Definisi
Anemia defisiensi fe merupakan
anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis,
karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium
yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel
darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat,
tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga
serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone
tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi,
dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen
sebagaimana mestinya. 1,2
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 3-5 mg/kg BB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik, karena selain kekurangan Fe juga terdapat kekurangan asam folat.
Epidemiologi
Anemia defisiensi fe merupakan
anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik maupun masyarakat. Dari
berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran prevalensi anemia
defisiensi fe seperti pada tabel di bawah ini:
Afrika
|
Amerika latin
|
Indonesia
|
|
Laki laki dewasa
|
6%
|
3%
|
16-50%
|
Wanita tidak hamil
|
20%
|
17-21%
|
25-48%
|
Wanita hamil
|
60%
|
39-46%
|
46-92%
|
Tabel 1. Epidemiologi Anemia
defisiensi besi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan
lebih dari 50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak
sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi
utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di
Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada
anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita
sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa
gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan
belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.3
Etiologi
Beberapa penyebab anemia defisiensi besi yang dapat
ditemui adalah:
a.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal
dari :
1.
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
2.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
3.
Saluran kemih : hematuria
4.
Saluran napas : hemoptoe.
b.
Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging).
c.
Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, kehamilan dan laktasi.
d.
Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis
kronik.
e.
Hemoglobinuria
f.
Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
Pada orang dewasa, anemia
defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan
menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang.
Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.1
Metabolisme Fe
Terdapatnya zat besi (Fe)
dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemeryh dan Goeffy (1713).
Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India
telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang
kuat. Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua meminum airnya.
Tubuh manusia sehat
mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan
kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai
ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion.
Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat
dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang non
esensial.
Fe esensial
ini terdapat pada :
- Hemoglobin + 66%
- Mioglobin 3%
- Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak 0,5%
- Transferin 0,1%
Fe non esensial terdapat sebagai :
- cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%
- pada parenkim jaringan kira-kira 5%.
Cadangan Fe
- Pada wanita hanya 200-400 mg
- Pada pria kira-kira 1 gram
Absorpsi Fe
melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke distal
absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero
yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa.
Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin,
atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.
Secara umum :
- Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka lebih banyak Fe diubah menjadi ferritin
- Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali
pada anemia berat atau hipoksia.
Jumlah
Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta
adanya zat-zat lain.
Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000
kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang normal.
Absorpsi
dapat ditingkatkan oleh :
- Kobal
- Inosin
- Metionin
- Vitamin C
- HCI
- Suksinat
- Senyawa asam lain
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan
menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut.
Sebaliknya
absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
- Fosfat
- Antasida misalnya :
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya
diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi
Fe.
Absorpsi ini
meningkat pada keadaan :
- Defisiensi Fe
- Berkurangnya depot Fe
- Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk
sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.
Setelah
diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu
beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan,
terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total
Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah
Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini.
Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk
keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Kalau
tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam
bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel
retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia
untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10% diantaranya
terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini,
sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi
yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila
Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah
pemberi per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang
berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa.
Penimbunan
Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :
- Tranfusi darah yang berulang-ulang
- Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang berlebihan pula
Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit
sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.
Eksresi
terutama berlangsung melalui :
1. Sel epitel kulit
2. Saluran cerna yang terkelupas
3. Selain itu juga melalui :
- keringat
- Urin
- Feses
- Kuku dan rambut yang dipotong
4. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas
Sumber Alami Fe
Makanan yang mengandung Fe :
1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :
- hati
- jantung
- kuning telur
- ragi
- kerang
- kacang-kacangan
- buah-buahan kering tertentu
2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :
- daging
- ikan
- unggas
- sayuran yang berwarna hijau
- biji-bijian
3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :
- susu dan produknya
- sayuran yang kurang hijau
Total besi dalam tubuh manusia
dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada wanita) hingga 6 gram (pada pria)
yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni:
- Besi fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh.
- Besi cadangan, merupakan 15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin.
- Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin.
Sumber besi dalam makanan terbagi ke
dalam 2 bentuk:
- Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari kandungan besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat.
- Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat).
Proses absorpsi besi dibagi menjadi
3 fase:
a. Fase Luminal: besi dalam makanan diolah oleh lambung
(asam lambung menyebabkan heme terlepas dari apoproteinnya) hingga siap untuk
diserap.
b. Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus.
Bagian usus yang berperan penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum
proksimal. Namun sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan kolon.
Penyerapan besi dilakukan oleh sel absorptive yang terdapat pada puncak vili
usus. Besi heme yang telah dicerna oleh asam lambung langsung diserap oleh sel
absorptive, sedangkan untuk besi nonheme mekanisme yang terjadi sangat
kompleks. Setidaknya terdapat 3 protein yang terlibat dalam transport besi non
heme dari lumen usus ke sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk
mengikat besi nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam suasana
alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel terjadi
perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang diperantarai
oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membrane
difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya
di sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri.
Sebagian besar besi akan disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus,
sebagian kecil diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter
(ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami reduksi dari
molekul fero menjadi feri oleh enzim ferooksidase, kemudian berikatan dengan
apotransferin dalam kapiler usus.
Gambar : proses absorbsi besi
c. Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi
dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi
di dalam tubuh.
Dalam sirkulasi, besi tidak pernah
berada dalam bentuk logam bebas, melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein
(β-globulin) pengikat besi yang diproduksi oleh hepar (transferin). Besi bebas
memiliki sifat seperti radikal bebas dan dapat merusak jaringan. Transferin
berperan mengangkut besi kepada sel yang membutuhkan terutama sel progenitor
eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang. Permukaan normoblas memiliki reseptor
transferin yang afinitasnya sangat tinggi terhadap besi pada transferin.
Kemudian besi akan masuk ke dalam sel melalui proses endositosis menuju mitokondria.
Disini besi digunakan sebagai bahan baku pembentukan hemoglobin.
Kelebihan besi di dalam darah
disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besi- apoferitin) dan hemosiderin pada
semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum tulang, dan otot skelet. Pada
hepar feritin terutama berasal dari transferin dan tersimpan pada sel
parenkimnya, sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama terdapat pada sel
fagosit mononuklear (makrofag monosit) dan berasal dari pembongkaran eritrosit.
Bila jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin untuk menampungnya maka
besi disimpan dalam bentuk yang tidak larut (hemosiderin). Bila jumlah besi
plasma sangat rendah, besi sangat mudah dilepaskan dari feritin, tidak demikian
pada hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam plasma,
bila kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya cadangan besi dalam tubuh.
Gambar : distribusi besi dalam
tubuh
Sintesis
Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai sejak
stadium pronormoblas, namun hanya sedikit sekali rantai hemoglobin yang
terbentuk. Begitu pula pada stadium normoblas basofil. Baru pada stadium
normoblas polikromatofil sitoplasma sel mulai dipenuhi dengan hemoglobin (±
34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga retikulosit dilepaskan ke peredaran
darah.
Pada tahap pertama pembentukan
hemoglobin, 2 suksinil Ko-A yang berasal dari siklus krebs berikatan dengan 2
molekul glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk
protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi membentuk senyawa
heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan bergabung dengan rantai polipeptida
panjang (globin) sehingga terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin
memiliki beberapa sub unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya.
Bentuk hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah
hemoglobin A (kombinasi 2 rantai α dan 2 rantai β). Tiap sub unit mempunyai
molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi.
Setiap atom besi akan berikatan
dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).
Gambar : pembentukan hemoglobin
Klasifikasi
Derajat Defisiensi Besi dan Patogenesis
Berdasarkan beratnya kekurangan besi
dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:
1.
Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi
penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum
terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi
besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.
2.
Iron deficient Erythropoiesis
Cadangan
besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara laboratorik
karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang melakukan
mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang terbentuk menjadi
tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma
(naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah
penigkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin
menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Gambar : Gambaran apus sumsum
tulang penderita anemia defisiensi besi
3.
Anemia defisiensi besi
Bila besi
terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar hemoglobin
menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia hipokrom
mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
Beberapa dampak negatif defisiensi
besi, disamping terjadi anemia, antara lain:
1.
Sistem neuromuskuler
Terjadi penurunan fungsi mioglobin,
enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang menyebabkan gangguan glikolisis
sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat kelelahan otot.
2.
Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada
anak
Terjadi karena gangguan enzim
aldehid oksidase dan monoamin oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan
serotonin dan katekolamin dalam otak.
3.
Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim
mieloperoksidase netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler.
Terutama bila mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko prematuritas dan
gangguan partus.
Patofisiologi
Zat besi
diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga
anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai
dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat
besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi.
Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya
kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi
heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi
anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila
sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan
zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan
menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin
serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin
serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena
status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Perdarahan
menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin
menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state.
Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,
tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron
deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer
sehingga disebut iron deficiency anemia.1
Diagnosis
anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,
hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah
merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)
Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :
- cepat lelah
- jantung berdebar-debar
- takikardi
- sakit kepala
- mata berkunang-kunang
- letih
- lesu
- pucat
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :
- glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)
- stomatitis dan keilitis angular
- koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada 18% anemia defisiensi besi
- perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram% atau kurang)
- Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala yang khas pada anemia defisiensi besi menahun.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium
yang tepat.
A.
Anamnesis
1.
Riwayat faktor predisposisi dan
etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara
fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap
karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan
saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala anemis
B.
Pemeriksaan fisik
a.
anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b.
stomatitis angularis, atrofi
papil lidah
c.
ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
C.
Pemeriksaan penunjang
a.
Hemoglobin, Hct dan indeks
eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
didapatkan
anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan
sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution
width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah
dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin
sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-perlahan.
b.
Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil,
kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus
dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit
normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis
sering dijumpai eosinofilia.1
c.
Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
Kadar besi
serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat
>350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%
d.
Kadar feritin menurun dan kadar
Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
Sebagian
kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan
cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi,
kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari
jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi.
Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
e.
sumsum tulang : aktifitas
eritropoitik meningkat
Hiperplasia
eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk
pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.2
f.
Pemeriksaan Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
g. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi,
gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.1
h.
Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat
besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar normal
FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang dapat
dilihat pada tabel di bawah.
Kelompok
|
Umur
|
Hemoglobin (gr/dl)
|
Anak-anak
|
6 – 59 bulan
|
11
|
5 – 11 tahun
|
11,5
|
|
12 – 14 tahun
|
12
|
|
Dewasa
|
Wanita > 15 tahun
|
12
|
Wanita hamil
|
11
|
|
Laki-laki > 15 tahun
|
13
|
Tabel Parameter untuk menentukan
status besi
Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu
dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya
thallasemia minor) :
- Hb A2 meningkat
- Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2. Anemia karena infeksi menahun :
- Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik.
- Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
3. Keracunan timah hitam
(Pb) :
- Terdapat gejala lain keracunan Pb.
- Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1
- Anemia sideroblastik
Penatalaksanaan
Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus dilakukan
sambil mencari dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu menunda
pengobatan sampai penyebabnya dihilangkan. Besi yang diberikan terdapat dalam
beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun tranfusi darah dengan
keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.
A. Meningkatkan
konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah
cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit
menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia
gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250
mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50
- 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi
konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,
fosfat, tannin.
B. Suplementasi
zat besi
Tabel Persentase dan jumlah zat besi di
dalam tablet FE yang lazim digunakan
Preparat
|
Senyawa (mg) per tablet
|
Fe elemental (mg) per tablet
|
% Fe
|
Fero Famarat
|
200
|
66
|
33
|
Fero glukonat
|
300
|
36
|
12
|
Fero sulfat (7H2O)
|
300
|
60
|
20
|
Fero sulfat . anhidrosida
|
200
|
74
|
37
|
Fero sulfat (dikeringan)
|
200
|
60
|
30
|
Pemberian suplemen besi
menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin. Efek samping dari pemberian besi
feroral tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi
dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan makanan.
Gejala yang timbul dapat berupa :
- mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)
- konsipasi (+ 10%)
- diare (+ 5%)
- kolik
Gangguan
ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan
pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang.
Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada
penderita.
Intoksikasi
akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak
akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi
akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g.
Kelainan
utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi
nekrosis.
Gejala
yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :
- Mual
- Muntah
- Diare
- Hematemesis
- Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna
- Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian
Efek
korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul
dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.
Pemberian preparat Fe:
- Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak kuat, dapat diberikan bersama makanan.
- Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB), untuk tiap g% penurunan kadar Hb dibawah normal.
- Iron, dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit tidak menimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
C.
Fortifikasi zat besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu
jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan .
Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan
cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya
fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan
bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak
dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti.
D. Penanggulangan
penyakit infeksi dan parasit
Penyakit infeksi dan parasit merupakan
salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan
memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan status besi tubuh.
E.
Obat-obatan lain
a.
Riboflavin
Riboflavin
(vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-adenin
dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein
dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat
memperbaiki anemia normokromik normositik (pure red-cell aplasia). Anemia
defisiensi riboflavin banyak terdapat pada malnutirisi protein kalori, dimana
ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula.
Dosis
yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
b.
Piridoksin
Vitamin
B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme.
Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada
sebagian besar penderita akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan
jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada
beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe
meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan
daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
c.
Kobal
Defisiensi
kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat meningkatkan jumlah
hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan
eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti yang
terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi
mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin
yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata
pada penderita anemia refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah tinggi.
Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan eritropoietin sudah
tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia intrasel
sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat dalam
campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal dapat menigkatkan absorpsi Fe
melalui usus.
Akan
tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :
- erupsi kulit
- struma
- angina
- tinnitus
- tuli
- payah jantung
- sianosis
- koma
- malaise
- anoreksia
- mual
- muntah
d.
Tembaga
Seperti
telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka ada
sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada
kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun
sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi. Pada hewan
percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai hipokupremia dengan
sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama. Sebaliknya, pada
anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari defisiensi Fe)
diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan defisiensi Cu absorpsi
Fe akan berkurang.
Terkadang diperlukan tindakan
bedah untuk penyebab anemia defisiensi besi yang
memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel atau
hemorrhoid.
Pemantauan
Terapi
a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
c. Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan
gastrointestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri
abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat
sementara.
Tumbuh Kembang
a. Penimbangan berat badan setiap bulan
b. Perubahan tingkah laku
c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan
konsultasi ke ahli psikologi
d. Aktifitas motorik
Daftar Pustaka/Referensi
- Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
- Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
- Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
- Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
Kata Kunci Pencarian : Anemia Defisiensi Besi, Makalah, Tesis, Karya Tulis Ilmiah, Jurnal, Referat, Skripsi, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Desertasi, Hematologi, Ilmu Penyakit Dalam, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar