Definisi
Koagulasi intravaskular diseminata (Disseminated
Intravascular Coagulation, KID) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
adanya perdarahan akibat trombin bersirkulasi dalam darah hanya pada daerah tertentu.
Dasarnya ialah pembentukan bekuan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kapiler,
diduga karena masuknya tromboplastin jaringan ke dalam darah. Akibat pembekuan
ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor pembekuan darah, dan
fibrinolisis.
Secara
umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan
darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti
koagulan sebagai respon terhadap jejas / injury (Yan Efrata Sembiring, Paul
Tahalele).
Koagulasi
Intravaskular Diseminata merupakan aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara
berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan. KID ini merupakan suatu
gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.
KID merupakan suatu sindrom patologiklinis yang menyebabkan berbagai
komplikasi. Hal ini ditandai
dengan aktivasi sistemik jalur menuju dan mengatur koagulasi, yang dapat
mengakibatkan agregasi bekuan fibrin di satu regio dan berkurangnya di regio lain yang
dapat menyebabkan kegagalan organ bersamaan dengan konsumsi trombosit dan
faktor koagulasi yang dapat mengakibatkan klinis perdarahan.
Perdarahan / kelainan pembekuan darah juga disebabkan oleh karena terbentuknya
plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik
yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
KID
merupakan salah satu kedaruratan medik karena mengancam nyawa dan memerlukan
penanganan segera. KID yang merupakan
kedaruratan medik terutama adalah KID fulminan atau akut, sedangkan KID derajat rendah
atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat.
Namun perlu diwaspadai KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID
fulminan sehingga harus diantisipasi.
Gejala klinik KID dapat sangat bervariasi tergantung
penyakit penyebabnya (underlying disease). Hal ini merupakan sebab
mengapa banyak istilah lain yang dipakai untuk KID, misalnya konsumsi
koagulopati, hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom trombo-hemoragik. Keberhasilan pengobatan selain ditentukan
oleh keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID, juga
ditentukan akibat KID itu sendiri.
Untuk lebih memahami
KID ada baiknya kita mengulas kembali mengenai Hemostasis
Mekanisme
Hemostasis normal
Sistem pembuluh darah membentuk suatu
sirkuit yang utuh yang mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat
kerusakan pada pembuluh darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup
kebocoran atau kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah
memperbaiki kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi beberapa
tahap/faktor, yaitu;
- Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnya.
- Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
- Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi.
- Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan dan sistem fibrinolisis.
- Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis
primer. Sel endotel pada dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk
mengatur aliran darah dengan cara vasokontriksi atau vasodilatasi,
sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein yang berasal dari
endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang
merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk
sumbat hemostasis melalui proses: 1) adhesi (adhesion), yaitu melekat pada
dinding pembuluh darah: 2) agregasi atau saling melekat di antara trombosit
tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap
2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang
berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang
rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur ekstrinsik
yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan jalur
instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor
jaringan, yang diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh
darah atau monosit) berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi,
membentuk kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan
seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang /cross-linked
fibrin).
Setelah
fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan membatasi
pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh darah yang
rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta
heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin
bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan
Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini relatif lambat. Heparin
mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan
protein C menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai
kofaktor.
Fibrinolisis
atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mempertahankan
patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enzim yang berperan dalam
sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin dan kemudian
akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen(atau fibrin)
degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang
adalah D-dimer.
Etiologi
Perdarahan pada KID terjadi
karena:
- Hipofibrinogenemia
- Trombositopenia
- Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
- Fibrinolisis berlebihan.
Keadaan atau penyakit yang dapat mencetuskan KID seperti
dibawah ini :
1. Penyakit
yang mencetuskan KID fulminan :
a. Hematologi
: reaksi transfusi, hemolisis berat, transfusi masif, leukemia.
b. Infeksi
:
i.
Septikemia : gram negatif (endotoksin),
gram positif (lipopolisakarida)
ii.
Viremia : HIV, hepatitis, varisela, CMV,
DHF
iii.
Parasit : malaria
iv.
Trauma
v.
Penyakit hati akut : gagal hati akut, obstructive
jaundice.
vi.
Luka bakar
vii.
Alat protese : Leveen atau Denver
shunt, alat bantu balon aorta.
viii.
Kelainan vaskuler.
2. Penyakit
disertai KID derajat rendah :
a. Keganasan
b. Penyakit
kardiovaskuler
c. Penyakit
autoimun
d. Penyakit
ginjal menahun
e. Peradangan
f. Penyakit
hati menahun
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem
koagulasi sehingga terjadi KID. Akibat
hemolisis, eritrosit melepaskan ADP atau membran fosfolipid eritrosit yang
mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan
menyebabkan KID. Pada septikemia, KID
terjadi akibat endotoksin atau mantel poli-sakarida bakteri memulai koagulasi
dengan cara mengaktifkan Faktor XII menjadi F XIIa, menginduksi pelepasan
reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi XII
menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit, dan
semuanya ini dapat mencetuskan KID.
Terakhir dilaporkan bahwa organisme gram positif dapat menyebabkan KID
dengan mekanisme seperti endotoksin yaitu mantel bakteri yang terdiri dari
mikropolisakarida menginduksi KID.
Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus
sitomegalo, demam berdarah dengue, dapat disertai KID. Mekanisme tidak jelas
tetapi mungkin atas dasar antigen antibodi mengaktifkan F XII, reaksi pelepasan
trombosit atau endotel terkelupas dan terpapar kolagen subendotel dan membran
basalis.
Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun
etiologinya termasuk obat, toksin atau infeksi dapat menyebabkan KID sukar
dibedakan dengan koagulasi karena gangguan fungsi hati yang berat. Kolestasis
intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5 hari bisa disertai KID.
Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar
sering ditemukan KID dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti
laboratorium. Pada kasus hematologi selain keganasan, penyakit lain sering
disertai KID derajat rendah seperti polisitemia vera, sedang pada paroksimal
noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan KID yang lebih bermanifestasi sebagai
trombosis.
Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu
KID. Pada asidosis yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel terkelupas
mengaktifkan F XII menjadi F XIIa, dan atau XI-XIa dan reaksi pelepasan
trombosit yang diakhiri dengan aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis
mekanismenya belum jelas.
Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan
KID disebabkan mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan yang terbakar melepaskan
material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu KID. Pada trauma, nekrosis jaringan merupakan
materi tromboplastin atau material menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi
darah dan mengaktifkan sistem koagulasi sehingga terjadi KID.
Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit
yang disertai hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan
KID derajat rendah atau kompensasi yang dapat berubah menjadi KID fulminan
tanpa ada petunjuk yang jelas. Lebih
kurang 50% pasien dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai KID
derajat rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.
Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena
vasospastik termasuk sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau angiopati
pada penyakit autoimun atau sindrom Leriche yang disertai KID kompensasi sering
berkembang menjadi KID fulminan.
Penyakit vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil
dapat disertai KID. KID kompensasi juga
terlihat pada pasien rematoid artritis berat, SLE, sindrom Sjorgen dermatosis,
penyakit hati kronis dan ginjal kronis.
Patofisiologi
Pada pasien dengan Koagulasi
Intravaskular Diseminata (KID), fibrin terbentuk sebagai hasil dari generasi
dimediasi oleh trombin faktor jaringan. Faktor jaringan, diekspresikan pada
permukaan sel-sel mononuklear dan sel endotel teraktivasi, mengikat dan
mengaktifkan faktor VII. Kompleks faktor jaringan dan VIIA faktor dapat
mengaktifkan faktor X langsung (panah hitam) atau tidak langsung (panah putih)
dengan cara diaktifkan faktor IX dan faktor VIII. Faktor X diaktifkan, dalam
kombinasi dengan faktor V, dapat mengkonversi protrombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor IIa). Secara bersamaan, ketiga cara fisiologis dari
antikoagulasi - antitrombin III, protein C, dan faktor jaringan-jalur inhibitor
(TFPI) - terganggu.
Pembentukan intravaskular yang
dihasilkan dari fibrin tidak seimbang dengan penghapusan memadai fibrin karena
fibrinolisis endogen ditekan oleh kadar plasma tinggi plasminogen aktivator tipe-inhibitor
1 (PAI-1). Tingginya tingkat PAI-1 menghambat plasminogen aktivator-aktivitas
dan akibatnya mengurangi tingkat pembentukan plasmin. Kombinasi peningkatan
pembentukan fibrin dan penghapusan tidak memadai hasil fibrin dalam trombosis
intravaskular diseminata. FDPs menunjukkan fibrin-degradasi.
Apabila sistem
koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal misalnya tromboplastin yang dikeluarkan
akibat kerusakan jaringan, maka trombin dari plasma beredar dalam sirkulasi
darah. Trombin memecah fibrinogen hingga
terbentuk fibrinopeptida A dan B dan fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi
membentuk fibrin yang beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam
mikrovaskuler dan makrovaskuler sehingga meng-ganggu aliran darah dan
menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan kerusakan organ. Karena fibrin dideposit dalam mikrosirkulasi,
trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia. Selain itu plasmin juga beredar dalam
sirkulasi dan memecahkan terminal akhir karboksi fibrinogen menjadi fibrin
degradation product (FDP; hasil degradasi fibrin), membentuk fragmen yang
dikenal dengan X, Y, D dan E. Hasil
degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrinogen monomer dan
kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrin monomer larut. Fibrin monomer larut ini merupakan dasar
reaksi para-koagulasi untuk uji gelasi etanol dan uji protamin sulfat.
Apabila protamin sulfat atau etanol
ditambahkan pada plasma pasien yang berisikan fibrin monomer larut, maka etanol
atau protamin sulfat akan membersihkan FDP dan fibrin monomer, dan fibrin
monomer mengalami polimerisasi dan membentuk benang fibrin dalam tabung dan
inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau gelation test
positif. Jadi FDP dalam sistem sirkulasi
akan mengganggu polimerisasi monomer, yang selanjutnya mengganggu pembekuan dan
menyebabkan perdarahan. Fragmen D dan E
mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan fungsi trombosit
terganggu. Hal ini akan menyebabkan atau
memperberat perdarahan yang sudah ada pada KID.
Berbeda dengan trombin, plasmin adalah
suatu enzim proteolitik global dan mempunyai afinitas yang sama terhadap
fibrinogen dan trombin. Plasmin juga
efektif menghancurkan (biodegradasi) faktor V, VIII, IX dan X dan plasma
protein lain termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin. Plasmin menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked
fibrin) dan menghasilkan D-Dimer. Jadi bila D-Dimer positif berarti terjadi
fibrin-olisis sekunder yang secara klinis ada trombosis atau KID.
Plasmin juga mengaktifkan komplemen C1
sampai C8-C9 dan aktivitas komplemen ini akan
meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan hipotensi dan
syok. Selain itu faktor XIIa mengubah
prekalikrein menjadi kalikrein yang kemudian mengubah kininogen dengan BM
tinggi menjadi kinin. Kinin beredar
dalam sirkulasi akan mening-katkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat
menyebabkan hipotensi dan syok. Sebagai
ke-simpulan, pada KID trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah
menyebabkan terjadi deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang
membentuk trombosis pada mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar
sehingga terjadi hipoksia atau kerusakan organ, sedangkan plasmin yang beredar
dalam sirkulasi darah dalam tubuh menyebabkan terbentuk FDP yang mengganggu
polimerasi fibrin monomer dan fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan
pembekuan yang menyebabkan perdarahan.
Selain itu plasmin juga menyebabkan
lisis faktor V, VIII dan X. Terjadi defisiensi faktor pembekuan menyebabkan
perdarahan. Dari konsep patofisiologi
ini dapat dimengerti bahwa mengapa pasien dengan KID dapat terjadi trombosis
dan perdarahan dalam waktu yang bersamaan.
Para klinisi sering lebih menaruh perhatian pada gejala perdarahan, tapi
kurang perhatian terhadap trombosis.
Padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak diten-tukan oleh
trombosis.
Untuk mencapai hasil pengobatan yang
optimal perlu memperhatikan kedua gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun
trombosis yang difus. Dari penjelasan
patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan pada KID terjadi :
- Aktivasi sistem pembekuan darah
- Aktivasi sistem fibrinolisis
- Konsumsi penghambat
- Hipoksia atau kerusakan organ.
Keempat
patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur laboratorik
yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara objektif.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari
sindrom ini beragam dan bergantung pada sistem organ yang terlibat dalam trombus
/ infark atau episode perdarahan. DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala,
seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan pungsi vena,
perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala
yang tidak dapat diamati.
Manifestasi klinis
bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses patologis yang
mana lebih utama, apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis
hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda
dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Pada Koagulasi
Intravaskuler Diseminata terdapat keadaan yang bertentangan, yaitu trombosis
dan perdarahan bersama-sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada trombosis,
tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih teraktivasi daripada
fibrinolisis. Perdarahan dapat terjadi dimana
saja. Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada luka atau pengambilan darah vena.
Trombosis umumnya ditandai dengan iskemia jari-jari tangan dan gangrene,
mungkin pula nekrosis korteks renal dan infark adrenal hemoragik. Secara
sekunder dapat mengakibatkan anemia hemolitik mikroangiopati.
Tanda-tanda yang dapat
dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan misalnya: petekie,
ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan
kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak. Sementara
tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan
aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada
kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut,
iskemia fokal, gangren pada kulit. Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular
Coagulation sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada
mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir
dengan kerusakan organ yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan
berakhir dengan kerusakan organ dan kematian.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi pada DIC adalah :
- Syok/hipoperfusi
- Nekrosis tubular akut
- Edema pulmoner
- Gagal ginjal kronis
- Konvulsi
- Koma
- Gagal system organ besar
- Trombosis vena dalam
- KID fulminan
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
- Penurunan fungsi ginjal
- Gangguan susunan saraf pusat
- Gangguan hati
- Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
- Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
- Purpura fulminan
- Insufisiensi adrenal
Pemeriksaan
Penunjang
Rumitnya patofisiologi KID menyebabkan hasil
laboratorium yang didapatkan ber-variasi.
Rumit dan sulit diinterpretasi bila patofisiologi tidak jelas dimengerti
dan pemerik-saan yang dilakukan tidak cukup.
Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup dan interpre-tasi tepat akan
dapat memberikan kriteria diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia untuk
uji laboratorium yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan kriteria laboratorik
yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis KID yang didasarkan atas
pengetahuan patofisiologinya.
1. Masa Protrombin (protrombin time)
Masa
protrombin bisa abnormal pada KID karena beberapa hal. Oleh karena masa protrombin tergantung dari
perubahan fibrinogen menjadi fibrin maka dapat dimengerti pada pasien KID masa
protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada
polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan
faktor IX.
Masa
protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang pada <50%
pasien bisa dalam batas normal atau memendek.
Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena (1)
beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau faktor Xa yang dapat
mempercepat pembentukan fibrin; (2) hasil degradasi awal dapat mempercepat
pembekuan oleh trombin dan sistem pembentukan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat
dalam evaluasi KID.
2. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT
yang diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID fulminan karena berbagai
sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada masa protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi faktor V,
VIII, IX, Xi yang seharusnya menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa
protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen <100 mg/dl.
PTT
juga memanjang pada KID karena FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang hanya ditemukan pada
50-60% pasien KID dan oleh sebab itu PTT yang normal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan KID. Mekanisme terjadinya
PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama seperti pada masa
protrombin.
3. Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan
kadar faktor pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada pasien
KID. Sebagaimana sudah disebut
sebelumnya pada kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif
beredar dalam sirkulasi terutama faktor Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas
standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan defisiensi substrat
akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika faktor VIII diperiksa sedang pada
penderita KID disertai faktor Xa maka jelas faktor VIII yang dicatat akan
tinggi karena dalam uji sistem ini faktor Xa meminta kebutuhan faktor VIII
sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dan waktu
yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini akan diinterpretasi sebagai
kadar faktor VIII yang tinggi.
4. FDP
Kadar
FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID.
Hasil degradasi ini adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin
oleh plasmin, sehingga secara tidak langsung menunjukkan jumlah plasmin
melebihi jumlah normal dalam darah.
Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada
fibrin monomer solubel. Tetapi sama
seperti FDP, ini bukan sebagai diagnostik karena fibrin monomer solubel lain
dapat dijumpai pada keadaan klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi
oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien
penyakit ginjal tertentu, trombosis vena atau arteri serta tromboembolik.
5. D-Dimer
Tes
terbaru untuk KID adalah D-Dimer yang merupakan hasil degradasi dari fibrin
ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan
oleh faktor XIII. Dari pemeriksaan atau
tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID, tampak-nya D-Dimer
merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan KID. Analisis beberapa pemeriksaan yang dilakukan
pada KID, ditemukan D-Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III abnormal pada
89% kasus, kadar fibrinopeptida abnormal pada 88% kasus dan titer FDP abnormal
pada 75% kasus.
Kadang
titer FDP dan reaksi parakoagulasi dapat negatif pada KID. Hal ini disebab-kan pada KID akut jumlah
plasmin yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan
degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai
FDP. Selain itu pelepasan yang
berlebihan dari protease-granulosit, kolagenase dan elastase dapat juga
melakukan degradasi pada semua sisa fragmen D dan E dan akhirnya memberikan
hasil FDP negatif. Jadi FDP negatif
belum dapat menyingkirkan diagnosis KID.
Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin
sulfat menjadi terbatas dalam diagnosis KID.
6. Plasmin
Pemeriksaan
sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam lab klinik yang berguna pada
KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin.
Fibrinolisis sekunder merupakan respons tubuh mencegah trombosis dalam
upaya tubuh menghindari kerusakan organ yang ireversibel pada pasien KID. Jika terjadi gangguan sistem fibrinolisis,
morbiditas dan mortal-itas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan
organ. Aktivasi sistem fibrinolisis
dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik
substrat sinte-tis. Masa lisis euglobin
memberikan sedikit manfaat untuk menilai sistem fibrinolisis pada KID.
7. Trombosit
Trombositopenia
khas pada KID; jumlah trombosit bervariasi mulai yang paling rendah
2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3. Pada kebanyakan
pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus darah tepi pada umumnya
jumlahnya rata-rat 6000/mm3.
Uji
fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
bergantung pada KID. Gangguan ini
disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit.
Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji trombosit pada KID.
Faktor
4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin merupakan petanda terjadinya
re-aktivitas dan pelepasan trombosit dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan
beta-tromboglobulin meningkat dan kemudia menurun sesudah pengobatan, hal ini
menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan beta-tromboglobulin pada
KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivasi prokoagulan, juga
bermanfaat pada pemantauan pengobatan.
Berdasarkan patofisiologi KID dapat dibagi menjadi 4
kelompok :
(1) aktivasi sistem prokoagulan; (2) aktivasi sistem
fibrinolisis; (3) konsumsi penghambat; (4) kerusakan atau kegagalan organ.
(1)
Aktivasi sistem prokoagulan meliputi protrombin,
fragmen 1+2, fibrinopeptida A dan B, kompleks trombin-antitrombin (TAT) dan
D-Dimer. Semuanya ini meningkat pada
KID.
(2)
Aktivasi sistem fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP,
plasmin dan plasmin antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.
(3)
Konsumsi penghambat ada yang meningkat ada yang
menurun. Yang meningkat : kompleks TAT,
kompleks PAP. Yang menurun :
antitrombin, alfa-2-antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C dan S.
(4)
Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase,
kreatinin dan yang menurun : pH dan PaO2.
Untuk menentukan diagnosis KID berdasarkan criteria
laboratorium tersebut diperlukan satu kelainan dari kelompok 1,2 dan 3, sedang
kelompok 4 diperlukan 2 kalainan. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa
D-Dimer merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan diagnosis
KID.
Diagnosis
Diagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes
laboratorium, karena itu biasanya digunakan beberapa hasil pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik pasien. Dalam praktik
klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan sebagai berikut:
1.
Adanya
penyakit yang mendasari terjadinya KID.
2.
Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm3.
3.
Pemanjangan waktu pembekuan (PT,aPTT).
4.
Adanya hasil
degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).
5.
Rendahnya
kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)
Rendahnya trombosit pada KID menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi
dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu pembekuan menandakan menurunnya
jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitamin K. Pemeriksaan kadar
penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan informasi
prognostik.
Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti Ddimer, akan membantu untuk
membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan
waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik.
Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau
gambaran klinik yang dapat menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan,
tromboemboli atau keduanya, disertai dengan pemeriksaan laboratorium
trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer positif. Bilamana
fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan criteria menurut Bick atau
berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.
1.
Kriteria
Laboratorium DIC menurut KonNas Tata laksana DIC pada sepsis 2001
- Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% DIC
- PT : memanjang pada 50-70% DIC
- aPTT : memanjang pada 50-60% DIC 4. Masa Trombin : memanjang
- Fibrinogen
- sFM (soluble fibrin monomer)
- D-dimer : meningkat
- FDP : meningkat
- Antitrombin : menurun
2.
Kriteria
Laboratorium DIC menurut Bick
- Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, Ddimer, fibrinopeptide
- Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP
- Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S
- Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2
Sistem Skor
DIC (ISTH 2001)
1.
Penilaian
risiko: apakah terdapat penyebab DIC?
(jika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan)
2.
Uji
Koagulasi
(trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen)
3.
Skor:
- Trombosit: > 100000 = 0 , 50000-100000 = 1 , <50000 = 2
- D-dimer: < 500 = 0 , 500-1000 = 1 , >10000=2
- PT memanjang: <3 detik = 0 , 4-6 detik = 1 , >6 detik = 2
- Fibrinogen: <100mg/dl = 1 , >100 mg/dl = 0
4.
Jumlah skor:
- ≥ 5 : sesuai DIC : skor diulang setiap hari
- < 5 : sugestif DIC : skor diulang dalam 1-2 hari
Diagnosis
Banding
Manifestasi
klinis atau kelainan laboratorium dari beberapa kondisi dapat menyerupai atau
dibedakan dari yang ada di DIC, dan penting untuk membedakan kondisi ini dari
DIC akut. Empat dari kondisi yang lebih umum adalah :
- thrombocytopenic purpura trombotik
- kronis DIC (Trousseau sindrom)
- Gagal hati fulminan
- HELLP syndrome (hemolisis, tes fungsi hati yang tinggi, dan trombosit rendah).
Penatalaksanaan
Dalam mengobati pasien ada 2 prinsip yang perlu
diperhatikan :
A. Khusus :
pengobatan KID bersifat individual,
B. Umum :
mengobati pembekuan darah dan mengatasi perdarahan.
1. Terapi Individu
Berhubungan
dengan banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat penyakit maupun
KID bervariasi. Maka pengobatan kasus
demi kasus penyebab mendapat perhatian yang besar. Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu
sangat diperlukan, sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap individu harus dilihat keuntungan
dan kerugian dari pengobatan.
2. Terapi Umum
Didasarkan
atas etiologi KID, umur, keadaan hemodinamik, beratnya perdarahan, beratnya
trombus dan gejala klinis.
a.
Pengobatan faktor pencetus
Pengobatan pada KID fulminan yaitu mengobati secara
progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID.
b.
Menghentikan proses koagulasi.
Dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan
misalnya heparin. Indikasi pemberian
heparin : (1) bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat;
(2) penderita yang masih perdarahan bila penyakit dasar sudah dihilangkan; (3)
bila ada tanda terjadi trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati.
Cara
pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis awal 100-200 U/ kgBB iv,
selanjutnya pemberian dosis ditentukan dari hasil APTT atau masa pembekuan dan
diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin.
Target APTT 1,5-2,5 kontrol atau masa pem-bekuan 2-3 kali kontrol. Bila APTT kurang dari 1,5 kali kontrol atau
MP kurang 2 kali kon-trol dosis heparin dinaikkan. Bila APTT lebih dari 2,5 kali kontrol atau MP
lebih dari 3 kali kontrol maka diulang 2 jam.
Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5 atau 3 kali kontrol
dosis dinaikkan, sedang bila kurang dosis diturunkan. Bila APTT 1,5-2,5 kali kontrol atau MP 2-3
kali kontrol, dosis heparin diteruskan.
Heparin
diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 100.000 – 200.000 U/
hari. Akhir-akhir ini dianjurkan heparin
subkutan dosis 80-100 U/kg tiap 4-6 jam.
Heparin juga dapat diberikan dengan kombinasi AT III atau anti agregasi
trombosit.
Kontraindikasi
pemberian heparin subkutan maupun intravena pada KID yaitu pasien dengan
perdarahan SSP dan gagal hati fulminan.
KID fulminan berhasil diobati dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
jumlah total yang dibutuhkan = kenaikan kadar yang diinginkan – kadar permulaan
x 0,6 x BB. Kadar yang diinginkan
biasanya > 125%.
3. Terapi Substitusi
Bila
perdarahan masih terus berlangsung sesudah penyakit dasar diobati dan sesudah
antikoagulan diberikan, untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (fresh
frozen plasma; FFP). Bila trombosit
turun sampai <25.000/mm3 pemberian trombosit konsentrat perlu
diberikan.
4. Anti Fibrinolisis
Asam
traneksamat atau epsilon-asam amino kaproat hanya diberikan bila trombosis
tidak ada dan terjadi fibrinolisis. Menurut penelitian lain penatalaksanaan KID
secara teoritis, intervensi pada langkah patofisiologis yang terlibat dalam
asal-usul KID dapat bermanfaat, tetapi uji klinis telah mengungkapkan hanya
beberapa langkah-langkah untuk digunakan sebagai terapi.
a)
Pengobatan
Penyebab Utama dan Perawatan Umum
Para
penyebab penyakit KID harus diperlakukan dengan penuh waspada untuk membalikkan
proses. Misalnya, dalam kasus sepsis, antibiotik harus dimulai, dan jika
gigitan ular adalah faktor pencetus, anti racun harus dimulai. Jaringan perfusi
dan fungsi pernafasan harus dijaga dengan mengganti cairan intravena dan
memberikan dukungan oksigen untuk memperbaiki hipoksia. Kekurangan asam folat
akut dapat terjadi seiring perjalanan
KID kronis dan mengarah ke produksi platelet terganggu, dan harus segera
diatasi. Koagulopati dapat diatasi oleh pemberian vitamin K 10mg pada dua hari
berturut-turut.
b)
Dukungan
hemostatik (Replacement Therapy)
Pada
pasien yang memiliki tingkat rendah trombosit, fibrinogen dan faktor pembekuan
lain seperti yang ditunjukkan oleh PT berkepanjangan, APTT, TT, penggantian
faktor ini berguna. Meskipun ada beberapa kekhawatiran bahwa penggantian ini
menyediakan 'bahan bakar ke api', tidak ada data klinis untuk mendukung
kekhawatiran ini. Terapi penggantian tidak diindikasikan jika tidak ada
perdarahan klinis dan ada prosedur invasif yang direncanakan. Jika pasien
mengalami perdarahan atau prosedur diperlukan, maka upaya untuk mengembalikan
kapasitas hemostatik dengan mengganti trombosit dan faktor koagulasi ditunjukkan.
Mengukur
konsentrasi trombosit dan fibrinogen dan menilai waktu protrombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi sangat penting untuk membimbing manajemen.
Penggantian dipantau oleh efek langsung setelah transfusi dan beberapa jam
kemudian untuk menentukan kebutuhan untuk melanjutkan penggantian lebih lanjut.
Komponen darah yang tersedia ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Komponen
umum digunakan dalam LPS adalah: plasma beku segar (FFP), kriopresipitat,
trombosit konsentrat dan dikemas sel darah merah atau darah.
Dosis
awal yang diberikan dalam tabel 3 adalah panduan kasar dan dosis lanjutan akan
bervariasi tergantung pada tingkat konsumsi dan apakah DIC akan datang
terkendali. Penggantian dapat dihentikan bila ada kenaikan jumlah trombosit,
kadar fibrinogen dan penurunan FDPs.
c) Terapi heparin
Penggunaan
heparin secara teori menarik karena harus berhenti pembentukan trombin dan
proses DIC, tapi dalam prakteknya manfaat ini jarang terlihat. Untuk pasien
yang secara aktif perdarahan, heparin akan memperburuk pendarahan sebelum
manfaat potensial. Dalam sebagian besar situasi khas DIC akut (yang mencakup
95% atau lebih pasien) terapi heparin belum terbukti berguna dan mungkin
berbahaya. Heparin telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan dalam kecil,
studi terkontrol pasien dengan koagulasi intravaskular diseminata, tetapi tidak
dalam uji klinis terkontrol. Namun ada beberapa indikasi terbatas terapi
heparin, seperti pendarahan yang berlebihan terkait dengan hemangioma raksasa.
d) Baru terapeutik strategi Activated Protein C
Karena
berperan penting pada jalur APC dalam patogenesis sepsis, substitusi APC
tampaknya menjadi pengobatan yang menjanjikan. Dalam uji coba fase III klinis
APC rekombinan (rAPC) pada pasien dengan sepsis berat dalam dosis 24 mg / Kg /
jam selama 96 jam, penurunan yang signifikan dalam mortalitas 28 hari terlihat.
Namun, kejadian terjadinya perdarahan serius lebih tinggi pada kelompok rAPC
dibandingkan kelompok plasebo. Pedoman untuk penggunaan protein C aktif yang
tersedia dan dianjurkan pada pasien dengan sepsis berat dan penilaian klinis
dari risiko kematian.
e)
Antithrombin
(AT III)
Tingkat
beredar dari AT yang rendah DIC, oleh karena itu suplementasi harus
meningkatkan hasilnya. Dalam plasebo buta ganda terkontrol multisenter besar
fase III percobaan (Kybersept percobaan) AT digunakan dalam dosis 30.000 IU
selama 4 hari. Tidak ada perbedaan angka kematian antara pengobatan dan
kelompok plasebo. Selain itu, pasien yang
dirawat dengan AT mengalami komplikasi perdarahan lebih lanjut. Ia berspekulasi
bahwa seiring penggunaan heparin dengan AT bertanggung jawab atas komplikasi
perdarahan lebih lanjut. Studi lain dievaluasi peran AT tanpa heparin bersamaan
pada pasien dengan sepsis berat dengan atau tanpa DIC. Ditemukan bahwa AT
secara signifikan mengurangi angka kematian pada pasien dengan DIC.14 Namun,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini.
f)
Faktor
jaringan jalur inhibitor (TFPI)
Karena
TF / faktor VIIA jalur memainkan peran utama dalam aktivasi koagulasi pada
sepsis, substitusi TFPI tampaknya menjadi pilihan yang masuk akal. Hal ini
diuji dalam percobaan fase III pada pasien dengan sepsis berat. Tifacogin
(TFPI) diberikan dalam dosis .025mg/kg/hr selama 96 jam. Ada yang tidak berpengaruh
pada mortalitas dan risiko perdarahan meningkat.
Protease
Inhibitor
Mesylate Gabexate adalah inhibitor protease serin
sintetis, termasuk trombin dan plasmin. Oleh karena itu tampaknya akan menjadi
agen potensial berguna untuk mengobati koagulasi intravaskular diseminata.
Dalam sejumlah terbatas pasien, obat (2mg/kg/hr x 7 hari) tidak mampu
menghambat koagulasi atau fibrinolisis, meningkatkan skor DIC atau mengurangi
angka kematian pada LPS pra atau ringan.
g)
C1-Inhibitor
(C1-Inh)
Aktivasi
faktor XIa menyebabkan ledakan trombin, oleh karena itu penghambatan XIa faktor
dengan inhibitor C1 mungkin akan bermanfaat. Dalam sebuah studi pilot dengan
jumlah terbatas C1-inhibitor pasien, C1-Inh diberikan kepada pasien dengan
sepsis berat atau syok septik. Disfungsi organ meningkat secara signifikan
tetapi tidak berpengaruh pada mortalitas diamati karena sejumlah kecil pasien.
h)
Inhibitor
Sintetis
Pengobatan
heparin mungkin tidak efektif karena memerlukan antithrombin untuk aktivitas
antikoagulan dan ini biasanya berkurang pada DIC. Langsung inhibitor trombin
mungkin lebih efektif karena mereka tidak memerlukan antithrombin. Hirudin
rekombinan mengurangi aktivitas trombin di DIC, tapi manfaat klinis belum
dievaluasi. Novel antitrombin III - inhibitor trombin independen seperti
desirudin dan senyawa terkait, mungkin akan lebih efektif daripada heparin, dan
peneliti juga telah menjanjikan hasil. Namun, ada belum pernah ada uji klinis
terkontrol obat ini pada pasien dengan DIC dan risiko yang relatif tinggi perdarahan
berhubungan dengan penggunaan senyawa ini dapat menjadi faktor pembatas.
Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari
terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak
akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat
diberikan.
1. Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski
pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun
dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikas
perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan
adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinyu.
Indikasi:
- Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
- Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi
- Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal nafas
Dosis:
100iu/kgBB bolus dilanjutkan
15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan
untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali control
Low
molecular weight heparin dapat
menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit
diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive
dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan,
karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja,
sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan
ini cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%
Dosis:
Dosis awal 3000 iu (50
iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3 – 5 hari.
Rumus:
-
1 iu x BB
(kg) x Δ AT III, dengan target AT III > 120%
-
Δ AT III x
0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%
4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada
pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan
menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin
bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.
Koagulasi
Intravaskular Diseminata pada Kehamilan
Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain. Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
- Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio plasenta,emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion.Alarm, 2001
- Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan mengaktifkan faktor koagulasi 2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam kategori ini.Miller A, 2002
Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini terjadi pada reaksi transfusi. Alarm, 2001
Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan
pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan
terjadinya vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya
DIC. Hipotensi menurunkan perfusi sehingga terjadi
hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan
memicu terjadinya DIC. DIC bisa
dihindari dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun pada anemia yang berat. Foley, 2000
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi
obstetri yang mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa
berupa hematom, purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang
lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan
post partum. Alarm, 2001 Perdarahan bisa berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal,
intracarnial dan internal bleeding. Miller A, 2002 Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang terjadi secara akut,
gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya perdarahan.
Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru. Alarm, 2001
Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin,
penurunan mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses
fibrinolisis. Antikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III,
protein C dan TFPI (tissue factor pathway inhibitor). Pada DIC kadar
antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin utama menurun sebagai respon
terhadap proses koagulasi yang sedang berlangsung, degradasi oleh elastase yang
dikeluarkan oleh neutrofil aktif, dan gangguan sintesis antitrombin III. Foley, 2000
Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas
trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial
protein C),disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik
diperantrai oleh peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, penghambat
utama sistem fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan meskipun terdapat
aktivitas fibrinolitik, pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan
aktivitas pembentukan fibrin. Levi, 2003
Diagnosis DIC pada
kehamilan
Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting
dilakukan, mengingat pentingnya kecepatan diagnosis DIC, dan kurangnya
fasilitas laboratorium yang lengkap menyebabkan tidak dilakukannya tes kelainan
hematologi definitif. Tes Pembentukan jendalan darah
merupakan tes yang mudah dikerjakan. Hasil yang abnormal menunjukkan adanya
abnormalitas menyeluruh dari sistem koagulasi. Tes ini dikerjakan dengan
mengambil 5 ml darah dalam tabung gelas (atau dalam spuit injeksi), balikkan
tabung tiga atau empat kali dan amati terjadinya jendalan, dan retraksi serta
koagulasi jendalan. Waktu penjendalan memanjang apabila lebih dari 10-12 menit.
Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik sesudah 30 menit, dan belum
lisis dalam 1 jam. Jendalan harus terbentuk paling tidak separuh dari total
jumlah sampeldarah. Alarm, 2001
Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi dan
fibrinolisis menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya
bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji
penentu. Uji tapis meliputi hitung trombosit, Protrombin time (PT), Partial
Tromboplastin Time, masa trombin, fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah
pemeriksaan fibrin monomer terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin
degradation product dan anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and standardization Comittee International
Society on trombosis and Haemostasis ke 47, Juli 2001 di Paris disusun
sistem skor untuk DIC. Tambunan KL, 2001
Skor DIC. Tambunan KL,
2001
1. Penilaian resiko : Apakah
terdapat kelainan dasar / etiologi yang berkaitan dengan DIC? (jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)
|
2. Uji koagulasi : hitung
trombosit, protrombin time, fibrinogen, FDP / D-dimer
Skor
Trombosit
> 100.000 / mm3 : 0
50.000 – 100.000 / mm3 : 1
<50.000 / mm3
: 2
FDP atau D-dimer
< 500 μg/L : 0
500 – 1000 μg/L : meningkat
ringan : 1
> 1000 μg/L : meningkat
ringan : 2
Pemanjangan protrombin time
(PT)
< 3 detik : 0
4 – 6 detik : 1
> 6 detik : 2
Fibrinogen
> 100 mg dl : 0
< 100 mg dl : 1
|
3. Jumlah skor ≥ 5 sesuai DIC
skor diulang tiap hari
Jumlah skor < 5 sugestif DIC skor
diulang dalam 1-2 hari
|
Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan kadar
faktor VII dari sel endotelial sering meningkat. Partial
tromboplastin time bervariasi dan mungkin hanya memanjang pada proses
akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat rendah. Protrombin time menjadi
memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi ekstrinsik turun (terutama
II,V,VII,X). Foley, 2000 Trombin time biasanya memanjang. Kadar
fibrinogen pada kondisi kehamilan normal meningkat 400-650 mg/dl pada DIC
kadarnya turun pada kadar normal orang tidak hamil. Pada DIC berat kadar fibrinogen
biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80ë/ml mendukung diagnosis DIC, kadar
ini akan menetap tinggi selama 24-48 jam setelah DIC terkontrol. Sediaan apus
darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah merah yang pecah (Schistocytes),
yang terbentuk akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat. Alarm, 2001
Manajemen DIC pada Kehamilan
Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus diutamakan.
Proses dan perkembangan DIC sangat dinamis sehingga hasil laboratorium mungkin
tidak menggambarkan situasi yang sebenarnya. Namun ini tidak berarti tidak
harus mengikuti hasil laboratorium dan pertolongan dari ahli hematologi bila
memang tersedia. Bagaimanapun tanpa hasil hematologi yang lengkap, harus punya
rencana manajemen yang dapat mengatasi masalah yang bisa menimbulkan komplikasi
yang membahayakan. Alarm, 2001
Manajemen yang pertama adalah
mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya hal ini dilakukan dengan melahirkan
produk kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi organ. Alarm, 2001 Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea
pada kondisi trombositopeni berat terdapat beberapa saran, Jika secara klinis
terdapat tanda-tanda perdarahan nyata dilakukan incisi linea mediana, namun jika
tidak dapat dilakukan incisi pfanensteal, penggunaan cauter boleh dilakukan
lebih bebas , tutup uterus dengan 2 lapis, membiarkan plica vesicouterina tetap
terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah perdarahan dari pembuluh darah yang
kadang tidak terlihat dan memberikan tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin
staples, tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal
diatas Sibai menambahkan perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian
trombosit 10 unit sebelum operasi bila angka trombosit <50.000/µL, penutupan
luka secara sekunder atau pemasangan drain subkutan,transfusi diberikan sesuai
kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan selama 48 jam sesudah persalinan. Foley,
2000; Hariman H, 2002
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ
merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl,
dan mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan
yang terbaik Suparman, 2003 karena kandungkan faktor koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan
sungkup atau intubasi endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial
yang memuaskan. Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin
30-60 ml/jam dan hematokrit >30%. Alarm, 2001 Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan oleh ahli hematologi. Fresh
frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua faktor pembekuan dan mempunyai
risiko paling rendah menularkan hepatitis. 1 unit diberikan setelah 4-6 unit
whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit whole blood yang diperlukan. FFP
diberikan dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor koagulasi
tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin II,
imunodefisiensi dan purpura trombositopeni.1 FFP diberikan bila protrombin
time lebih dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai
menjaga angka protrombin time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP
mengandung semua faktor koagulan, tidak mengandung trombosit. Miller A,
2002
Crioprecipitates mungkin
diperlukan bila fibrinogen sangat rendah (fibrinogen <100 mg/dl). 10 unit criopresipitat
biasanya diberikan sesudah pemberian 2-3 unit plasma.4 riopresipitates mengandung
fibrinogen, faktor VIII, XIII.3 Trombosit dapat ditransfusi pada kondisi trombositopenia
berat, dimana satu unit dapat menaikkan angka trombosit 5000/µL – 10.000/µL.
Transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka
trombosit < 50.000/µL, atau pada kondisi angka trombosit <50.000/µL pada
pasien dengan rencana dilakukan tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai
tindakan profilaktik dengan angka trombosit 20.000/µL -30.000/µL. Trombosit
biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari.1,2 Vitamin K dan folat diberikan
mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan kedua vitamin ini. Sedang
berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC dapat
memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan. Alarm, 2001
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC. Heparin
dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari.
Heparin diberikan pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis
awal 5000 unit. Kontrol untuk
terapi heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan
terapi adekuat diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin time atau Partial
tromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari kontrol. Miller A,
2002
Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan diri
dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali). Suparman,
2003 Heparin barangkali tidak selalu
bermanfaat pada pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi
pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang
terjadi secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi pengganti
antitrombin III secara randomisasi sedang berlangsung. Drews, 2010
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti IUFD,
dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif. Epsilon aminocaproic acid (EACA)
menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk mencegah
proses sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih
diragukan penggunaan kedua agen itu dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC.
Pemakaiannya hanya pada tingkatan teori, pemakaian praktis penggunaannya masih
kurang. Alarm, 2001
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah penghambatan
aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode rekombinan
antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor spesifik yang kuat terhadap
pembentukan komplek dari faktor jaringan dan faktor VII a dengan faktor Xa.
Pemberian TFPI juga dapat menghambat aktivitas faktor jaringan sehingga dapat
mencegah aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan
memberikan manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini. Levi, 2003
Daftar
Pustaka/Referensi
- Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
- Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
- Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
- Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
- Cunningham FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 23 rd edition. Mc Graw Hill Companies, New york, 2010 : 493-501.
- Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients, Am J Respir Crit Care Med:2010;162:347-351.
- Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 2000
- Hariman, H : Management Of Koagulasi intravaskuler diseminata In Obstetrics accidents. Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) IDSAI, Medan 4-7 juli 2002.
- Lee .G. Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobe’s Clinical Hematology 10th ed. Philadelphia; 2003; 1473 – 1502.
- Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:2003;341:586-91.
- Miller A, Hanretty K.Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted sixth Edition , Churcill Lvingstone, 2002 : 122-24.
- Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2003
- Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama, 2001.
- The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International, second edition, Ontario, 2001.
- Furlong MA, Furlong BR. Disseminated Intravascular Coagulation. E-medicine. 2005. Available at http://www.emedicine.com/emerg/HEMATOLOGY_AND_ONCOLOGY.htm
- http://inet.uni2.dk/%7Eiirrh/IIR/08vasc/+SepCK.htm
- Blackwell Publishing Ltd, British Journal of Haematology, 145, 24–33 25 Guidelines for the diagnosis and management of disseminated intravascular coagulation.2009.
- Labelle Carrie Ann, Kitchens Craig S.Disseminated intravascular coagulation:Treat the cause, not the lab values, on Cleaveland Clinic Journal of Medicine Volume 72 Number 5.2005.
- Kumar R, Gupta1 V, Disseminated Intravascular Coagulation: Current Concepts, on Indian Journal of Pediatrics Volume 75.2008.
- Dr. Liza M.Pd.I CHt. Koagulasi Intravaskular Diseminata. (http://www.scribd.com/doc/6240357/KOAGULASI-INTRAVASKULAR-DISEMINATA, diakses tanggal 30 Agustus 2015,jam 07.30)
- Ullank Stira. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). (http://www.scribd.com/doc/18325628/Disseminated-Intravascular-Coagulation-DIC, diakses tanggal 30 Agustus 2015, jam 07.33)
- Khatarina Heldira. Koagulasi Intravaskular Diseminata. (http://www.scribd.com/doc/49203554/Koagulasi-intravaskular-diseminata, diakses tanggal 30 Agustus 2015,jam 07.47)
Kata Kunci Pencarian : Koagulasi Intravaskular Diseminata (Disseminated Intravascular Coagulation), DIC, KID, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Refereat, Makalah, Skripsi, Jurnal, Karya Tulis Ilmiah, Desertasi, Skripsi, Tesis, Hematologi, Ilmu Penyakit Dalam, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar