Definisi Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis
kronik atau emfisema (American Thoracic Society 1995). Obstruksi
tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan
sebagian bersifat reversibel.
Penyakit paru Obstruksi
Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Penyakit ini
sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic
obstructive Lung Disease ( Somantri, 2008:49). Bronkitis kronik, empisema
paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi
sekuensial (saling menyebabkan) antara bronkitis kronik dan empisema ada tetapi tampaknya tidak ada
hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali
dengan etiologi, patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan. (Siia dan
Wilson, 2003:784)
PPOK adalah penyakit
paru kronik atau menahun (PPOM) yang yang disebabkan oleh pajanan partikulat
yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Dari beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi menahun atau penyakit
paru obstruksi kronis adalah suatu kumpulan penyakit paru yang menahun yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang terdiri dari tiga macam penyakit paru yaitu asma bronkial,
bronkitis kronik, dan emfisema paru membentuk suatu kesatuan bermanifestasi menjadi
penyakit ini.
Bronkitis kronik
ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis,
tumor paru dan asma bronkial.
Emfisema adalah suatu
perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah:
- Kebiasaan merokok
- Polusi udara
- Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
- Riwayat infeksi saluran napas
- Bersifat genetik yaitu defisiensi a-1 antitripsin
Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada
penyakit emfisema, asma dan bronkitis kronis (PPOM). Penyebabnya yaitu:
a.
Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan
peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama, bisa terjadi
kerusakan yang menetap. Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel
darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase),
yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok
akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu
dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal
membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
b.
Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
A1AD adalah penyakit keturunan yangg
ditandai dengan kurangnya kadar protein alpha-1 antitrypsin (A1AT) yang
ditemukan dalam darah. Kurangnya zat tersebut dapat mempengaruhi seseorang
terhadap sejumlah penyakit, tetapi pada umumnya muncul sebagai emphysema
(penyakit bengkak pada paru-paru karena pembuluh darahnya kemasukan udara),
penyakit liver (jarang muncul), atau kondisi kulit yang disebut Panniculitis
(lebih jarang muncul).
Kurangnya A1AT memungkinkan zat yang
memecah protein (enzim proteolitik) menyerang barmacam-macam jaringan tubuh.
hal ini mengakibatkan perubahan yang merusak di paru2 (emphysema) dan dapat
pula mempengaruhi hati dan kulit. Alpha-1 Antitrypsin biasanya dilepaskan oleh
butiran sel darah putih (netrophil) sebagai respon dari infeksi atau inflamasi.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
a.
Kebiasaan merokok
b.
Polusi udara
c.
Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi
akibat kerja.
d.
Riwayat infeksi saluran nafas.
e.
Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor
risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok
dianggap yang paling dominan.
Patofisiologi
Pada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkhitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
Faktor resiko utama
dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan
jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan.
Komponen-komponen asap
rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.
Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil
pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. Ada
beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen
saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding
saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi
yang terjadi pada penderita asma.
Klasifikasi
Berdasarkan Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4
derajat:
1.
Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk
produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP <
70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2.
Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran
udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien
biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3.
Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan
aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; VEP£30%
1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada
kualitas hidup pasien.
4.
Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1
/ KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 <
50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
Manifestasi Klinis
- Batuk
- Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
- Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas.
Komplikasi
1.
Hipoxemia
Hipoxemia
didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.
Asidosis
Respiratory
Timbul
akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.
Infeksi
Respiratory
Infeksi
pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Terutama kor-pulmonal
(gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada
klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5.
Cardiac
Disritmia
Timbul
akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6.
Status
Asmatikus
Merupakan
komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi
vena leher seringkali terlihat.
Diagnosis
1.
Anamnesis: riwayat penyakit yang ditandai
3 gejala klinis (Batuk, sputum putih, sesak) dan faktor-faktor penyebab.
2.
Pemeriksaan fisik:
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel shaped chest (diameter anteroposterior dada meningkat)
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
- Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
- Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.
3.
Pemeriksaan radiologi
Foto toraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema paru, foto toraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.
4.
Pemeriksaan fungsi paru
Pada
bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
5.
Pemeriksaan gas darah
Analisis
gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
6.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan
EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
7.
Pemeriksaan laboratorium darah: hitung
sel darah putih.
Tampak dari hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder, jumlah darah meningkat, eosinofil
dan total Ig E serum meningkat, elektrolit menurut karene pemakaian obat
diuretik.
8.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan
gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen yang biasa
ditemukan adalah Streptococcus pneumonia,
Hemophylus influenza, dan Moraxella
catarrhalis.
Penatalaksanaan
1.
Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok,
infeksi, dan polusi udara.
2.
Terapi eksaserbasi akut dilakukan
dengan:
a.
Antibiotik, karena eksaserbasi akut
biasanya disertai infeksi.
·
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. influenza
dan S. pneumonia, maka digunakan ampislin 4 x 0,25-0,5
g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
·
Augmentin (amoksisilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. influenzae
dan B. catarhalis yang memproduksi ß-laktamase.
Pemberian antibiotik seperti
kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang lebih kuat.
b.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat
kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO2.
c.
Fisioterapi membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
d.
Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi
jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik ß dan antikolinergik.
Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratropium bromida 250 µg
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv
secara perlahan.
3.
Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
a. Antibiotik
untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator,
tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan
fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik
dan ekspektoran
f. Terapi
oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi,
pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien
PPOK adalah:
- Fisioterapi
- Rehabilitasi psikis
- Rehabilitasi pekerjaan.
Prognosis
Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronkitis kronik dan emfisema lanjut dan FEV1 < 1 liter survival rate selama 5 -10 tahun mencapai 40%.
Kata Kunci Pencarian : Penyakit Paru Obstruktif Kronik, PPOK, Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Skripsi Tesis, Desertasi, Artikel, Jurnal, Karya Tulis Ilmiah, Referat, Makalah, Pulmonologi, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Ilmu Penyakit Dalam, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar