Definisi
Gagal ginjal
kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel.
Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan
ringan, sedang, dan berat.
Gagal ginjal
kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung
perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996 :
368) mengemukakan bahwa gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu
lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi sudah tidak ada.
Gagal ginjal
kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Azotemia adalah
peningkatan BUN dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia
adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah
ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus
dibantu dialisis atau transplantasi).
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LGF), berdasarkan :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LGF), berdasarkan :
- Kelainan
patologik atau
- Pertanda
kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau
kelainan pada pemerikasaan pencitraan.
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi
selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Etiologi
Beberapa
penyebab GGK adalah Glomerulonefritis, nefropati analgesia, nefropati refluks,
ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui.
Umumnya gagal
ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan menahun. Tetapi
hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal
ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat
menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis
hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari
gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan
penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 – 20 %.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan
difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering
dari wanita, umur 20 – 40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan
merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal. Glomerulonefritis mungkin
berhubungan dengan penyakit-penyakit system (Glomerulonefritis sekunder)
seperti Lupus Eritomatosus Sitemik, Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus
Wagener. Glomerulonefritis (Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus (Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan
gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis
sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis,
lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma.
Penyakit ginjal
hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu penyebab gagal
ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir dengan gagal
ginjal kronik kurang dari 10 %. Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal
ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal
Pada orang
dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan
ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali
tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapatkan
pengobatan adekuat.
Seperti
diketahui,nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi berupa
fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari jaringan interstisial dengan
etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga kelainan-kelainan mengenai
glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat menempati urutan
pertama dari etiolgi nefrotis interstisial.
Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat
dibagi menjadi delapan kelas seperti yang tercantum pada tabel dibawah.
Tabel Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi Penyakit
|
Penyakit
|
Penyakit infeksi tubulointerstitial
|
Pielonefritis kronik atau refluks netropati
|
Penyakit Peradangan
|
Glomerulonefritis
|
Penyakit Vaskuler hipertensif
|
Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, dan
Stenosis Arteria renalis.
|
Gangguan Jaringan Ikat
|
Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa,
Sklerosis sistemik progresif
|
Gangguan kongenital dan herediter
|
Penyakit ginjal polisikistik dan Asidosis tubulus
ginjal.
|
Penyakit metabolik
|
Diaetes mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme,
amiloidosis
|
Netropati toksik
|
Penyalahgunaan analgesik dan Netropati timah.
|
Netropati obstruktif
|
Traktus urinarius bagian bawah, hipertrofi prostat,
stiktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.
|
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi
antara satu negara dengan negara lain. Tabel
2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika
Serikat. (2:1036)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialsis di
Indonesia, seperti pada tabel 3.
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis
lupus, netropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginajal bawaan, tumor ginjal,
dan penyebab yang tidak diketahui.
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik Di Amerika
Serikat (1995-1999)
Penyebab
|
Insiden
|
|
44%
|
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
|
27%
|
Glomerulonefritis
|
10%
|
Nefritis Interstitialis
|
4%
|
Kista dan penyakit bawaan lain
|
3%
|
Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis)
|
2%
|
Neoplasma
|
2%
|
Tidak diketahui
|
4%
|
Penyakit lain
|
4%
|
Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di
Indonesia th. 2000
Penyebab
|
Insiden
|
Glomerulonefritis
|
46,39%
|
Diabetes Mellitus
|
18,65%
|
Obstruksi dan Infeksi
|
12,85%
|
8,46%
|
|
Penyebab lain
|
13,65%
|
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
Banyak penyakit ginjal yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam tetapi
semuanya sama-sama menyebabkan destruksi nefron yang progresif pada tabel
dibawah dapat dilihat dua golongan utama penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. (4:264)
Tabel. Dua Golongan utama penyakit yang dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik
1. penyakit parenkim ginjal :
a. Penyakit
ginjal primer:
b. Penyakit ginjal
sekunder :
|
2. Penyakit ginjal obstruktif yang disebabkan:
|
Patogenesis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi
menjadi 3 stadium:
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % –
75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada
tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui
dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang
lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %).
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam
hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila
langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein
dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar
pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada
gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat
menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, ,
aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua
gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan
tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual,
munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan
biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap
sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan
menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau
dialisis
Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya
berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium.Pada gagal
ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat
peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi.
Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala-gejala: letih, mudahlelah, sulitkonsentrasi,nafsumakanturun,
mual muntah, cegukan, tungkai lemah, parastesi, keramotot-otot, insomia,
nokturai, oliguria, sesaknafas, sembab, batuk, nyeri perikardial,malnutrisi,
penurunan berat badan letih.
Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita
bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna
kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga
terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan
uremik). Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh.
Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang
muncul pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yaitu:
1.
Gangguan pada sistem gastrointestinal
a.
Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan
dengan gangguan metabolisme protein dalam usus.
b.
Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang
berlebihan pada air liur.
c.
Cegukan (hiccup)
d.
Gastritis erosif, ulkus peptik, dan
kolitis uremik.
2.
Sistem Integumen
a.
Kulit berwarna pucat akibat anemia.
Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
b.
Ekimosis akibat gangguan hematologis
c.
Urea frost akibat kristalisasi urea
d.
Bekas-bekas garukan karena gatal
e.
Kulit kering bersisik
f.
Kuku tipis dan rapuh
g.
Rambut tipis dan kasar
3.
Sistem Hematologi
a.
Anemia
b.
Gangguan fungsi trombosit dan
trombositopenia
c.
Gangguan fungsi leukosit.
4.
Sistem saraf dan otot
a.
Restles leg syndrome
b.
Burning feet syndrome
c.
Ensefalopati metabolic
d.
Miopati
5.
Sistem Kardiovaskuler
a.
Hipertensi
b.
Akibat penimbunan cairan dan garam.
c.
Nyeri dada dan sesak nafas
d.
Gangguan irama jantung
e.
Edema akibat penimbunan cairan.
6.
Sistem Endokrin
a.
Gangguan seksual: libido, fertilitas dan
ereksi menurun pada laki-laki.
b.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi
insulin, dan gangguan sekresi insulin.
c.
Gangguan metabolisme lemak.
d.
Gangguan metabolisme vitamin D.
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus, dimulai bila lajunya kurang dari 60
ml/menit. Pada gagal ginjal terminal, konsentrasi kreatinin di bawah 1
mmol/liter. Konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena dapat
menurun pada diet rendah protein dan meningkat pada diet tinggi protein,
kekurangan garam, dan keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal
ginjal terminal adalah 20-60 mmol/liter.
Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25
mmol/liter), penurunan pH, dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium
biasanya normal, namun dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan
inadekuat atau berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat,
kecuali terdapat masukan berlebihan, asidosis tubular ginjal, atau
hiperaldosteronisme.
Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan
peningkatan kalsium plasma. Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat
ditemukan peningkatan parathormon pada hiperparatiroidisme.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan
terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas
normal.
Pemeriksaan mikroskopik urin menunjukkan kelainan
sesuai penyakit yang mendasarinya.
Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi
glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal.
Dapat ditemukan proteinuria 200-1.000 mg/hari.
Diagnosis
Sasarannya yaitu :
1. Memastikan
adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar
etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi
3. Mengidentifikasi
semua factor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan
strategi terapi rasional
5. Memperkirakan
prognosis
Pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum
penatalaksanaan dimulai:
1. Apa
penyebabnya dan apakah dapat diterapi? Apakah ini gagal ginjal akut atau kronik? Ada faktor praginjal atau obstruksi
yang reversibel? Apa penyebab dasarnya?
2. Seberapa
berat gagal ginjal yang terjadi dan apakah terdapat komplikasi?
Berdasarkan anamnesis dapat ditentukan kecenderungan
diagnosis, misalnya bila terdapat riwayat nokturia, poliuria, dan haus,
disertai hipertensi, dan riwayat
penyakit ginjal, lebih mungkin dipikirkan ke arah gagal ginjal kronik.
Tanda-tanda uremia klasik dengan kulit pucat atrofi, dengan bekas dan leukonikia
tidak terjadi seketika dan jarang ditemukan pada gagal ginjal akut. Namun pada banyak kasus, gambaran ini tidak
ditemukan sehingga lebih baik menganggap semua pasien azotemia menderita gagal ginjal akut sampai dapat
dibuktikan sebaliknya.
Gambaran klinik mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih
makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal
terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis,
saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa
(pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan neuropsikatri.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat
mengungkapkan etiologi GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat
dikoreksi. Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit
terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi informasi ini
sangat penting sebagai panduan pengejaran diagnosis dengan memakai sarana
penunjang laboratorium dan pemeriksaan yang lebih spesifik.
Pemeriksaan
Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan
derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium
meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan pemeriksaan laboratorium
yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2)
identifikasi etiologi, (3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor
pemburuk faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible).
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis :
a.
Foto polos perut
b.
USG
c.
Nefrotomogram
d.
Pielografi retrograde
e.
Pielografi antegrade
f.
Micturatingcysto urography (MCU)
Pemeriksaan biokimia plasma untuk
mengetahui fungsi ginjal dan gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa,
tes serologi untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-tes
penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV).
USG ginjal sangat penting untuk
mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal, misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal.
Dapat pula dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan
usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke arah gagal ginjal kronik.
Penatalaksanaan
a. Tentukan
dan tata laksana penyebabnya.
b. Optimalisasi
dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena
jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1.000 mg/hari) atau diuretik loop
(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium
bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan
keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
c. Diet
tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan
tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan
dari kalium dan garam.
d. Kontrol
hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat
terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi
dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
e. Kontrol
ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan
kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium,
obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan
obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter. Biasanya terjadi pada pasien yang
sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi.
Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
f. Mencegah
dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium
karbonat (500-3.000 mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas
obat tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas
indikasi.
g. Deteksi
dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai
pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
h. Modifikasi
terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan
dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya
digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat, amfoterisin, dan alopurinol. Juga
obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya
tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.
i.
Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkatkan, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga
diperlukan dialisis.
j.
Persiapkan dialisis dan program
transplantasi.
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik
dideteksi. Indikasi dilakukan dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan
gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi
komplikasi.
Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program
terapi simtomatik untuk mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal
(GGT).Banyak faktor perlu dikendalikan untuk mencegah/memperlambat
progresivitas penurunan faal ginjal (LFG).
Protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi
sistemik, gangguan elektrolit (hipokalsemia & hipokalemia) merupakan
faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal. Kelainan hemodinamik intrarenal
(hipertensi intraglomerulus) seperti terdapat pada hipertensi essensial dan
nefropati diabetik merupakan faktor yang harus diantisipasi dan dikendalikan
untuk mencegah penyakit ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahan-
perubahan patogenesis dan patofisiologi ini merupakan kunci keberhasilan upaya
untuk mencegah/ mengurangi penurunan faal ginjal (LFG) yang berakhir dengan
penyakit. Pada penyintas CKD (chronic kidney disease) yang mengalami penyakit gout akut, pemberian kolkisin dapat menjadi pilihan namun dengan pengurangan dosis, terutama pada pasien hemodialisa (HD), dosis yang disarankan adalah 0,6 mg dosis tunggal (single dose) dan tidak diulang dalam 2 minggu.
Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual
untuk setiap pasien GGK, lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif, yaitu:
1.
mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif
2.
meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia
3.
mempertahankan dan memperbaiki
metabolisma secara optimal
4.
memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Beberapa prinsip terapi konservatif
1.
mencegah buruknya faal ginjal (LFG)
hati-hati pemberian obat yang
bersifat nefrotoksik, hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi hindari gangguan keseimbngan elektrolit hindari
pembatasan ketat konsumsi protein hewani hindari proses kehamilan dan pemberian
obat kontrasepsi hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa
indikasi medik yang kuat hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras
tanpa indikasi medik yang kuat.
2.
program memperlambat penurunan progresif
faal ginjal
kendalikan hipertensi sistemik dan
intraglomerularkendalikan terapi ISKdiet protein yang proporsionalkendalikan
hiperfosfatemiaterapi hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg% terapi
keadaan asidosis metabolik kendalikan keadaan hiperglikemia
3.
terapi alleviative gejala azotemia
pembatasan konsumsi protein hewani
terapi gatal-gatal terapi keluhan gastrointestinal terapi gejala neuromuskuler
terapi kelainan tulang badan sendi, terapi anemia, terapi setiap infeksi
(bakteri, virus HBV atau HCV)
Peranan
diet
Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah
protein menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi
untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen
Tujuan program diet rendah protein (DRE):
- mempertahankan keadaan nutrisi optimal
- mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia
- mencegah menbruknyafaal ginjal (LFG) akibat proses glomerulosklerosis
Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan
sindrom nefrotik dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal
furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat dinaikkan 40 mg per
hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3 gram per hari.
Diet Rendah Protein untuk Penyakit Ginjal Kronik:
Selain faktor keturunan, diabetes, hipertensi,
infeksi, batu ginjal, gaya hidup dan pola makan juga sangat berpengaruh
kejadian penyakit ginjal kronik yang berakibat pada gagal ginjal. Agar kondisi
ginjal tidak semakin parah, perlu dilakukan diet khusus bagi pederita penyakit
ginjal kronik.
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang menahun disebabkan
oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya
tidak dapat pulih kembali (irreversible). Gejalanya biasanya ditandai dengan
menurunnya nafsu makan, mual, pusing, muntah, rasa lelah, sesak nafas, edema
pada tangan dan kaki serta uremia. Apabila Tes Kliren Kreatinin (TKK) <>
5,5 mEq), oliguria atau anuria. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin
sehari ditambah pengeluaran melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml)
Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen
piridoksin, asam folat, vitamin C dan vitamin D.
Kebutuhan nutrisi tubuh sangat dipengaruhi dengan
berat badan, karenanya diet diberikan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Berdasarkan Penuntun Diet yang disarankan oleh Instalasi Gizi Perjan Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), jenis diet digolongkan menjadi tiga, yaitu
diet rendah protein I: Asupan protein 30 g dan diberikan kepada pasien dengan
berat badan 50 kg. Diet protein rendah II, asupan protein 35 g diberikan pasien
dengan berat badan 60 kg. Diet protein rendah III, diberikan kepada pasien
dengan berat badan 65 kg. Makanan diberikan dalam bentuk makanan cair atau lunak
untuk meringankan organ pencernaan.
Kata Kunci Pencarian : Gagal Ginjal Kronik, Referat, Makalah, Karya Tulis Ilmiah, Jurnal, Tesis, Skripsi, Desertasi, Nefrologi, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Ilmu Penyakit Dalam, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar