofoni angulus skapula
kiri.
Penurunan y
Penurunan y menghilang pada
vena jugularis atau waveform atrium
kanan. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan intraperikardial, menghambat
pengisian diastolik dari ventrikel.
Disforia
Perubahan tingkah laku seperti
gerakan tubuh yang resah, ekspresi muka tidak wajar, keresahan, dan rasa
seperti ingin mati dilaporkan oleh Ikematsu pada sekitar 26% pasien dengan
tamponade jantung.
Tamponade
tekanan rendah
Pada pasien hipovolemik parah ,
temuan fisik klasik seperti takikardia, pulsus paradoxus, dan distensi vena
jugularis jarang ditemukan. Sagristà-Sauleda et al mengidentifikasi tamponade
tekanan rendah pada 20% pasien dengan tamponade jantung. Mereka juga melaporkan
tamponade tekanan rendah pada 10% dari efusi perikardial luas.
Diagnosis
Diagnosis yang cepat merupakan kunci
penting dalam mengurangi risiko kematian
pada pasien dengan tamponade jantung. Walaupun tamponade jantung merupakan
diagnosis klinis, evaluasi dan penilaian lebih lanjut dari kondisi pasien dan
diagnosis dari penyebab dasar utama terjadinya tamponade dapat diperoleh
melalui uji laboratorium, pemeriksaan pencitraan, dan elektrokardiografi.
Misalnya ekokardiografi, dapat
memvisualisasikan kelainan kompresi ventrikular dan atrial selama darah
menjalani siklus di jantung, sementara uji laboratorium dapat menunjukkan
tanda-tanda infark miokard, trauma jantung, dan penyakit infeksius.
Pada Juli 2014, Kelompok kerja
penyakit miokardial dan perikardial dari the
European Society of Cardiology (ESC) mengeluarkan suatu panduan
langkah-langkah berdasarkan sistem skoring untuk penanganan pasien dengan
tamponade jantung. Sistem ini digunakan untuk mengidentifikasi pasien mana yang
membutuhkan perikardiosentesis segera dan pasien mana yang aman untuk dirujuk
ke instansi yang lebih memadai.
Menurut panduan tersebut, pasien
terduga tamponade jantung seharusnya melakukan ekokardiografi segera. Setelah
diagnosis, pasien diberikan nilai atau skor berdasarkan penyakit etiologi,
presentasi klinis, dan temuan pemeriksaan pencitraan (radiologis). Sebuah skor 6 atau lebih mengharuskan pasien
menjalani dengan segera drainase perikardial. Skor yang lebih rendah
menunjukkan drainase dapat dilakukan setelah 12 sampai dengan 24 jam kemudian.
Jika terdapat saudara, kerabat atau pengantar pasien dapat dilakukan suatu alloanamnesis, terdapat beberapa informasi yang dapat membantu dalam diagnosis. Anamnesis yang komprehensif terhadap riwayat pasien dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan etiologi dari efusi pericardial, yang dapat menyebabkan tamponade jantung. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan :
Jika terdapat saudara, kerabat atau pengantar pasien dapat dilakukan suatu alloanamnesis, terdapat beberapa informasi yang dapat membantu dalam diagnosis. Anamnesis yang komprehensif terhadap riwayat pasien dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan etiologi dari efusi pericardial, yang dapat menyebabkan tamponade jantung. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan :
- Pasien dengan penyakit sistemik dan
keganasan dengan penurunan berat badan, lemas, dan anoreksia.
- Nyeri dada pada pasien pericarditis
dan infark miokard.
- Nyeri muskuloskeletal atau panas
tampak pada pasien dengan kelainan jaringan ikat.
- Riwayat gagal ginjal menyebabkan
uremia sebagai penyebab efusi perikardial.
- Perhatikan terhadap penggunaan obat oleh pasien khususnya terkait obat lupus yang mengarah ke efusi perikardial
- Riwayat terakhir bedah
kardiovaskular, intervensi koroner, atau trauma yang dapat menyebabkan
pengumpulan cepat cairan perikardial dan menyebabkan tamponade.
- Riwayat terakhir pemasangan
pacemaker atau insersi kateter vena central yang dapatb menyebabkan
pengumpulan cepat cairan pericard dan menyebabkan tamponade.
- Pertimbangkan HIV efusi perikardial
dan tamponade jika pasien memiliki riwayat penggunaan narkoba suntik atau
infeksi oportunistik.
- Tanyakan tentang radiasi dinding
dada (misal untuk kanker paru, mediastinum, atau esophagus)
- Tanyakan tentang gejala keringat
malam, demam, dan penurunan berat badan, yang mengindikasikan
tuberkulosis.
Pemeriksaan
Radiologis
Radiografi
Dada
Pencitraan
pada dada dapat menunjukkan kardiomegali, jantung yang berbentuk seperti “botol
air minum”, kalsifikasi perikardial, atau bukti adanya trauma dinding dada. Sebuah
tanda berbentuk kateter melengkung atau bowed
catheter sign pada rontgen dada pada anak-anak setelah tindakan insersi
kateter vena pusat dapat menjadi dugaan adanya tamponade.
Foto Thorax AP : Jantung membesar berbentuk botol |
CT
scan
Gold
et al melaporkan kompresi sinus koroner dapat terobservasi melalui CT scan
sebagai penanda awal tamponade pada 46% pasien.
Ekokardiografi
Walaupun
ekokardiografi menyediakan informasi yang berguna, tamponade jantung merupakan
diagnosis klinis. Beberapa temuan yang dapat terobservasi dengan ekokardiografi
2 dimensi (2-D) adalah :
- Sebuah
ruang bebas echo posterior dan anterior terhadap ventrikel kiri dan di
belakang atrium kiri – Setelah pembedahan jantung, pengumpulan cairan
posterior yang terlokalisir tanpa efusi anterior yang signifikan dapat
terjadi dan sanggup mengganggu cardaic
output
- Kolaps
diastolik awal pada dinding bebas ventrikel kanan
- Kolaps/Kompresi
diastolik akhir dari atrium kanan
- Gerakan
berayun (Swinging) jantung
- Pseudohipertrofi ventrikel kiri
- Plethora vena cava inferior dengan tidak ada sama sekali atau minimal pada saat inspirasi
- Augmentasi
inspirasi relatif lebih besar dari 40% pada aliran sisi kanan
- Penurunan
relatif lebih besar dari 25% pada aliran inspirasi sepanjang katup mitral
Sebuah efusi perikardial luas dikarenakan keganasan yang terlihat dengan ultrasound yang menyebabkan tamponade. Panah berisi : jantung ; Panah kosong : efusi yang terjadi. Dikutip dari wikipedia.org |
Kondisi
yang dapat mensimulasi efusi perikardial pada ekokardiografi 2D antara lain:
- Sebuah
efusi pleural kiri yang luas
- Tumor
apapun sekeliling jantung
- Kalsifikasi
anular mitral
- Aorta
toraksik descending
- Kateter
pada ventrikel kanan
- Pembesaran
atrium kiri
- Aneurisma
anular subvalvular ventrikel kiri
- Kista
bronkogenik
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan
yang dapat membantu assessment pada pasien dengan tamponade jantung antara lain
:
- Kreatine
kinase dan isoenzim – kadar
meningkat pada pasien dengan infark miokard dan trauma jantung.
- Profil
ginjal dan hitung darah lengkap / complete
blood count (CBC) dengan diferensial –pemeriksaan ini bermanfaat dalam
diagnosis uremia dan penyakit infeksius tertentu yang berkaitan dengan
perikarditis.
- Penurunan
urin output < 0.5 cc/KgBB/jam karena penurunan curah jantung
- Nilai asam
basa : pada tamponade jantung terjadi alkalosis respiratorik karena
takipneu muncul secara tipikal sampai kegagalan perfusi yang parah
memproduksi laktat asidosis. Pada waktu yang sama kombinasi
alkalosis respiratoik dan asidosis metabolik terbaca pada analisa gas
darah.
- Pembekuan
darah / panel koagulasi - Prothrombin
time dan activated partial
thromboplastin time berguna untuk menentukan risiko perdarahan selama
intervensi, seperti drainase perikardial dan/atau penempatan jendela
perikardial (pericardial windows).
- Antinuclear
antibody assay, erythrocyte sedimentation rate, dan faktor rheumatoid – Walaupun
tidak spesifik, hasil dari tes ini dapat memberikan petunjuk terhadap
penyakit jaringan ikat predisposisi terhadap perkembangan dari efusi
perikardial.
- Uji HIV – Sekitar
24% dari efusi perikardial di Amerika Serikat dilaporkan berkaitan dengan
infeksi HIV
- Uji protein
derivatif murni atau Purified
protein derivative testing – pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mendiagnosis tuberkulosis, yang merupakan salah satu penyebab cukup umum
dari efusi perikardial dan tamponade jantung.
Elektrokardiografi
Dengan
elektrokardiogram 12-lead, berikut beberapa temuan yang dapat memberi dugaan,
tetapi tidak bersifat diagnostik, akan adanya suatu tamponade perikardial :
- Amplitudo rendah pada semua sadapan (terjadi
karena cairan akan meredam curah listrik jantung).
- Sinus
takikardia
- Kompleks
QRS bertegangan rendah
- Fenomena Electrical alternans – Juga
terobservasi selama takikardia supraventrikular dan ventrikular
- Depresi
segmen PR
Electrical
alternans
Alternasi
atau pergonta-gantian kompleks QRS, biasanya dengan rasio 2:1, pada temuan
elektrokardiografik dinamakan electrical
alternans. Ini disebabkan oleh pergerakan jantung pada ruang perikardial
sehingga aksis listrik
jantung berubah-ubah pada setiap denyutan. Electrical alternans juga dapat terobservasi pada pasien dengan
iskemia miokardial, emboli pulmonal akut dan takiaritmia.
Pulse
Oximetry
Keberagaman
respirasi atau respiratory variability
pada bentuk gelombang pulse-oximetry tercatat
ditemukan pada pasien dengan pulsus paradoxus. Pada sekelompok kecil pasien
dengan tamponade, Stone et al mencatat adanya peningkatan respiratory
variability pada bentuk gelombang pulse-oxymetry di semua pasien pada kelompok
tersebut. Temuan ini sebaiknya meningkatkan kecurigaaan adanya suatu gangguan
hemodinamik. Pada pasien dengan fibrilasi atrial, pulse-oxymetry dapat membantu
dalam mendeteksi adanya pulsus parodoxus.
Kateterisasi
Swan-Ganz
Sebelum atau sesudah insersi kateter
Swan-Ganz, sistem harus dinolkan sebelum memposisikan transducer pada titik
tengah dari atrium kiri. Kemudian kalibrasikan sistem monitoring. Sebelum
insersi, ujicoba alat balon dan kosongkan dan bersihkan semua port. Kemudian
insersi kateter kedalam salah satu vena utama (besar). Pada kedalaman 20 cm,
kembangkan balon dan secara perlahan masukkan kateter, sembari terus mengawasi
tekanan dari lumen distal. Selalu kempiskan balon sebelum menarik kateter
Swan-Ganz. Bentuk gelombang dapat membantu mengindikasikan posisi ujung kateter
jika fluoroskopi belum tersedia.
Pada tamponade terjadi suatu
penyetaraan (dalam batasan 5 mm Hg) dari tekanan atrial kanan, diastolik
ventrikel kanan, diastolik arterial pulmonal, dan tekanan celah kapiler
pulmonal (yang merefleksikan tekanan atrial kiri). Penelusuran tekanan atrial
kanan menunjukkan penurunan x sistolik besar dan menghilangnya penurunan
y sistolik.
Boltwood et al mengemukakan suatu
penyamaan / penyetaraan tekanan kapiler pulmonal dengan tekanan atrial kanan
adalah predominan pada inspirasi, hal ini dikenal sebagai tanda traktus
inspirasi. Ini merupakan akibat dari kencang / tegangnya perikardium oleh
diafragma.
Temuan
Histologis
Pada beberapa kasus sebuah biopsi
perikardial dilakukan ketika etiologi dari efusi perikardial yang menyebabkan
tamponade tidak jelas. Hal ini terutama berguna pada kasus efusi perikardial
tuberkulosa , karena kultur dari cairan perikardial pada kasus-kasus ini jarang
menunjukkan hasil positif untuk micobakteria. Namun, granuloma yang terlihat
pada spesimen biopsi perikardial seringkali terlihat pada pasien dengan
perikarditis tuberkulous.
Secara umum, temuan sitopatologik
dari cairan perikardial dan temuan histologis dari spesimen biopsi perikardial
bergantung pada patologi penyakit causa penyebab (etiologi). Pemeriksaan
sitologik mengidentifikasi penyebab etiopatologik tamponade pada 75% kasus.
Diagnosis Differensial
- Syok
Kardiogenik
- Perikarditis
Konstriktif
- Perikarditis
Efusif Konstriktif
- Pneumotoraks
- Emboli Pulmonal
Penatalaksanaan
Pra
rumah sakit
Penanganan pertama sebelum pasien
mencapai rumah sakit biasanya bersifat suportif, misalnya pemberian oksigen dan
pengawasan. Sedikit yang dapat dilakukan pada saat pra-rumah sakit selain
penanganan umum untuk syok, apabila sarana, prasarana dan keahlian paramedis
belum memadai seperti di Indonesia. Sejumlah Helicopter Emergency Medical Services (HEMS) semacam ambulans dalam
bentuk helikopter di Inggris, yang memiliki tim dokter dan paramedis, telah
melakukan torakotomi darurat untuk mengurangi penggumpalan pada perikardium
karena trauma tembus dada.
Penatalaksanaan pra
rumah sakit bagi tamponade cardio pada tingkat ambulans memerlukan transportasi
cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus
ditransport dengan sirine dan lampu merah. Perhatian ketat harus diberikan
untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien. Sering sukar membedakan
antara tamponade perikardium dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan
radiograph. Petugas emergency medical
transport (EMT) / ambulance harus cermat mengamati penderita dan
mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
Pada tingkat paramedis
EMT dengan sarana dan keahlian memadai dan memenuhi syarat, setelah diagnostik
dan konsultasi ke dokter rumah sakit, tamponade perikardial dapat diaspirasi.
Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan
ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari
subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya
dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentikan tepat
setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel. Identifikasi
lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V
elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum
dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh
miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong pericardium, EMT kemudian
dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai miocardium.
150
sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan
tamponade berat. Pengambilan beberapa mililiter bisa mengurangi tekanan yang
memungkinkan peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal
dan penurunan tekanan di sisi kanannya. Perasat ini (mengeluarkan 50-75 ml
darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus
diingat bahwa terapi ini bukan definitif melainkan hanya suatu tindakan
sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan
perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan
anastesi lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler
intertoraks ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya
dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80). Pemberian oksigen
sesuai indikasi juga diperlukan untuk pasien tamponade, agar mencegah
terjadinya hipoksia jaringan akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan
curah jantung.
Diagnosis dan penanganan cepat dan segera merupakan kunci keselamatan
pasien tamponade jantung. Apabila pusat pelayanan kesehatan sebelum rumah sakit
memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan perikardiosentesis, maka itu
dapat menjadi penyelamat nyawa. Jika pasien sudah mengalami cardiac arrest, perikardiosentesis
sendiri tidak cukup untuk penanganan, maka evakuasi menuju rumah sakit dengan
sarana memadai dengan sesegera mungkin merupakan tindakan yang paling tepat.
Apabila pasien dilakukan perujukan, komunikasi merupakan hal penting agar rumah
sakit tujuan mengetahui situasi dan kondisi pasien terkini, agar persiapan yang
diperlukan dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin.
Penanganan
di rumah sakit
Tamponade jantung merupakan
kegawatdaruratan medis. Selayaknya pasien sebelum maupun sesudah dilakukan
tindakan dimonitor pada intensive care
unit (ICU). Seluruh pasien tamponade
seharusnya menerima sebagai berikut :
- Oksigen
- Penambahan
(ekspansi) volume dengan darah, plasma, dextran, atau larutan isotonik
sodium chlorida, sesuai kebutuhan, untuk mempertahankan volume
intravaskuler yang sesuai. Sagristà-Sauleda
et al mencatat kenaikan signifikan pada cardiac output setelah ekspansi volume.
- Tirah
baring dengan elevasi kaki – Hal ini akan membantu venous return
- Obat-obatan
Inotropik (misalnya dobutamine) – Hal ini
berguna karena obat tersebut dapat meningkatkan cardiac output
tanpa menambah resistensi sistemik
Ventilasi
mekanik bertekanan positif sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan venous
return dan memperburuk tanda dan gejala tamponade.
Perikardiosentesis
dan Perikardiotomi
Bila
sudah ditentukan diagnosis klinis tamponade jantung, maka penanganan awal di
rumah sakit adalah perikardiosentesis (pericardiocentesis). Hal ini melibatkan
insersi sebuah jarum melalui kulit dan kedalam perikardium kemudian
mengaspirasi cairan yang (lebih baik) dipandu dengan ultrasound. Hal ini bisa
dilakukan melalui ruang interkostal, biasanya yang kelima, atau dengan
pendekatan subxiphoid. Pendekatan parasternal kiri dimulai pada 3 sampai 5 cm
sebelah kiri sternum untuk menghindari arteri mamaria interna kiri, di ruang
interkostal kelima. Seringkali, sebuah cannula
diletakkan di tempat selama resusitasi setelah drainase awal agar prosedur dapat dilakukan lagi segera
jika dibutuhkan. Jika sarana, prasarana dan fasilitas tersedia, sebuah jendela
perikardial (pericardial window)
dapat dilakukan, yang mana perikardium dipotong terbuka sedemikian rupa
sehingga cairan dapat dikeluarkan. Mengikuti pasca stabilnya pasien, pembedahan
dilakukan untuk menutup sumber perdarahan dan memperbaiki keutuhan perikardium.
Ilustrasi perikardiosentesis subxiphoid |
Pembuangan
cairan perikardial merupakan terapi definitif dari tamponade dan dapat
dilakukan dengan 3 metode berikut :
a.
Drainase darurat subxiphoid perkutan
Ini merupakan prosedur bedside yang dapat menyelamatkan nyawa. Pendekatan subxiphoid adalah ekstrapleural,
sehingga, merupakan cara teraman untuk perikardiosentesis yang tidak terpandu.
Sebuah jarum 16 atau 18 gauge diinsersi ke kulit degan sudut 30-45°, dekat
dengan angulus xiphokostal kiri, mengarah ke bahu kiri. Ketika dilaksanakan
secara darurat, prosedur ini dikaitkan dengan laporan angka kematian sebesar
sekita 4% dan angka komplikasi sekitar 17%.
- Pasien
disandarkan pada sandaran dengan sudut 45° sehingga
memungkinkan jantung ke posterior menjauhi dinding thorax.
- Lakukan
tindakan aseptik dan anestesi lokal dengan prokain 2% atau xilokain 2%.
- Jarum
nomer 18-16 dihubungkan dengan spuit
20-50 ml dihubungkan dengan pemantau EKG melalui
alligator atau hemostat.
- Arahkan
jarum ke postero superior, membentuk sudut 450 dengan
permukaan dinding dada.
- Tusukan
jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard
- Bila jarum
pungsi menembus perikardium dan kontak dengan otot jantung, maka pada
monitoring EKG yang terpasang akan timbul elevasi segmen ST (injury) dan ekstra
sistol ventrikel dengan amplitude tinggi.
Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan di
arahkan ke tempat lain.
- Apabila
cairan perikard kental, dapat di pakai trokar yang lebih besar.
- Apabila
tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum
ditarik perlahan-lahan dan ditusuk kembali kearah lain atau lebih dalam
sedikit.
- Hindarkan
tusukan yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan secara
kasar. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi konstan
sambil diisap secara kontinyu.
- Kateter
vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan dibiarkan
di tempat yang memungkinkan tindakan aspirasi periodic untuk
mencegah pengumpulan cairan kembali.
- Setelah
selesai, cabut jarum dan pasang perban di atas tempat
pungsi.
b.
Perikardiosentesis dengan panduan ekokardiografi
Di beberapa negara tindakan ini dilakukan di laboratorium kateterisasi
jantung. Prosedur ini biasanya dilaksanakan dari ruang interkostal kiri.
Pertama, tandai lokasi masuk berdasarkan area akumulasi cairan maksimal yang
paling dekat dengan transducer. Kemudian, ukur jarak dari dermis menuju ruang
perikardial. Sudut dari transducer sebaiknya menjadi arah lintasan jarum selama
prosedur. Hindari batas tepi kosta inferior (iga inferior)
selama memasukkan jarum untuk mencegah kerusakan neurovaskular. Tinggalkan
kateter 16 gauge di tempat untuk drainase berkelanjutan.
c. Perikardiotomi balon perkutan
Tindakan
ini dapat dilakukan dengan pendekatan serupa dengan perikardiosentesis dengan
panduan ekokardiografi, dengan balon digunakan untuk menciptakan jendela perikardial.
Pembedahan
Pada Pasien Dengan Hemodinamika Yang Tidak Stabil
Bagi
pasien yang memiliki keadaan hemodinamik yang tidak stabil atau pasien dengan
tamponade berulang (rekuren), beberapa tindakan yang dapat diambil dijelaskan
di bawah ini.
Pembuatan
pericardial window dengan pembedahan
Tindakan ini melibatkan pembukaan melalui pembedahan
akan suatu hubungan antara ruang perikardial dan ruang intrapleural. Biasanya
ini adalah dengan pendekatan suxiphoid, dengan reseksi xiphoid. Namun sebuah pendekatan
paraxiphoid kiri dengan pembiaran xiphoid juga telah dilakukan. Torakotomi
dan/atau perikardiotomi terbuka mungkin diperlukan pada beberapa kasus, dan
sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman.
Tamponade
jantung atau efusi perikardial yang berulang
Sclerosing
pada perikardium
Ini
merupakan pilihan terapi pagi pasien dengan tamponade atau efusi perikardial
rekuren. Melalui kateter intraperikardial, kortikosteroid, tetrasiklin, atau
obat-obatan antineoplastik (misalnya bleomycin, anthracycline) dapat diberikan
kedalam ruang perikardial.
Pericardio-peritoneal
shunt
Pada
beberapa pasien dengan efusi perikardial malignan yang berulang, pembuatan
shunt perikardio-peritoneal dapat membantu mencegah tamponade kardiak yang
rekuren. Perikardiektomi
Reseksi
dari perikardium atau pericardiectomy
melalui sebuah sternotomi median atau torakotomi sinistra jarang dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya efusi perikardial dan tamponade berulang.
Prosedur
toraskopik yang dipandu dengan video
Dalam
sebuah studi pada 15 pasien dengan tamponade jantung, Monaco et al menemukan
bahwa sebuah prosedur video-assisted
thoracoscopic dapat menjadi penanganan yang layak untuk keadaan ini.
Dengan
menggunakan pendekatan hemitorasik, operator tindakan memakai trocar 15 mm pada
ruang interkostal keempat pada aksilaris anterior dan trocar 10 mm pada ruang
interkostal ketujuh pada linea mediana aksilaris.
Penggunaan
optik 5 mm dapat memberikan ruang untuk 2 instrumen, yaitu optik dan forsep
endoskopik untuk dipergunakan secara bersama dengan 1 trocar; sehingga trocar
kedua tersedia penggunaannya sebagai gunting diseksi. Seluruh pasien menjalani
reseki perikardial yang hasilnya serupa dengan yang melalui torakotomi
anterolateral. Efusi perikardial secara efektif mengalami drainase pada seluruh
pasien tanpa menemui mortalitas intraoperatif atau morbiditas perioperatif.
Pasca Tindakan Pembedahan
Pada
pasien post op bedah jantung, perawat sebaiknya memonitor jumlah drainase tuba
dada (chest tube). Jika volume
drainase menurun cepat, dan tekanan darah menurun, ini dapat menjadi dugaan
adanya tamponade dikarenakan tersumbatnya chest
tube. Pada kasus seperti ini, pasien dibawa kembali ke ruang operasi untuk
menjalani reoperasi darurat.
Jika
penanganan tepat, akurat dilakukan secepat mungkin dan tidak ada komplikasi
yang timbul (syok, infark miokard akut / aritmia, gagal jantung, aneurisma,
karditis, emboli, atau ruptur) dan pengawasan dilakukan dengan seksama, maka
kemungkinan keselamatan akan menjadi semakin besar.
Rawat
inap
Setelah
perikardiosentesis, biarkan kateter intraperikardial di tempatnya, setelah
diamankan posisinya pada kulit dengan prosedur yang sterile dan terhubung
dengan sistem drainase tertutup melalui sebuah kunci pipa 3 arah (3-way stopcock). Secara berkala periksa
kembali akan adanya reakumulasi cairan, dan kuras sesuai kebutuhan. Kateter tersebut dapat ditempatkan demikian
untuk 1-2 hari dan dapat digunakan untuk perikardiosentesis. Hitung sel cairan
serial dapat berguna untuk membantu menemukan kemungkinan adanya infeksi
bakterial pada kateter, yang dapat membahayakan pasien. Jika hitung sel darah
putih meningkat, maka kateter perikardial harus dilepas secepatnya.
Sebuah kateter Swan-Ganz dapat diletakkan di tempat untuk pengawasan
berkelanjutan akan keadaan hemodinamik dan mengevaluasi efek dari reakumulasi
cairan perikardial. Pemeriksaan ekokardiogram ulangan dan radiografi dada
ulangan sebaiknya dilakukan paling lambat 24 jam pasca tindakan
perikardiosentesis. catheter can be left in place for continuous monitoring of
hemodynamics and to assess the effect of reaccumulation of pericardial fluid.
Konsultasi
Konsultasi
yang diasosiasikan dengan tamponade jantung adalah sebagai berikut :
- Pasien
dengan keadaan hemodinamik stabil – Kardiolog
- Pasien
dengan keadaan hemodinamik tidak stabil – Kardiolog, Ahli Bedah
Kardiotorasik
Aktivitas
Pada
permulaan, pasien sebaiknya menjalani
bed rest dengan elevasi kaki untuk meningkatkan arus balik vena (venous return). Setelah tanda dan gejala
tamponade teratasi, aktivitas dapat ditingkatkan sesuai toleransi.
Follow-up
Ekokardiogram
dan radiografi dada follow up atau untuk tindak lanjut dan pengawasan pasca
rawat inap dapat dilakukan pada kontrol bulanan untuk memeriksa adanya
akumulasi cairan rekuren.
Prognosis
Tamponade
jantung adalah suatu kegawatdaruratan medis. Prognosis bergantung pada
identifikasi cepat dan manajemen kondisi serta penyakit atau kondisi etiologi
penyebab tamponade. Jika tidak ditangani, tamponade jantung memburuk cepat dan
secara universal mematikan.
Haneya
et al dalam suatu studi retrospektif (2005-2011) mengevaluasi dampak dari
jangka waktu dan indikasi reeksplorasi adanya perdarahan atau tamponade setelah
pembedahan jantung pada 209 pasien dan menemukan bahwa reeksplorasi
diasosiasikan dengan tingkat angka mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi.
Analisis multivariate mengindikasikan bahwa adalah efek merugikan dari
reeksplorasi (misalnya kehilangan darah, kendala transfusi darah) ketimbang
prosedur itu sendiri yang merupakan faktor risiko independen terhadap kematian.
Hasil yang buruk lebih cenderung pada reeksplorasi yang tertunda dan yang
mengalami tamponade jantung.
Dalam
studi terpisah, Le et al mengindikasikan bahwa setelah pembedahan jantung,
tidak ada keuntungan dari penggunaan tabung dada (chest tube) multipel ketimbang tabung dada tunggal dalam rangka
mencegah kembali ke ruang operasi karena perdarahan atau tamponade.
Sebagai
tambahan penanganan tamponade, seluruh pasien sebaiknya diberikan penanganan
terhadap kondisi penyebab atau etiologi untuk mencegah rekurensi.
Dalam
sebuah studi dengan tamponade jantung, Cornily et al melaporkan angka
mortalitas 1 tahun 76,5% pada pasien dimana tamponadenya disebabkan oleh
penyakit keganasan, dibandingkan 13,3% pada pasien tanpa penyakit keganasan.
Peneliti juga mencatat angka bertahan hidup median 150 hari pada pasien dengan
penyakit keganasan.
Daftar Pustaka / Referensi
- Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
- Braunwald, Eugene. dkk. 2001. Essential Atlas of Heart Diseases. 2nd Ed. Philadelphia : Current Medicine.
- Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta : EGC.
- Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
- Longmore, J. M.; Murray Longmore; Wilkinson, Ian; Supraj R. Rajagopalan (2004). Oxford handbook of clinical medicine (6th ed.). Oxford [Oxfordshire]: Oxford University Press.
- Patton KT, Thibodeau GA (2003). Anatomy & physiology (5th ed.). St. Louis: Mosby.
- American College of Surgeons Committee on Trauma (2007). Advanced Trauma Life Support for Doctors, 7th Edition. Chicago: American College of Surgeons
- Holt L, Dolan B (2000). Accident and emergency: theory into practice. London: Baillière Tindall.
- Yarlagadda, Chakri (January 2015). "Cardiac Tamponade Treatment & Management". Medscape. Retrieved 16 March 2016.
- Holmes DR Jr, Nishimura R, Fountain R, et al. Iatrogenic pericardial effusion and tamponade in the percutaneous intracardiac intervention era. JACC Cardiovasc Interv. 2009 Aug. 2(8):705-17.
- Haneya A, Diez C, Kolat P, et al. Re-exploration for bleeding or tamponade after cardiac surgery: impact of timing and indication on outcome. Thorac Cardiovasc Surg. 2015 Feb. 63(1):51-7.
- Le J, Buth KJ, Hirsch GM, Légaré JF. Does more than a single chest tube for mediastinal drainage affect outcomes after cardiac surgery?. Can J Surg. 2015 Feb 1. 58(1):006814-6814.
- Cornily JC, Pennec PY, Castellant P, Bezon E, Le Gal G, Gilard M, et al. Cardiac tamponade in medical patients: a 10-year follow-up survey. Cardiology. 2008. 111(3):197-201.
- Lee YM, Kim HJ, Lee JE, et al. Cardiac tamponade following insertion of an internal jugular vein catheter for hemodialysis. Clin Nephrol. 2009 Sep. 72(3):220-3.
- Roy CL, Minor MA, Brookhart MA, Choudhry NK. Does this patient with a pericardial effusion have cardiac tamponade?. JAMA. April 2007. 297(16):9.
- Ikematsu Y. Incidence and characteristics of dysphoria in patients with cardiac tamponade. Heart Lung. 2007 Nov-Dec. 36(6):440-9.
- Sagristà-Sauleda J, Angel J, Sambola A, Alguersuari J, Permanyer-Miralda G, Soler-Soler J. Low-pressure cardiac tamponade: clinical and hemodynamic profile. Circulation. 2006 Aug 29. 114(9):945-52.
- Busko, M. ESC Group Issues Triage Strategy to Manage Cardiac Tamponade. Medscape Medical News. Accessed March 21, 2016.
- Ristic AD, Imazio M, Adler Y, et al. Triage strategy for urgent management of cardiac tamponade: A position statement of the European Society of Cardiology Working Group on Myocardial and Pericardial Diseases. Eur Heart J 2014;
- Towbin R. The bowed catheter sign: a risk for pericardial tamponade. Pediatr Radiol. 2008 Mar. 38(3):331-5.
- Gold MM, Spindola-Franco H, Jain VR, Spevack DM, Haramati LB. Coronary sinus compression: an early computed tomographic sign of cardiac tamponade. J Comput Assist Tomogr. 2008 Jan-Feb. 32(1):72-7.
- Stone MK, Bauch TD, Rubal BJ. Respiratory changes in the pulse-oximetry waveform associated with pericardial tamponade. Clin Cardiol. 2006 Sep. 29(9):411-4.
- Boltwood C, Rieders D, Gregory KW. Inspiratory tracking sign in pericardial disease. Circulation. 1984. (suppl II) 70:103.
Kata
Kunci Pencarian : Ilmu Penyakit Dalam, Kardiologi, Perikarditis, Tamponade Jantung,
Tesis, Desertasi, Artikel Ilmiah, Karya Tulis ilmiah, Jurnal, Makalah, Skripsi,
Kedokteran, Kesehatan, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Referat, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar