Definisi
Insufisiensi
Katup Mitral atau disebut juga Regurgitasi Mitral atau Inkompetensia Mitral adalah
kebocoran aliran balik melalui katup
mitral pada saat ventrikel
kiri berkontraksi yang diakibatkan tidak menutupnya katup mitral secara
sempurna. Ketika ventrikel kiri memompa darah dari jantung menuju ke aorta, sebagian darah mengalir
kembali ke dalam atrium kiri
dan menyebabkan meningkatnya volume dan tekanan di atrium kiri. Terjadi
peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh yang berasal dari paru-paru, yang
mengakibatkan penimbunan cairan (kongesti)
di dalam paru-paru. Mitral regurgitasi adalah gangguan dari jantung dimana
katup mitral tidak menutup dengan benar ketika jantung memompa keluar darah
atau dapat didefinisikan sebagai pembalikan aliran darah yang abnormal dari
ventrikel kiri ke atrium kiri melalui katup mitral. Hal ini disebabkan adanya
gangguan pada bagian mitral valve
apparatus. Insufisiensi Mitral
adalah bentuk yang paling umum dari penyakit jantung katup (Tierney et.al,
2006).
Derajat
beratnya Insufisiensi Mitral dapat diukur dalam persentase dari stroke volume ventrikel kiri yang
mengalir balik ke atrium kiri (regurgitant
fraction) menggunakan ekokardiografi. Adapun tingkatannya antara lain :
DERAJAT INSUFISIENSI MITRAL
|
||
Derajat
Regurgitasi Mitral
|
Fraksi
Regurgitasi
|
Regurgitant Orifice Area
|
Derajat 1
(Ringan)
|
< 20 %
|
|
Derajat 2
(Sedang)
|
20-40 %
|
|
Derajat 3
(Sedang-Berat)
|
40-60 %
|
|
Derajat 4 (Berat)
|
< 60 %
|
< 0.3 cm2
|
Gambaran Insufisiensi Mitral (dikutip dari wikipedia.org)
1. mitral valve
2. ventrikel kiri
3. Atrium kiri
4. Aorta
Pada saat sistol, kontraksi ventrikel kiri menyebabkan aliran balik normal (panah) ke atrium kiri.
|
Etiologi
Etiologi dari IM dibagi atas
reumatik dan nonreumatik (degeneratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit
jantung bawaan, trauma,
dan lain-lain). Di Indonesia penyebab terbanyak adalah demam reumatik. Sekitar 30% tidak mempunyai riwayat demam reumatik yang
jelas. Dulu demam rematik menjadi penyebab utama dari regurgitasi katup
mitral. Tetapi saat ini, di negara-negara yang memiliki obat-obat pencegahan
yang baik, demam rematik jarang terjadi.Misalnya di Amerika Utara dan Eropa
Barat, penggunaan antibiotik untuk strep throat (infeksi tenggorokan
karena streptokokus), bisa mencegah timbulnya demam rematik. Di wilayah
tersebut, demam rematik merupakan penyebab umum dari insufisiensi katup mitral,
yang terjadi hanya pada usia lanjut, yang pada masa mudanya tidak memperoleh
antibiotik. Di negara-negara yang memiliki kedokteran pencegahan yang jelek,
demam rematik masih sering terjadi dan merupakan penyebab umum dari regurgitasi
katup mitral. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, penyebab yang lebih sering
adalah serangan jantung, yang dapat merusak struktur penyangga dari katup
mitral. Penyebab umum lainnya adalah degenerasi miksomatous (suatu
keadaan dimana katup secara bertahap menjadi terkulai).
Pembagian etiologi bisa juga dibagi
menjadi penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer menyerang katup
mitral secara langsung, antara lain:
- Degenerasi miksomatosa pada katup mitral
- Penyakit jantung iskemi, penyakit arteri koroner
- Endokarditis
- Penyakit vaskuler kolagen
- Penyakit jantung reumatik
- Trauma.
Adapun penyebab sekunder yaitu
disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri sehingga terjadi pelebaran annulus ring yang menyebabkan displacement daun katup mitral. Dilatasi
ini dapat disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi, termasuk insufisiensi aorta.
Insufisiensi Mitral dapat disebabkan
oleh penyakit organic atau abnormalitas fungsional. Penyebab paling umum dari mitral regurgitation antara lain mitral valve prolapse (MVP), rheumatic heart disease, infeksi
endokarditis, annular calcification, cardiomyopathy dan ischemic heart disease. Mitral
regurgitation kongenital jarang terjadi tetapi umumnya dihubungkan dengan
penyakit myxomatous mitral valve (Hanson,
2010)
Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat
reuma terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik.
Perubahan pada katup meliputi kalsifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup.
Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain
pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian
posterior, dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea.
Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan
gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang.
Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah
tersebut, selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga
terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya.
Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik
katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi
jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium
kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji
dan aorta pulmonal.
Patofisiologi
insufisiensi mitral dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1.
Fase akut
MR
akut (yang dapat diakibatkan rupture mendadak korda tendinea atau muskulus
pappilaris) dapat menyebabkan volume
overload dari ventrikel dan atrium kiri. Hai ini karena setiap kali memompa
darah, tidak hanya aliran darah ke arah aorta (forward stroke volume) saja yang dipompa, melainkan aliran
regurgitasi ke arah atrium (regurgitant
volume) juga dipompa. Total stroke
volume ventrikel kiri merupakan kombinasi forward stroke volume dan regurgitant
volume.
Pada
keadaan akut stroke volume ventrikel
kiri meningkat tetapi forward cardiac
output menurun. Mekanisme yang menyebabkan total stroke volume meningkat
dinamakan dengan Frank-Starling
Mechanism. Regurgitant volume menyebabkan
overload volume dan tekanan pada
atrium kiri. Kenaikan tekanan ini akan mengakibatkan kongestif paru, karena
drainase darah dari paru-paru terhambat.
2.
Fase kronik terkompensasi
Apabila
IM timbulnya lama atau fase akut dapat teratasi dengan obat. Maka individu ini
akan masuk ke dalam fase kronik terkompensasi. Pada fase ini, ventrikel kiri
mengalami hipertrofi yang eksentrik sebagai kompensasi peningkatan stroke volume. Individu dengan fase ini
biasanya tidak ada keluhan dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
3.
Fase kronik dekompensasi
Fase
ini ditandai dengan overload kalsium pada miosit. Pada fase ini miokard
ventrikel tidak dapat lagi berkontraksi secara kuat sebagai kompensasi overload
volume pada Insufisiensi Mitral, dan stroke volume ventrikel kiri akan menurun.
Dengan keadaan ini akan terjadi kongesti vena pulmonalis. Pada fase ini akan
terjadi dilatasi ventrikel kiri, yang berakibat dilatasi annulus fibrosus yang
akan memperburuk derajat IM.
Pada
insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan kontraktilitas yang biasanya
bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya kongesti vena pulmonalis
yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibagi
ke dalam fase akut, fase kronik yang terkompensasi dan fase kronik
dekompensasi.
Pada
fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel
kiri. Ventrikel kiri menjadi overload
oleh karena setiap kontraksi tidak
hanya memompa darah menuju aorta (cardiac
output atau stroke volume ke
depan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium kiri (regurgitasi volume).
Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi volume dikenal sebagai total
stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel kiri meningkat (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac
output menurun. Volume regurgitasi akan menimbulkan overload volume dan
overload tekanan pada atrium kiri dan peningkatan tekanan di atrium kiri akan
menghambat aliran darah dari paru yang melalui vena pulmonalis.
Pada fase
kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara
perlahan-lahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase
akut diobati dengan medikamentosa maka
pasien akan memasuki fase
terkompensasi. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan volume diastolik yang
bertujuan untuk meningkatkan stroke volume
agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi kelebihan
volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan
berkurang. Hal ini akan memperbaiki
drainase dari vena pulmonalis sehingga gejala dan tanda kongesti
pulmonal akan berkurang.
Pada fase
kronik dekompensasi akan
terjadi kontraksi miokardium
ventrikel kiri yang
inadekuat untuk mengkompensasi
kelebihan volume dan
stroke volume ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke volume
menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan end-systoli volume.
Peningkatan end-systolic volume
akan meningkatkan tekanan pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis
sehingga akan timbul gejala gagal jantung kongestif. Pada fase lebih lanjut
akan terjadi cairan
ekstravaskular pulmonal (pulmonary
ekstrav askular fluid).
Ketika regurgitasi meningkat secara
tiba-tiba, akan mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dan akan diarahkan balik
ke sirkulasi pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema pulmonal.
Insufisiensi
mitral juga akan menyebabkan terjadinya edema paru pada pasien dengan mitral
regurgitasi yang kronik, dimana daerah lubang regurgitasi akan dapat berubah
secara dinamis dan bertanggung jawab terhadap
kondisi kapasitas, perubahan daun
katup mitral dan ukuran ventrikel kiri serta akan menurunkan kekuatan menutup
dari katup mitral.
Manifestasi Klinis
Insufisiensi katup mitral yang ringan bisa tidak
menunjukkan gejala. Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan
pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas,
yang disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel
kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk
meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah
lebih banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri.
Ventrikel
yang membesar dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar keras),
terutama jika penderita berbaring miring ke kiri. Atrium kiri juga cenderung
membesar untuk menampung darah tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel
kiri. Atrium yang sangat membesar sering berdenyut sangat cepat dalam pola yang
kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan
berkurangnya efisiensi pemompaan jantung. Pada keadaan ini atrium betul-betul
hanya bergetar dan tidak memompa; berkurangnya aliran darah yang melalui
atrium, memungkinkan terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah (trombus)
terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang
lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya.
Regurgitasi
yang berat akan menyebabkan berkurangnya aliran darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan
batuk, sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai.
Gejala yang
timbul pada IM tergantung pada fase mana dari penyakit ini. Pada fase akut
gejala yang timbul seperti decompensated
congestive heart failure yaitu: sesak nafas, oedem pulmo, orthopnea,
paroksimal nocturnal, dispnoe, sampai
syok kardiogenik. Pada fase kronik terkompensasi mungkin tidak ada keluhan
tetapi individu ini sensitif terhadap perubahan volume intravaskuler.
Regurgitasi katup mitral dapat
ditoleransi dalam jangka waktu lama tanpa keluhan pada jantung, baik saat
istirahat maupun beraktivitas. Sesak napas dan lekas lelah merupakan keluhan
awal secara berangsur-angsur menjadi ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal,
dan edema perifer.
Pada pemeriksaan fisik, fasies mitral
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi tergantung derajat regurgitasinya,
mungkin didapatkan peningkatan aktivitas jantung kiri. Pada auskultasi
terdengar bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks,
menjalar ke aksila, dan mengeras pada ekspirasi. Bunyi jantung pertama melemah,
katup tidak menutup sempurna pada akhir diastolik. Pada saat tersebut tekanan
atrium dan ventrikel kiri sama. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian
cepat ke ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow
murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.
Gejala yang umum
terjadi pada Insufisiensi mitral:
- Sesak napas, terutama saat
mengeluarkan tenaga atau saat berbaring
- Fatigue, terutama pada saat
aktivitas meningkat
- Batuk, terutama pada malam hari
atau ketika berbaring
- Jantung berdebar-debar, sensasi
dari detak jantung
- Kaki atau pergelangan kaki bengkak
- Murmur jantung
- Buang air kecil yang berlebihan
Diagnosis
Regurgitasi katup mitral
biasanya diketahui melalui murmur yang khas, yang bisa terdengar pada
pemeriksaan dengan stetoskop ketika ventrikel kiri berkontraksi. Elektrokardiogram
(EKG) dan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri.
Pemeriksaan yang paling informatif adalah ekokardiografi, yaitu suatu
tehnik penggambaran yang menggunakan gelombang ultrasonik. Pemeriksaan ini
dapat menggambarkan katup yang rusak dan menentukan beratnya penyakit.
Dari anamnesis ditemukan :
- Asimptomatis
- Simptomatis
- Palpitasi
- Lemah
- Dispneu
d’effort
- Ortopnu
- Paraxysmal
nocturnal dyspnea.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
- Thrill
sistolik di apeks
- Iktus
kordis kuat angkat
- Hanya
terdengar bising sistolik di apeks
- Bising
pansistolik, menjalar ke lateral (punctum maksimum di apeks)
- Bunyi
jantung 1 melemah
- Fibrilasi
atrium.
Pemeriksaan
Penunjang
Pada insufisiensi mitral yang ringan
mungkin hanya terlihat gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang
masih normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis yang bergeser ke kiri dan
disertai hipertrofi ventrikel
kiri. Blok berkas kanan yang tidak komplit (rsR di V1) didapatkan pada 5%
pasien. Semakin lama penyakit, kemungkinan timbulnya aritmia atrium semakin
besar. Kadang-kadang timbul ekstrasistolik, takikardi, dan flutter atrium,
paling sering fibrilasi, yang awalnya paroksismal dan akhimya menetap.
Pada pemeriksaan foto toraks, kasus
ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal.
Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri,
serta mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat perkapuran
pada anulus mitral.
Fonokardiografi dilakukan untuk
mencatat konfirmasi bising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada
insufisiensi mitral sedang sampai berat. Ekokardiografi digunakan untuk
mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral.
Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat regurgitasi. Pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan ada tidaknya reuma aktif / reaktivasi.
1.
Radiografi Dada
- Bayangan disekeliling jantung sering terlihat normal pada pasien dengan mitral valve prolapse (MVP).
- Pada mitral regurgitation kronis, terdapat pembesaran pada ventrikel kiri dan atrium kiri. (pinggang jantung hilang)
- Bendungan paru, bila ada
dekompensasi kordis.
2.
Echocardiography dua dimensi
- Pulsed Dopper Echocardiography, melihat derajat beratnya regurgitasi
- Pada pasien dengan mitral valve prolapsed tampak ada pergerakan valve leaflets selama mid systole
- Pada pasien dengan coronary artery disease dapat terlihat annular calcifications
- Pada regurgitasi mitral akut, rupture chordae tendineae atau otot papillary dapat dilihat. Atrium dan ventrikel kiri umumnya normal.
3.
Electrocardiography
- Dapat terlihat gelombang P mitral
- LVH
- Fibrilasi atrium
- Insufisiensi mitral akut
ECG menunjukkan infark miokard akut,
umumnya inferior atau posterior.
- Insufisiensi mitral kronis
a.
Fibrilasi atrial sering terjadi akibat
dilatasi atrium kiri
b.
ECG menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri dan pembesaran atrium kiri
Komplikasi
- Disfungsi ventrikel kiri yang parah
- Congestive heart failure (CHF) kronis
- Fibrilasi atrial dan komplikasinya (thrombus pada atrial kiri dengan embolisasi dan stroke)
- Kematian mendadak
- Ruptured chordae tendineae
- Endokarditis
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Terapi utama adalah reduksi preload dan afterload, terutama pada regurgitasi mitral dengan edema pulmonar.
Terapi utama adalah reduksi preload dan afterload, terutama pada regurgitasi mitral dengan edema pulmonar.
1.
Diuretik
(Furosemide)
Diuretik digunakan untuk menurunkan
preload dan volume ventrikel kiri. Furosemide merupakan penurun preload yang
baik. Peningkatan ekskresi air dengan mempengaruhi sistem ko-transport chloride-binding, yang menghambat reabsorbsi kalium
dan klorida pada loop Henle dan tubule renal bagian distal. Dosis dewasa adalah
1 mg/kg, sedangkan pada anak-anak 2 mg/kg, dosis pada infant dapat dimulai
dengan 1mg/kg dan dapat ditingkatkan sampai mendapatkan efek yang diinginkan.
2. ACE inhibitor (Captopril)
Untuk menurunkan afterload. Menurut penelitian, penurunan
pada afterload dapat menurunkan chambersize
dan jumlah regurgitasi, tetapi keuntungan jangka panjang belum pasti (Tierney
et.al, 2006)
Fibrilasi atrium juga membutuhkan
terapi. Obat - obatan seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat
memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi. Bila
ada dekompensasi, terapi sesuai dengan dekompensasi kordis. Dekompensasi berat
: Vasolidator (beda dengan Mitral Stenosis). Pemberian antibiotik dapat
diberikan untuk mencegah reaktivasi reuma dan timbulnya endokarditis infektif, dapat juga sebagai preventif sebelum menjalani
tindakan pencabutan gigi atau pembedahan.
Secara umum, terapi dengan
obat-obatan bersifat non kuratif dan digunakan pada regurgitasi ringan sampai
dengan sedang atau pada pasien dimana tindakan pembedahan tidak dimungkinkan.
Pembedahan
Indikasi untuk dilakukannya tindakan
pembedahan pada insufisiensi mitral kronik antara lain kelainan ventrikel kiri
dengan fraksi ejeksi kurang dari 60% , hipertensi pulmonal parah tekanan
sistolik arteri pulmonal lebih besar dari 50 mmHg pada saat istirahat atau 60
mmHg pada saat beraktivitas, dan onset atrial fibrilasi yang baru.
Indikasi untuk
dilakukannya tindakan pembedahan pada insufisiensi mitral :
Gejala
|
Left
Ventricular Ejection Fraction
|
Left
Ventricular End-Systolic Diamater
|
NYHA
II
|
> 30 %
|
<
55 mm
|
NYHA
III-IV
|
<
30 %
|
> 44 mm
|
Asimtomatis
|
30
– 60 %
|
>
40 mm
|
Asimtomatis
dengan hipertensi pulmonal
|
LVEF
> 60% dan tekanan sistolik arteri pulmonal > 50mmg (istirahat) > 60
mmHg (beraktivitas)
|
|
Asimtomatis
dan memiliki peluang apabila dilakukan perbaikan katup, IM tidak bersisa >
90 %
|
>
60 %
|
<
40 mm
|
Tindakan
pembedahan pada insufisiensi katup mitral merupakan terapi kuratif. Terdapat
dua pilihan tindakan bedah regurgitasi katup mitral yaitu
- Perbaikan katup mitral
- Penggantian katup mitral
Pembedahan
Perbaikan Katup Mitral
Perbaikan katup mitral adalah
tindakan pembedahan yang lebih banyak dipilih bila dibandingkan dengan
penggantian katup mitral. Hal ini dikarenakan perbaikan katup dianggap memiliki
hasil yang lebih baik untuk masa selanjutnya pasien, pada penggantian katup
dengan katup bioprostetik hanya memiliki umur antara 10-15 tahun dan pada
penggantian katup dengan katup sintetis pasien diharuskan secara berkelanjutan
menggunakan zat yang mengurangi penggumpalan darah atau antikoagulan untuk mengurangi resiko stroke.
Terdapat dua kategori pendekatan
umum mengenai teknik pelaksanaan perbaikan katup mitral. Yang pertama adalah
reseksi dari segmen valvular yang mengalami prolaps (dikenal sebagai pendekatan
‘Carpentier’), yang kedua adalah pemasangan chordae artifisial (buatan) untuk
menjadi “jangkar” segmen yang mengalami prolaps dengan otot papilaris (dikenal
sebagai pendekatan ‘David’). Dengan pendekatan reseksi, dilakukan reseksi
terhadap segala jaringan yang mengalami prolaps, sehingga akan menghilangkan
lubang dimana terjadi kebocoran darah. Pada pendekatan pemasangan chordae
buatan, suture (jahitan) ePTFE (expanded
polytetrafluoroethylene) digunakan untuk menggantikan chordae tendineae yang rusak atau teregang, hal ini akan berakibat
jaringan yang alami kembali ke posisi fisiologis, sehingga struktur anatomi
katup yang alami kembali tercipta. Pada kedua teknik ini, sebuah cincin
annuloplasty ditempatkan secara aman di annulus atau pada pembukaan katup
mitral, untuk memberi sokongan tambahan terhadap struktur. Pada beberapa kasus
perbaikan katup mitral, dilakukan teknik ‘double orifice’ (atau dikenal sebagai
teknik ‘Alfieri’) yaitu pembukaan katup mitral dijahit pada bagian tengah,
sehingga kedua ujung masih dapat terbuka. Hal ini berakibat katup mitral
menutup pada saat ventrikel kiri memompa darah, namun katup mitral tetap dapat
membuka pada kedua ujung sebelum pemompaan itu sehingga darah dapat mengisi
ventrikel kiri tersebut.
Pada umumnya, pembedahan perbaikan
katup mitral merupakan pembedahan “open-heart”
dimana jantung diistirahatkan dan pasien dihubungkan dengan mesin jantung-paru
(cardiopulmonary bypass). Hal ini
dilakukan agar pembedahan yang rumit ini dapat dilaksanakan pada lingkungan
yang tenang. Dikarenakan stres fisiologis akibat dari pembedahan open-heart, pasien usia lanjut dan
sakit parah memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi, dan mungkin tidak cocok
dengan tindakan pembedahan ini. Dengan demikian, berbagai upaya dilakukan untuk
mencari cara memperbaiki insufisiensi mitral dengan jantung yang masih berdetak.
Salah satunya misalnya, teknik Alfieri direplikasi dengan menggunakan teknik
kateter percutan, dimana dipasangkan sebuah klip untuk menutup bagian tengah
katup mitral.
Pembedahan
Penggantian Katup Mitral
Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur pembedahan jantung dimana
katup mitral pasien yang mengalami gangguan diganti dengan katup mekanik buatan
atau katup bioprostetik. Pembedahan penggantian katup mitral dilakukan
dikarenakan katup mitral yang terlalu keras / kencang / sempit (pada stenosis
katup mitral) sehingga darah sulit mengalir ke ventrikel kiri, atau justru
sebaliknya katup mitral terlalu longgar / terbuka / bocor (pada insufisiensi
katup mitral) sehingga darah bocor kembali ke atrium kiri dan dapat kembali
lagi menuju paru. Penyakit katup mitral dapat terjadi
karena infeksi, kalsifikasi, penyakit kolagen genetik, atau penyebab lain.
Karena penggantian katup mitral merupakan pembedahan open-heart (Jantung terbuka), maka pasien akan menjalani cardiopulmonary bypass (dihubungkan ke mesin
jantung-paru).
Alternatif
pengobatan lain
Kebanyakan pasien dapat bertahan
menjalani pembedahan tanpa mengalami komplikasi, walaupun demikian terdapat
beberapa pasien yang fungsi jantungnya terlalu lemah untuk menjalani
pembedahan. Pendekatan non bedah untuk menangani penyakit katup jantung dapat
dibagi menjadi tiga kategori : penanganan secara praktek klinis (yaitu yang
dilakukan dalam standard operating procedure
klinis sehari-hari), penanganan klinis investigatif akademis
(berdasarkan perkembangan penelitian yang sedang berlangsung) , penanganan
perkembangan investigatif akademis awal (berdasarkan hasil penelitian yang
sudah diterapkan secara klinis).
Banyak
katup mitral yang dapat diperbaiki ketimbang diganti, terutama katup yang
memiliki gangguan minimal. Keuntungan perbaikan katup dibandingkan perbaikan
antara lain mortalitas bedah yang lebih rendah (1-2% pada perbaikan dibanding
6-8% pada penggantian), risiko stroke yang lebih rendah, angka kejadian infeksi
endokardial yang lebih rendah, angka umur harapan hidup yang lebih baik. Pasien yang menjalani
perbaikan katup berada pada kurva harapan hidup yang sama dengan populasi
normal. Setelah perbaikan katup mitral, zat anti penggumpalan darah tidak
diperlukan, sedangkan pada penggantian katup mitral dengan katup mekanik
sintetis, pemberian anti koagulant (anti penggumpalan) ini harus diberikan
selama sisa hidup. Pembedahan katup mitral sekarang dapat dilakukan secara
robotik namun prosedur yang dibutuhkan memakan waktu yang lebih lama.
Jenis-Jenis
Katup Pengganti
Terdapat dua tipe utama jenis katup
mitral buatan, katup mekanis dan katup bioprostetik yang terbuat dari jaringan
(biologis). Katup mekanis terbuat logam dan pyrolytic
carbon, dan dapat bertahan seumur hidup. Pasien dengan katup mekanik harus
diberikan anti koagulant untuk menghindari penggumpalan darah. Katup
bioprostetik terbuat dari jaringan hewan. Penggunaan katup biologis ini tidak
memerlukan pemberian anti koagulant pada pasien, namun demikian katup
bioprostetik hanya dapat bertahan 10 sampai dengan 15 tahun. Pemilihan katup
jenis apa tergantung dari umur pasien, kondisi medis, pilihan pengobatan, dan
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Prosedur
Pembedahan (secara garis besar)
Pasien
yang menjalani pembedahan katup mitral diberikan pembiusan total (general anesthesia). Insisi dapat
dilakukan kira-kira horizontal di bawah dada kiri, atau vertikal melalui
sternum. Setelah jantung terekspose, canulae dihubungkan untuk mengalirkan
darah menuju mesin jantung-paru untuk cardiopulmonary
bypass. Sebuah insisi dilakukan di sebelah kiri atrium untuk mengekspose
katup mitral. Katup tersebut kemudian diganti dengan katup biologis ataupun
katup mekanis. Atrium kiri ditutup dan pasien secara bertahap dilepas dari cardiopulmonary bypass. Setelah
pembedahan pasien biasanya ditempatkan di intensive care unit (ICU) untuk
pengawasan dan tindakan selanjutnya.
Risiko /
Komplikasi
Dengan pembedahan penggantian katup
mitral terdapat risiko seperti perdarahan, infeksi atau reaksi terhadap
anestesi. Risiko tergantung pada umur pasien, kondisi umum, kondisi medis
tertentu, dan fungsi jantung. Perubahan neuropsikologis dan psikopatologis yang
terjadi setelah pembedahan penggantian katup mitral ditemukan sejak sejarah
permulaan pembedahan jantung modern. Variabel yang berkorelasi dengan gangguan
kejiwaan nonpsikotik pada pembedahan jantung dibagi menjadi pre-, intra-, dan
postoperatif. Insidensi, fenomenologi, dan durasi gejala bervariasi antara satu
pasien dengan pasien lain, dan sulit untuk didefinisikan. Mungkin diperlukan
sebuah penelitian akademis untuk menentukan apakah pasien diantara ke tiga grup
tersebut telah menjalani penggantian katup mekanik sintetis jantung. Jika hal
tersebut berhubungan, dapat dipertimbangkan sindroma Skumin yang dikemukakan oleh Victor
Skumin pada tahun 1978 sebagai sebuah “sindroma psikopatologik
kardioprostetik” yang berhubungan dengan implan katup jantung mekanik dan
bermanifestasi dengan ketakutan irasional, ansietas, depresi dan gangguan
tidur.
Komplikasi postoperatif yang umum
terjadi pada pembedahan katup mitral pada studi yang melibatkan 99 pasien yang
menjalani pembedahan untuk regurgitasi mitral dari januari 1990 sampai dengan
Juni 1996 adalah fibrilasi atrial. Hal ini terjadi pada 32% pasien. Sebuah
komplikasi paru yang umum adalah kongesti yang akhirnya memerlukan oksigen pada
jangka waktu lama. Pasien lain membutuhkan alat bantuan pernafasan untuk waktu
yang lama dikarenakan kondisi komplikasi seperti edema pulmonal, ARDS (Acute respiratory distress syndrome),
dan thromboemboli pulmonal. Sembilan pasien mengalami gagal ginjal dengan enam
diantara mereka meninggal dalam waktu 30 hari setelah menjalani pembedahan.
Lima pasien mengalami stroke permanen, dan sembilan pasien kembali dirawat
dalam waktu 30 hari setelah mereka keluar dari rumah sakit.
Tingkat Keefektifan
Pada studi yang
melibatkan 99 pasien yang menjalani pembedahan untuk regurgitasi mitral dari
januari 1990 sampai dengan Juni 1996 yang dilakukan
oleh Knott dan Hurley, dilakukan evaluasi jangka pendek dan
jangka panjang. Evaluasi ini antara lain terdiri dari angka mortalitas,
komplikasi klinis, pasien yang kembali ke rumah sakit, kerusakan katup buatan,
bedah ulang, dan persepsi jantung. Angka kematian keseluruhan adalah 18%,
dimana terdiri dari 11 kematian operatif dan 7 kematian pasca operatif. Tingkat
bertahan hidup selama 5 tahun adalah 79%.
Kondisi Pasca Penggantian Katup Mitral
Setelah pembedahan pasien dibawa menuju
ICU postoperatif untuk dilakukan monitoring. Sebuah ventilator mungkin
(respirator) mungkin diperlukan pada beberapa jam atau beberapa hari setelah
pembedahan. Setelah sehari, pasien seharusnya sudah dapat duduk pada tempat
tidur. Setelah dua hari, pasien dapat dipindahkan dari ICU. Pasien biasanya
diizinkan pulang setelah tujuh sampai dengan sepuluh hari. Jika penggantian
katup mitral sukses, pasien diharapkan dapat kembali ke kondisi semula atau
bahkan lebih baik. Pasien dengan katup pengganti biologis diberikan
antikoagulant seperti warfarin untuk 6 minggu sampai dengan 3 bulan
postoperatif, sedangkan pasien dengan katup pengganti mekanik diberikan
antikoagulant untuk sisa hidupnya. Anti penggumpalan darah ini diberikan ini
diberikan untuk mencegah gumpalan darah (blood clots) untuk berpindah lokasi
menuju bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti
serangan jantung dan stroke. Anti penggumpalan darah tidak dapat melarutkan
gumpalan darah tapi dapat mencegah terbentuknya gumpalan darah lain atau
mencegah gumpalan darah menjadi lebih besar. Ketika luka pasien sudah sembuh,
mungkin ada beberapa pantangan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien
dihimbau untuk berjalan atau melakukan aktivitas fisik lain secara bertahap untuk
memperoleh kekuatan secara perlahan. Pasien yang memiliki pekerjaan dengan
tuntutan fisik yang tinggi harus menunggu lebih lama untuk kembali dibandingkan
yang tidak. Pasien juga dilarang untuk mengemudikan mobil selama 6 minggu
setelah operasi. Ketika seseorang menjalani pembedahan katup mitral, pasien
tersebut diharuskan diberikan antibiotik profilaksis sebagai langkah pencegahan
terhadap infeksi ketika mendapat tindakan apapun di dokter gigi. Setelah
pembedahan terdapat luka bekas operasi. Untuk median sternotomy (insisi melalui
sternum) pasien akan mendapatkan luka bekas operasi vertikal pada dada depan
sternum, jika jantung diakses dari dada sebelah kiri maka akan ada luka bekas
operasi yang lebih kecil di lokasi ini.
Daftar Pustaka/Referensi
- Weinrauch, LA (2008/05/12). "mitral regurgitasi -" kronis Plus. MEDLINE Ensiklopedi. US National Library of Medicine dan National Institutes of . Diperoleh 2015-10-10.
- Kulick, Daniel. "Keruntuhannya Mitral Valve (MVP)". MedicineNet.com. MedicineNet. Diperoleh 2010/01/18.
- Di Sandro, D (2009/06/08). "Mitral Regurgitasi" . eMedicine. . Diperoleh 2015-10-10.
- Harrison's Internal Medicine edisi 17
- Greenberg BH, BM Massie, Brundage BH, Botvinick EH, Parmley WW, K Chatterjee (1978). "Efek bermanfaat hydralazine di regurgitasi mitral". Sirkulasi 58 (2): 273-9.
- Hoit BD (1991). "Pengobatan penyakit jantung katup". Curr. Opin. Cardiol. 6 (2): 207-11.
- Tirrell, Meg (2010/03/14). "Abbott Penawaran MitraClip Aman Alternatif untuk Open-Heart Bedah" Bisnis. Bloomberg Minggu (Bloomberg) . Diperoleh 2015-10-11.
- Garg P, Walton AS (Juni 2008). "Dunia baru intervensi jantung: review singkat mengenai kemajuan terbaru dalam intervensi koroner perkutan non-" 17. Heart Lung CIRC (3): 186-99.
- Bonow R, et al (1998). "ACC / AHA pedoman untuk pengelolaan pasien dengan penyakit jantung katup. Sebuah laporan dari American College of Cardiology, American Heart / Asosiasi Force. Tugas tentang Pedoman Praktek (Komite tentang Pengelolaan Pasien dengan Penyakit katup jantung) " . J. Am. Coll. Cardiol. 32 (5): 1486-588.
Kata Kunci Pencarian : Insufisiensi Katup Mitral, Regurgitasi, Penyakit Katup Jantung, Tesis, Desertasi, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Jurnal, Makalah, Karya Tulis Ilmiah, Skripsi, Ilmu Penyakit Dalam, Kardiologi, Referat, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep, asuhan keperawatan
Terimakasih, postingannya sangat sangat membantu saya ^ ^
BalasHapus