Definisi
Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang, disebabkan oleh beberapa faktor resiko selama kehamilan dan pasca natal seperti kelainan genetik, radiasi, infeksi dan paparan lainnya, ditandai oleh adanya akumulasi proliferasi leukosit dan sel abnormal dalam sumsum tulang dan darah, dapat menimbulkan komplikasi berupa sepsis, gangguan pembekuan darah atau akibat kemoterapi, memiliki prognosis yang sulit ditentukan.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu
keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yaitu sel darah yang nantinya akan
berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B (pada gambar di bawah
ditunjukkan pada cabang sebelah kanan) . Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah
terjadinya keganasan pada sel T. Insidens leukemia limfoblastik akut (LLA)
berkisar 2-3/100.000 penduduk. Lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)
daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding
wanita.
Alur Pembentukan Sel Darah |
Klasifikasi
Penelitian yang dilakukan
pada LLA menunjukkan bahwa LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel
blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi sel leukimia itu
berasal sari sel tunggal. Oleh karena homogenitas itu menurut Purnomo, 2005
dibuat klasifikasi LLA secara morfologik sebagai berikut:
- L – 1 terdiri dari sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak nampak dan sitoplasma sempit.
- L – 2 pada jenis ini limfoblas adalah besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
- L – 3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan berfakualisasi
Etiologi
Meskipun LLA sering dihubungkan dengan syndroma gangguan genetik, penyebab utama LLA sampai saat ini masih belum diketahui. Faktor lingkungan yang memperberat resiko terjadinya LLA adalah pemaparan terhadap radiasi ion dan elektromagnetik.
Meskipun LLA sering dihubungkan dengan syndroma gangguan genetik, penyebab utama LLA sampai saat ini masih belum diketahui. Faktor lingkungan yang memperberat resiko terjadinya LLA adalah pemaparan terhadap radiasi ion dan elektromagnetik.
Selain itu beberapa jenis virus juga berkaitan dengan
insiden LLA, terutama infeksi virus yang terjadi pada masa prenatal seperti
virus influenza dan varicella. LLA juga dapat terjadi pada anak dengan gangguan
imnunodefisiensi kongenital seperti Wiscott-Aldrich Syndrome, Congenital
Hypogammaglobulinemia dan Ataxia-Telangiectasia.3,4
Faktor predisposisi
1. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya
agannaglobulinemia; kelainan kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali
lipat populasi umumnya); sindrom Bloom.
2. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih
terus diteliti. Sel leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang
diperkirakan berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh
virus EB, dapat berakhir dengan leukemia.
3. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang mendukung dugaan bahwa radiasi pada ibu selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja, maupun
pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene,
arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara
sekandung terutama pada kembar monozigot.
5. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik
seperti diethylstilbestrol
Faktor Lain
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif,
dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3.
Faktor
genetik seperti kelainan kromosom
Patofisiologi
Pada LLA, progenitor limfoid
mengalami disregulasi proliferasi dan ekspansi klonal. Pada sebagian besar
kasus, patofisiologi dari transformasi sel limfoid menunjukkan gangguan ekspresi
gen yang memproduksi perkembangan normal sel B dan sel T.8, 9
Virus penyebab LLA akan
mudah masuk ke tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur
antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari
berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di
permukaan tubuh. Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah
HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut
hukum genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi
leukimia tidak dapat diabaikan (Ngastiyah, 2005).
Pada pasien LLA terjadi
proliferasi patologis sel-sel limfoid muda di sumsum tulang. Ia akan mendesak
sistem hemopoietik normal lainnya, seperti eritropoietik, trombopoietik dan
granulopoietik, sehingga sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-sel
leukemia hingga mereka menyebar (berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ
tubuh lainnya.
Kelainan sitogenetik yang
sering ditemukan, terutama pada pasien dewasa adalah: t(9;22)/ translokasi
kromosom 9 dan 22/ fusi gen BCR-ABL/ kromosom philadelphia (CML); atau t(4;11)/
translokasi kromosom 4 dan 11/ ALL1-AF4. Jika terjadi translokasi semacam ini
maka ia akan mengaktifkan jalur proliferasi dan pertumbuhan sel secara abnormal
sehingga terjadi leukemia. Kelainan yang lain bisa pada karyotipe hipdiploid
dan t(10;14), atau karena hilangnya atau inaktivnya gen supresor tumor seperti
p16 dan p15, Rb dan p53.
Manifestasi Klinis
Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah,
panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi,
penurunan berat badan, dan sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati,
nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
Gejala klinik leukemia akut
sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai
minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga yaitu;
1.
Gejala kegagalan sumsum
tulang:
a.
Anemia menimbulkan gejala
pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat
dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah
merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah,
kadang-kadang sesak nafas.
b.
Neutropenia menimbulkan infeksi
yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran
napas, dan sepsis sampai syok septic.
c.
Trombositopenia menimbulkan
easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan
dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau
perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
2.
Keadaan hiperkatabolik yang
ditandai oleh:
a.
Kaheksia
b.
Keringat malam
c.
Hiperurikemia yang dapat
menimbulkan gout dan gagal ginjal
3.
Infiltrasi ke dalam organ
menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a.
Nyeri tulang dan nyeri sternum
b.
Limfadenopati superficial
c.
Splenomegali atau hepatomegali
biasanya ringan
d.
Hipertrofi gusi dan infiltrasi
kulit
e.
Sindrom meningeal: sakit
kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
f.
Ulserasi rectum, kelainan
kulit.
g.
Manifestasi ilfiltrasi organ
lain yang kadang-kadang terjadi termasuk pembengkakan testis pada ALL atau tanda
penekanan mediastinum (khusus pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma
T-limfoblastik yang mempunyai hubungan dekat)
4. Gejala
lain yang dijumpai adalah:
a.
Leukositosis terjadi
jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan leukositosis serebral ditandai
oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual. Leukostasis pulmoner
ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada foto
rontgen.
b.
Koagulapati dapat berupa DIC
atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai pada leukemia promielositik
akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen
induksi remisi.
c.
Hiperuricemia yang dapat
bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.
d.
Sindrom lisis tumor dapat
dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL. Tetapi sindrom lisis tumor lebih
sering dijumpai akibat kemoterapi.
(Bakta,I
Made, 2007 :126-127).
Komplikasi
1.
Infeksi
Komplikasi ini yang sering
ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak adalah infeksi berat sebagai
akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling rentan terhadap infeksi berat
selama tiga fase penyakit berikut:
a.
Pada saat diagnosis
ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia telah menggantikan
leukosit normal.
b.
Selama terapi imunosupresi
c. Sesudah pelaksanaan terapi
antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi pertumbuhan mikroorganisme yang
resisten.
Walau demikian , penggunaan
faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah mengurangi insidensi dan
durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi kanker. Pertahanan pertama
melawan infeksi adalah pencegahan. (Wong, 2009:1141)
2.
Perdarahan
Sebelum penggunaan terapi
transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab kematian yang utama pada
pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan dapat dicegah atau
dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit.
Karena infeksi meningkat
kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih mudah terinfeksi,
maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan
penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum
tulang, prosedur pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan
pemantauan kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan mulut yang seksama
merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi perdarahan gusi yang
menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang
dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti bersepeda atau berlari diatas permukaan keras, memanjat pohon atau bermain dengan ayunan.(Wong, 2009:1141-1142)
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis LLA, tetap dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab yang meliputi: Hitung darah
lengkap, sediaan apus darah tepi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan darah
dan HLA (human leukocyte antigen). Bisa juga dilakukan pemeriksaan foto toraks,
punksi lumbal dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang untuk diagnosis pastinya.
Pada Anamnesis ditemukan anemia, kelemahan tubuh,
berat badan menurun, anoreksia mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri
tulang, nyeri sendi (Ngastiyah, 2005).
Untuk hitung darah lengkap dan apusan darah tepi,
biasanya ditemukan kadar leukosit meningkat drastis, tetapi bisa juga normal
dan bahkan menurun. Hb dan trombosit turun hingga dibawah normal, dan terdapat
sel blast di darah tepi yang bervariasi, mulai dari 0-100%.
Penampakan limfoblast pada apusan darah tepi |
Untuk aspirasi dan biopsi sumsum tulang, ditemukan
gambaran hiperseluler dengan peningkatan limfoblas. Hasil pemeriksaan sitokimia
akan negatif pada pewarnaan Sudan Black dan Mieloperoksidase (senyawa yang
digunakan untuk mewarnai granul, agar dapat dibedakan antara sel limfoblas dan
mieloblas yang strukturnya hampir mirip, akan tetapi sel limfoblas tidak
bergranul sehingga hasilnya negatif). Untuk membedakan apakah keganasannya
terdapat pada sel B atau sel T, bisa dilakukan pemeriksaan dengan senyawa
fosfatase asam (positif pada sel T ganas), atau Periodic Acid Schiff (PAS)
(Positif pada sel B ganas). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan
imunofenotip dan sitogenetik untuk membedakan apakah keganasannya terjadi di
sel T atau sel B.
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan biopsi sumsum
tulang.
Gambaran
LLA sel T(L2) : infiltrasi sumsum tulang oleh limfoblas dengan berbagai ukuran.
Tidak ditemui adanya prekursor mmyeloid
atau erytroid. Tidak ditemui megakariosit.
|
Gambaran LLA sel B (L3): limfoblast yang besar, sitoplasma basofilik dan terdapat |
Gambaran
LLA (L1): infiltrasi sumsum tulang oleh limfoblas immatur
|
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Hitung darah lengkap (Complete
Blood Count) dan Apus Darah Tepi
- Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah
- Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebih 200.000/mm3.
- Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia
- Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
- Hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
- Kadar hemoglobin rendah
b.
Aspirasi dan Biopsi sumsum
tulang
Apus sumsum
tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak lebih dari 90%
sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel
leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch
imprintdari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
Dari
pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri
dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia
sekunder).
c.
Sitokimia
Pada LLA,
pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan
hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan
pada granula primer dari precursor granulositik yang dapat dideteksi pada sel
blast AML.
Sitokimia
berguna untuk membedakan precursor B dan B-LLA dari T-LLA. Pewarnaan
fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang gans, sedangkan sel B dapat
memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS).
TdT yang diekspresikan oleh limpoblast dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase
atau flow cytometry
d.
Imunofenotif (dengan sitometri
arus/ Flow cytometry)
Reagen yang dipakai untuk
diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibody terhadap:
a.
Untuk sel precursor B: CD 10 (common
ALL antigen), CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy chain, dan
TdT
b.
Untuk sel T:
CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT
c.
Untuk sel B: kappa atau lambda
CD19,CD20, dan CD22
d.
Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan informasi
prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada ALL
sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang
berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8.
e.
Biopsi limpa
pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES,
granulosit, dan pulp cell.
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaannya, terlebih dahulu perlu
diperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:
- kondisi metabolik, perlu diperhatikan juga pada pasien LLA ini apabila terjadi hiperurisemia, hiperfosfatemia atau hipokalsemia sekunder yang sebelumnya harus diterapi dulu dengan hidrasi intravena, alkalinisasi urin atau pemberian alupurionol untuk mencegah akumulasi asam urat.
- infeksi, akibat imunosupresi. Perlu diberi pencegahan terhadap agen infeksi berbahaya seperti virus herpes, pneumoni, dsb.
- kondisi hematologik, dimana terjadi anemia dan trombositopenia. Perlu juga diberi tranfusi jika kondisinya memang sangat buruk, kecuali pada pasien yang hiperleukositosis (leukosit > 100.000/mm3) karena bisa meningkatkan viskositas darah secara mendadak dan mempresipitasi leukostasis.
Terapi utama untuk LLA ada 4:
- Terapi induksi remisi. Gunanya untuk mengeliminasi/ eradikasi sel-sel leukemia yang bisa dideteksi secara morfologi di dalam darah dan sumsum tulang, kemudian agar hematopoiesis kembali normal. Bisa digunakan obat seperti prednison, vinkristin, daunorubisin dan lain-lain.
- Terapi konsolidasi atau intensifikasi. Gunanya untuk benar-benar melibas habis sel-sel leukemia yang tersisa setelah pemberian terapi induksi, agar tidak terjadi relaps.
- Profilaksis sistem saraf pusat, untuk mencegah relaps.
- Maintenance/ pemeliharaan jangka panjang. Bisa dengan preparat 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat setiap minggu selama 2-3 tahun.
Keempat terapi utama di atas menggunakan obat-obat
yang bisa disesuaikan dengan protokol yang digunakan. Ada beberapa protokol
pengobatan yang tersedia, seperti Protokol OPAL, Hyper-CVAD, LALA 87, CALGB,
dan lain-lain.
Terapi lain yang bisa diberikan adalah terapi
suportif, seperti anti infeksi, pemberian nutrisi yang cukup, dukungan
psikologi, dan pemantauan kondisi komponen darah secara rutin. Kemudian ada
juga terapi sitostatik seperti radiasi tapi sekarang tidak digunakan lagi. Cara
lain adalah dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang mempunyai
risiko tinggi untuk relaps, misalkan pasien dengan kromosom Philadelphia,
perubahan susunan gen MLL (salah satu jenis gen yang terlibat dalam
pemeliharaan epigenetik memori transkripsi) hiperleukositosis, dan gagal
mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu.
Fase Remisi
a. Antineoplasma
·
Vinkristin
Menghambat
pembentukan mikrotubule pada fase mitotid sehingga mengambat fase metafase
Dosis: 2mg/m3
IV qMinggu
·
Asparaginase
Merupakan
substrat yang letal terhadap sel
Dosis : 10.000
IU
·
Daunorubirin
Menghambat
sintesis DNA
Dosis : 25mg/m3
IVP qMinggu
b. Corticosteroids
·
Prednisone
Dosis : 0.5-2
mg/kg/day PO qD or divided BID; tidak > 80mg/hari
·
Dexamethasone
Dosis : 2 mg/kg/day
divided QID IV
Fase
Konsolidasi
a. Metotrexate
Menghambat
sintesis DNA, RNA dan protein
Dosis:
- <1 tahun: 6 mg IT q2-5Hari
- 1-2 tahun: 8 mg IT q2-5Hari
- 2-3 tahun: 10 mg IT q2-5Hari
- >3 tahun: sama dengan dewasa
- Larutkan dalam 1 mg/mL in NS
b. 6-Mercaptopurine
Dosis:
- Remisi : 2.5 mg/kg PO qHari; biasanya 50 mg PO qHari
- Dapat ditingkatkan menjadi 5 mg/kg/day setelah 4 minggu
- Maintenance: 1.5-2.5 mg/kg PO qDay dikombinasi dengan methotrexate
- Kurangi dosis 75% jika dilakukan pemberian konkomitant allopurinol
- Kurangi dosis pada gangguan ginjal
Fase
intensifikasi dan pemeliharaan:
a. Citarabine
b. Sikofosfamid
c. Etoposide
d. Dexamethasone
Prognosis
Prognosis LLA pada anak-anak baik lebih dari 95%
terjadi remisi sempurna. Kira-kira 70-80% dari pasien bebas gejala selama 5
tahun. Apabila terjadi relaps, remisi sempurna kedua dapat terjadi pada
sebagian besar kasus. Para pasien ini merupakan kandidat untuk transplantasi
sumsum tulang, dengan 35-65% kemungkinan hidup lebih lama.
Prognosis LLA untuk pasien dewasa biasanya lebih buruk
dari yang berusia lebih muda. Untuk yang berusia 15-20 tahun prognosisnya baik
dan bisa sembuh dengan kemoterapi jika disertai faktor prognostik yang baik.
Tapi pada pasien LLA dewasa sebenarnya juga tergantung dari intensifnya terapi
yang diberikan, seperti transplantasi sumsum tulang. Untuk usia > 60 tahun
prognosisnya agak buruk, karena survival ratenya biasanya hanya 10% setelah
remisi komplit.
Untuk faktor prognostiknya adalah sebagai berikut:
- Usia >30 tahun –> buruk.
- Jumlah leukosit >30.000/mm3 –> buruk
3. Immunofenotip:
- T-cell ALL –> baik;
- Mature B-cell ALL, early T-cell ALL –> buruk
4. Sitogenetik:
- Kelainan 12 p; t(10;14)(a24;q11) –> baik
- normal; hiperdiploid –> sedang
- t(9;22), t(4;11), t(1;19), hipodiploid, -7, +8 –> buruk
5. Respon terapi
- remisi komplit dalam 4 minggu –> baik
- minimal residual disease persisten –> buruk
Daftar
Pustaka/Referensi
- Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s Pediatrics 20th Edition : 1269 – 1278
- Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Leukemia Akut; Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak 2010 : 236 – 325
- Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al. Development of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children's Oncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's Oncology Group Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 15 2004;22(24):4979-90.
- le Viseur C, Hotfilder M, Bomken S, Wilson K, Röttgers S, Schrauder A, et al. In childhood acute lymphoblastic leukemia, blasts at different stages of immunophenotypic maturation have stem cell properties. Cancer Cell. Jul 8 2008;14(1):47-58.
- Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition : 2116 – 2122
- Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.
- Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PA Poplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.
- Hong D, Gupta R, Ancliff P, Atzberger A, Brown J, Soneji S, et al. Initiating and cancer-propagating cells in TEL-AML1-associated childhood leukemia. Science. Jan 18 2008;319(5861):336-9.
- [Best Evidence] Pui CH, Campana D, Pei D, Bowman WP, Sandlund JT, Kaste SC, et al. Treating childhood acute lymphoblastic leukemia without cranial irradiation. N Engl J Med. Jun 25 2009;360(26):2730-41
- Cheok MH, Evans WE. Acute lymphoblastic leukaemia: a model for the pharmacogenomics of cancer therapy. Nat Rev Cancer. Feb 2006;6(2):117-29
- de Labarthe A, Rousselot P, Huguet-Rigal F, Delabesse E, Witz F, Maury S, et al. Imatinib combined with induction or consolidation chemotherapy in patients with de novo Philadelphia chromosome-positive acute lymphoblastic leukemia: results of the GRAAPH-2003 study. Blood. Feb 15 2007;109(4):1408-13.
- Jones LK, Saha V. Philadelphia positive acute lymphoblastic leukaemia of childhood. Br J Haematol. Aug 2005;130(4):489-500
- Pui CH, Robison LL, Look AT. Acute lymphoblastic leukaemia. Lancet. Mar 22 2008;371(9617):1030-43.
Kata Kunci Pencarian : Leukemia Limfoblastik Akut, ALL, Referat, Hematologi, Karya Tulis Ilmiah, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Tesis, Jurnal, Makalah, Desertasi, Ilmu Penyakit Dalam, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar